Tidur (Bersama)

15 2 0
                                    

Mobil yang ditunggangi Anin dan Jarvis tiba disebuah rumah mewah dengan pagar menjulang tinggi. Seorang satpam tergopoh-gopoh mendorng pintu gerbang setelah mendengar bunyi klakson. Mobil Jarvis langsung masuk melewati satpam yang menunduk hormat.

"Turun," ucap Jarvis ketika mobil sudah berhenti.

Anin melepas seatbelt dan bergegas turun tanpa disuruh dua kali. Matanya berpendar memandang bangunan yang ada di depannya. Bangunan serba putih dengan tiang-tiang besar sebagai penyangga.

"Lo tinggal sama orangtua lo?" tanya Anin ketika melihat Jarvis sudah keluar dari mobil.

"Sendiri lah, kalo sama orangtua gue, gak bisa main-main dong gue sama lo." Jarvis berkata dengan wajah tengil.

"Jadi kita tinggal berdua di sini?" Anin bertanya dengan ekspresi ngeri.

"Loh bukannya itu yang lo mau? Tinggal sama gue?"

"Y-ya tapi gak berdua aja. Nanti kalo lo ngapa-ngapain gue gimana?" Anin bertanya dengan polos.

"Emang itu tujuan gue."

"H-hah?"

"Inget ya, selama lo numpang di sini, lo harus nurut sama gue."

Anin meneguk salivanya dengan kasar. Firasatnya tidak enak.

Setelah memberi tahu kamar yang akan ditempati Anin, Jarvis langsung pergi lagi. Tentu saja dengan kalimat-kalimat ancamannya. Anin tidak boleh keluar kamar selama Jarvis tidak di rumah. Pembantunya yang nanti akan mengantarkan makanan. Baik juga ya Jarvis, masih memikirkan tentang makanan Anin. Kamar yang ditempati Anin juga bagus. Anin pikir ia akan tinggal di gudang rumah ini. Jika dilihat dari ekspresi dan kalimatnya, Jarvis sangat dendam sekali dengan Anin. Tapi, sudahlah nikmati saja.

Setelah selesai mandi, Anin memakai baju yang ada dikopernya. Sepertinya Anin ingin tidur dulu. Kepalanya masih pusing. Ia akan memikirkan rencana selanjutnya nanti setelah bangun tidur.

Tok. Tok. Tok.

Bunyi ketukan pintu membuat Anin bangun tidurnya. Ia membuka matanya dan mendapati kamarnya gelap. Mengambil handphone-nya, lalu melihat jam. Sudah sore rupanya, dan ia belum menghidupkan lampu.

Anin bergerak membuka pintu, dan mendapati wanita paruh baya membawa nampan makanan didepannya.

"Maaf non, menganggu waktunya. Saya Bibi Nur, pembantu di rumah ini. Ini makannya ya Non," ucap pembantu tersebut dengan kepala yang ditundukan.

Anin mengambil nampan ditangan Bibi Nur, kemudian tersenyum.

"Terima kasih ya Bi, aku Anindira, panggil Anin aja Bi."

"Mmh.. maaf ya Non, makanannya Cuma itu aja. Soalnya tadi disuruh tuan Jarvis buat ngasih itu ke Non," ucap Bibi Nur dengan nada ragu dan kepala yang menunduk.

Pandangan Anin otomatis mengarah ke nampan yang ada ditangannya. Tadi ia memang tidak fokus pada makanan apa yang dibawa. Ia hanya melihat sebuah mangkuk dan piring putih besar serta segelas air putih. Ia pikir itu sup, ternyata ini hanya sayur Bayam dan nasi. YA! NASI PUTIH DAN SAYUR BAYAM. Kalian tidak salah membaca. Anin meringis. Pasti laki-laki itu tengah mengerjainya. Pasti laki-laki itu berpikir bahwa Anin akan pergi setelah diberi makan seperti ini. Oh , tidak Jarvis. Anin tidak akan keluar dari rumah ini sebelum ia mendapat pekerjaan tetap. Lagipula, jika ia marah dan protes hanya karena makanan ini, pasti Jarvis tidak akan mendengarkannya dan akan semakin gencar mengerjainya.

Anin tersenyum, tidak tega memarahi wanita ini, "Gapapa Bi, terima kasih sekali lagi ya Bi, sudah repot-repot mengantarkan makanan ini."

"Iya Non, sama-sama. Kalo gitu, Bibi pamit ke dapur ya Non."

Let MeWhere stories live. Discover now