Terpaksa Nikah

357 35 12
                                    


"Assalamu'alaikum, Mas?" Sena sekuat tenaga menahan suaranya agar tidak gemetar ketika panggilan yang ia buat sudah terhubung dengan Hamdan.

"Wa'alaikumussalam, Senara. Ada apa? Saya lagi siap-siap mau ke rumah, nih."

Sena melipat bibir ke dalam mulut ketika air mata terus menyembul membasahi pipinya berulang kali.

"Jangan ke rumah, ya."

"Hah? Maksud kamu?"

"Saya sama Emak ... mau pergi ke kampung Nenek di Bandung,"

"Oh begitu. Kenapa mendadak sekali?"

Sena menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan guna membuang sesak yang menekan dada.

"Iya. Soalnya mau berobat di sana,"

"Em, ya. Naik apa perginya? Gimana kalau saya antar saja?"

"Nggak usah, Mas. Udah ada Paman saya yang jemput,"

Terdengar hembusan napas kecewa di seberang telepon.

"Ya sudah. Kamu lama nggak di sana? Terus kerjaan kamu di sini gimana?"

"Saya nggak tahu, Mas."

Sena lalu menutup mulutnya ketika rasa sedih kian kuat mengikatnya. Tangis yang mulanya tanpa suara, perlahan menimbulkan sesenggukan.

"Senara? Kamu baik-baik aja?"

Sena menelan ludah dengan susah payah. Sebelum menjawab, ia kembali menenangkan gemuruh hebat dalam dadanya.

"Iya. Udah dulu ya, Mas. Saya mau siap-siap. Assalamu'alaikum." Panggilan langsung ia putuskan secara sepihak.

Setelah itu, Sena memeluk lutut dan menuangkan semua tangis kesedihannya. Setelah kejadian tadi, gadis itu dikurung oleh Rojak di kamar. Ia juga memberi perintah pada orang-orang di rumah agar tidak menemui Sena sampai besok pagi.

Entah dosa apa yang dia lakukan sehingga bisa terjebak dengan keadaan ini. Sudahlah ditinggal nikah oleh orang yang dikagumi, malah sekarang dituding telah melakukan zina sehingga meraka dipaksa untuk menikah besok pagi juga.

Bukan hanya itu, tapi Sena juga tidak tega memberitahu Hamdan perihal masalahnya saat ini. Hamdan mungkin akan kecewa berat seandainya ia tahu jika Sena akan menikah dengan Zaid. Gadis itu tidak tahu harus bagaimana memberitahunya.

Tapi jika tidak diberi tahu, Hamdan mungkin akan terus mengharapkannya, dan Sena pasti jadi semakin merasa bersalah akan hal itu. Namun di sisi lain, Sena juga tidak mau membuat Hamdan kecewa dengan memberitahukan pernikahannya dengan Zaid.

Oh, sungguh. Kepala gadis itu rasanya mau pecah memikirkan semua yang terjadi padanya hari ini.

***

"Saya terima nikah dan kawinnya Senara Jihan binti Abdul Rozak dengan mahar seperangkat alat sholat dibayar, tunai!"

"Bagaimana para saksi?"

"Sah!"

"Alhamdulillahi rabbil 'alamiin. Baarakallaahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a bainakumaa fii khairin."

Pagi ini, pukul sembilan lewat lima belas menit. Sena resmi menyandang status gelar seorang istri dari pemuda bernama Zaid. Jika biasanya pernikahan itu akan diwarnai oleh suka cita, lain halnya dengan yang terjadi di kediaman gadis itu.

Dari sepasang pengantin, sampai orang tua dari kedua belah pihak, wajah mereka terlihat sendu, kasal, dan kecewa bersamaan. Tidak ada resepsi. Usai Ijab kabul, Pak Penghulu dan beberapa orang yang mengantar pun pulang.

Hello, My SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang