13. Anak perempuan yang licik

15.7K 1.7K 63
                                    

Holaa!

Supaya penulis makin happy♡ sebelum membaca tekan bintang dulu yukkk
(っ˘з(˘⌣˘ )
.

.
.
.
Isabel menatap jarum ditangannya dengan seringai puas. Dia cukup senang karena berhasil membuat Bonnie marah.

Sebenarnya ia hanya menebak jika bola itu amat berharga bagi Bonnie, karena Bonnie berusaha tidak meminjamkan bola pada dirinya.

Ditambah waktu Isabel mencoba mengambil bola, Bonnie terlihat sangat marah. Jadi diam-diam ia membawa jarum untuk ditusukan pada benda berbahan karet itu dengan dalih tarik-menarik hingga bolanya pecah, dengan itu tak akan ada yang menyalahkan Isabel. Padahal sejatinya Isabel benar-benar ingin menghancurkan semua milik bungsu Alexander.

"Seharusnya aku yang menjadi bungsu Alexander bukannya anak yang mirip dengan ba*i itu," Isabel berucap sinis bagaimana kata-kata seperti itu bisa keluar dari anak umur 6 tahun sepertinya, sungguh didikan yang benar-benar buruk.

Selama ini, ia berusaha menarik simpati dari keluarga Alexander terlebih keluarga itu mayoritasnya berisi laki-laki, Isabel bermimpi menjadi putri satu-satunya dimansion Alexander. Namun selama ini calon kakak-kakaknya amat sulit didekati ditambah dengan kehadiran balita itu mereka semakin menjahui Isabel.

Isabel memang mirip sekali dengan sang ibu ketika menginginkan sesuatu. Ah peribahasa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya memang amat benar adanya.

"Isabel bagaimana kau bisa pulang bukannya aku menyuruhmu untuk tetap disana." Miranda masuk ke dalam rumah sembari membawa tas-tas belanjaan bermerk.

"Aku bertengkar dengan anak itu dan kak Ace mengusirku." Adu Isabel pada sang ibu. Isabel memasang raut memelas hingga Miranda benar-benar percaya akan omong kosongnya.

"Bocah itu benar-benar. Kau tenang saja ibu akan memikirkan cara supaya dia menghilang dari sana." Miranda mengelus surai putrinya. Dia berusaha keras memikirkan rencana agar dirinya berhasil masuk ke dalam keluarga Alexander. Terlebih orang itu juga sudah sering mendesaknya
.
.
.
.
.
Malam hari yang seharusnya amat sunyi dan tenang bagi orang yang kelelahan beraktifitas, tidak berlaku dengan gadis berusia enam tahun itu.

Isabel menggeliat dalam tidurnya, ia merasakan badannya tidak bisa digerakkan seperti ada tali yang mengikat tubuh dan kain yang menutupi pandangan. Isabel ingin berteriak memanggil sang ibu namun suaranya seperti teredam, tercekat diujung tenggorokan.

Apakah ia diculik?

Bruk. Tubuhnya di banting ke tanah, Isabel merasakan telapak kakinya seperti ditusuk-tusuk sesuatu yang tajam. Gadis itupun menjerit kesakitan.

"Aaakkkhhhhhh." Air mata sudah mengalir di kedua pipi namun tak menurunkan niat si penculik untuk berhenti menyiksanya.

Kakinya terus ditusuk sampai darah menggenang di permukaan tanah begitu banyak.

"Akkhhh berhenti!" Isabel berteriak hingga suaranya tercekat ditenggorokan nyaris putus. Tak lama kemudian ia pingsan karena tak kuat menahan sakit yang menyerang syaraf-syaraf dikakinya.

"Berhenti!" pria yang sedang menghisap cerutu sambil menikmati siksaan yang dilakukan bawahannya itu, menyuruh untuk berhenti ketika melihat Isabel telah pingsan.

"..." Bawahan itu tak berkata apapun, namun gestur tubuhnya dengan cepat mematuhi sang atasan.

"Bawa ia pada jalang itu!"

"Yes, Master."
.
.
.
.
.
Bonnie tertidur karena lelah dan banyak menangis. Balita itu baru mau diam dan tertidur ketika Abel berkata tidak akan memaafkan Bonnie jika Bonnie tetap menangis. Abel juga berjanji akan mengganti bolanya dengan yang baru dan tidak perlu memikirkan bola yang lama.

BONNIEWhere stories live. Discover now