Bab 39 ~ Kenapa Bisa Barengan?

507 81 9
                                    


Semua yang berlebihan itu tidak baik. Meskipun mengonsumsi buah-buahan menyehatkan, tetapi kalau terlalu banyak bisa menyebabkan penyakit. Maka di disinilah Reza sekarang, terdampar di sebuah kamar rumah sakit. Dia dehidrasi karena gastroenteritis yang dialaminya. Entahlah, dia tidak tahu buah-buahan mana yang terkontaminasi bakteri. Hanya saja, setelah malam itu, frekuensi BAB kelewat sering, sementara Quinsha tidak. 

"Gimana persiapan sidangnya?"

"Insyaallah, siap. Doanya, ya, Mas." Quinsha merapikan bagian depan kerudungnya dengan menyematkan sebuah bros. 

"Selalu. Tanpa diminta pun, selalu ada doa untukmu dan mutiara kecil kita. Sayangnya, aku tidak bisa nemani, Queen."

"Ga apa-apa. Aku sudah biasa sendirian ke mana-mana. Sebenarnya juga, aku masih tidak menyangka sidang skripsi sudah dalam kondisi menikah. Masih kaya aneh saja." Quinsha tertawa kecil.

"Eh, apa omonganku salah? Kenapa alisnya bertaut itu?"

"Ehm, barusan kamu bilang apa?'

"Bukan apa-apa," jawab Quinsha. Ia menatap tablet yang tergeletak di samping pembaringan Reza. Layarnya yang belum menggelap itu menampilkan chat room. Quinsha menyimpulkan, suaminya sedang memikirkan yang lain, bukan sidang skripsinya yang akan berlangsung tidak lebih satu jam mendatang.

"Oh ya, gimana perkembangan kasus di Ubud, Mas?" Quinsha menebak, kasus ini yang memberati pikiran suaminya.

"Alhamdulillah, hampir beres. Setelah kita telusuri, ternyata ada pihak yang mengambil keuntungan. Kita membeli tanah itu dengan harga sesuai permintaan warga, tetapi pihak yang mengambil keuntungan itu malah melakukan pemotongan dan menimpakan persoalan pada kita. Nyebelin ga, tuh?"

"Banget! Serahin ke polisi aja, Mas. Jangan dikasi hati," sela Quinsha.

"Sudah, kok."

"Siapa yang diutus ke Ubud?" 

"Bang Lentsa. Sohibnya Kak Zaki. Kali ini dia rekanan MH Ubud."

"Oh, Bang Lentsa yang itu? Dunia meski luas, nyatanya sempit juga ya? Kakak memang sering nyebut-nyebut nama Lentsa, tapi aku belum pernah jumpa. Dulu, dia kalo ke rumah cuma buat nitipin ponakan kembarnya itu. Aku nyebutnya 2L, Langit dan Luna."

"Mereka dititipin ke Kak Zaki?"

"Seringnya dititipin ke mama. Kakak kadang-kadang aja. Dia mana bisa ngasuh balita, apalagi kembar. Saking seringnya ada di rumah, mama malah nganggapnya cucu beneran. Kakak nganggap mereka ponakan beneran."

"Oh, bisa jadi karena saling terkait dan terpaut begini, Bang Lentsa mengawal semua urusan di Ubud selama aku sakit. Padahal dia ke Bali dalam rangka honeymoon"

"Masyaallah, alhamdulillah. Akhirnya 2L punya mommy," ucap Quinsha bahagia. Senyumnya mereka, "Boleh, nih, kalau aku dikenalkan dengan istrinya, Al."

"Oke-oke. Asalkan jangan minta kenalan dengan suaminya aja, deh." Reza kumat posesifnya.

"Buat apa juga kenal dengan Bang Lentsa, kalau aku sudah punya kamu dan Kak Zaki."

Tok... tok... tok...

"Apa sekarang jam kunjungan ya?" Quinsha bangkit menuju pintu. Dia menguaknya sedikit. Tampak sesosok tinggi menjulang yang sangat dikenalnya. Panjang umur yang disebut namanya muncul. Masyaallah.

"Kakak? Kok bisa sampai sini?" Quinsha menghambur ke pelukannya."

"Bisa. Sangat bisa malah," sahut Zaki membalas pelukan adik semata wayangnya, "Coba lihat aku datang bareng siapa aja?"

Quinsha mengurai rengkuhannya, lalu beralih memeluk mamanya.

"Assalamu'alaikum, Sayang..."

"Wa'alaikumussalam. Ma-ma?" Quinsha langsung menghambur dalam pelukan mamanya. 

"Ma-mi, apa kabar? Gimana bisa bareng Mama dan Kakak?" tanya Quinsha memeluk ibu mertuanya. 

"Memang janjian. Kata Riris, Al masuk rumah sakit, padahal mau ujian skripsi." 

"Tapi tidak segawat itu juga, Mi. Mas Reza sudah baikan, kok. Bisa Caca tinggal." Quinsha menimpali seraya membawa ibu mertuanya masuk. Wajahnya terkesiap saat jarum jam menunjukkan angka kritis.

"Perhatian, perhatian! Berhubung jam sidang skripsinya makin dekat, tidak apa-apa kalau Caca tinggal dulu ya? Mami, Mama, dan Al?" Quinsha menghampiri Reza, meraih tangannya, menciumnya, "Doakan aku ya, Mas."

"Pasti," sahut Reza cepat. Dia mendaratkan ciuman di kening Quinsha.

"Ayo, Kak, anterin aku." Quinsha menggamit lengan Zaki. Sementara tangan kirinya meraih kunci Beat di atas nakas. 


*

*

*

Quinsha melangkah lebar-lebar di sepanjang koridor rumah sakit. Kakaknya juga bergegas ke parkiran yang berbeda arah dengannya. Saat itu ponselnya berbunyi. Dia menunduk merogoh saku gamisnya.

Bbuukkk.

Ah, dia menabrak seseorang."Maaf." Quinsha spontan dengan wajah malu. Jelas-jelas dirinya berjalan tidak melihat ke depan.

"Maaf, mata saya tidak awas. Saya mencari ruang Edelweiss 3." Wanita di hadapannya pun langsung mengucap maaf.  Quinsha menatapnya beberapa saat. Wanita cantik dan anggun dalam balutan busana muslimah syar'i dengan kerudung pashmina yang dililit-lilit namun tetap panjang menutupi dada.

"Edelweiss 3? Ikuti saja koridor ini, Kak," jawab Quinsha cepat, "Permisi," lanjutnya meneruskan langkah.

Ponselnya masih meminta perhatian. 

".................."

"Sepuluh menit lagi, Bu," jawab Quinsha dengan raut cemas, "Toleransinya lima belas menit bukan? Selama kuliah belum sekalipun saya telat. Please, Bu... Saya masih di rumah sakit..." Reputasinya sebagai mahasiswi rajin dan tidak pernah terlambat hancur hari ini. Ya, hancur justru di saat terakhir dia menuntaskan perkuliahannya.

".................."

"Baik, Bu. Terima kasih."

Setelah menaruh kembali ponselnya ke dalam kantong baju, dia teringat kembali pada seseorang yang mencari kamar Edelweiss 3. Lho, bukannya itu ruang rawat inap suaminya? Ah, bisa-bisanya tadi nge-lag?

Tiba di halaman rumah sakit, Zaki membunyikan klakson, kode agar Quinsha bergegas. 

"Lama banget, Ca? Katanya keburu," tegur Zaki sambil menyerahkan helm pada adiknya. 

"Barusan aku nabrak mbak-mbak yang lagi jalan, dia dan cowok di sampingnya nyari ruangannya Al."

"Trus kamu antar dulu?" 

"Ya, nggaklah. Mana sempat? Bu Endah nelepon, minta aku cepetan, Kak ..." Quinsha menceritakan kronologi tabrakan di koridor rumah sakit. Setelah itu dia memberi arahan jalur yang harus dilalui pada Zaki, "Oya, Kakak ikutin aja jalan ini, nanti sampai di ujung belok kanan ya, trus ikutin lagi sampai di perempatan, belok kanan lagi ..." 

Keluar dari pintu gerbang rumah sakit, Beat yang dikemudikan Zaki segera membelah jalanan Malang, meliuk-liuk di antara pengguna jalan lain. Di dalam hati, Quinsha merapal doa. Semoga perjalanannya ini lancar, tidak terlambat tiba di kampus, dan ujiannya sukses.


**

Assalamu'alaikum

Alhamdulillah bisa hadir lagi. Maaf dua hari ini tidak sempat update karena ada acara di luar kota. Terimakasih buat Sahabat Quinsha yang sudah menanyakan update. Kehadiran teman-teman di lapak ini, memberi arti banyak bagi Kak Nia. Sekali lagi terimakasih.

 


Quinsha Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang