Bab 29 ~ Ini Gambar Apa?

583 98 8
                                    


Begitu tiba di rumah kontrakan, Quinsha bergegas ke kamar mandi. Ya! Tanpa melepas jilbab dan kerudungnya. Hanya kaus kaki yang dibuka dan dilempar sekenanya. Didera teka-teki perihal penyebab rasa pusing dan mualnya, dia segera melakukan beberapa prosedur seperti petunjuk pemakaian. Kini, kedua alat itu tergeletak manis di atas tutup kloset dengan ujung-ujungnya yang basah. Jantungnya berdegup kencang. Berkecamuk tidak karuan. Momen menegangkan ketiga dalam satu bulan ini. Pertama saat menanti detik-detik akad nikahnya dengan laki-laki yang belum diketahuinya sama sekali. Saat itu dia benar-benar tahu arti bertawakkal. Kedua saat bertemu pertama kali dengan lelaki yang telah halal untuknya. Sebaliknya, dirinya pun halal bagi laki-laki itu. Uughh... sepanjang hari itu rasanya sesak napas! Ketiga saat ini. Detik-detik menanti hasil test pack. Memastikan keberadaan bakal bayi mungil di rahimnya. Quinsha berjongkok. Menahan napas. Serius mengamati prosesnya. Satu menit. Resapan pada strip bergerak sangat halus. Dua menit. Satu garis merah muda muncul dan satu lagi sangat samar. Quinsha menghembuskan napas ketika dadanya terasa sesak. Tiap detiknya menguatkan warnanya. Subhanalah! Kini satu garis merah terlihat jelas. Hanya satu? Jadi, Bu Endah salah. Dia yang benar. Semua keluhannya adalah pertanda haid. Sedikit kecewa menyusup di hati.

Eits, belum, belum! Menurut petunjuk pemakaiannya, masih ada satu menit lagi. Semuanya memakan waktu tiga menit. Quinsha menggigit bibir bawahnya. Kembali menahan napas. Jauh di dalam hatinya merapal doa semoga Allah memberikan yang terbaik untuknya. Bergantian dia melihat lebih jeli test pack strip dan compact. Sekarang matanya tertuju pada strip mungil. Laa hawla walaa quwwata illa billah, bisiknya dalam hati. Samar-samar terlihat sebuah garis merah lagi. Itu tanda positifkah? Quinsha melirik test pack compact. Dua garis merah terlihat sangat jelas. Quinsha tergugu. Tidak bisa mendeskripsikan perasaannya. Setitik air matanya jatuh. Dia buru-buru menghapusnya. Namun air itu kembali berjatuhan membasahi pipinya. Ya Allah... dia akan menjadi seorang ibu. Quinsha mengusap lembut perutnya.

Lamat-lamat suara azan shalat Jumat menyelinap memenuhi ruangan kecil di sudut rumah kontrakannya. Berwudu. Itulah yang dilakukannya. Bukankah ketika tidak ada jemari untuk digenggam, tidak ada bahu untuk bersandar, masih ada lantai tempat bersujud1.

**

Reza baru memasuki kamarnya seusai sholat Jumat, ketika ponselnya bergetar-getar di meja meminta perhatian. Sebuah pesan masuk. Reza mematut-matut gambar yang dikirim Quinsha. Dia mencoba mengingat-ingat. Gagal. Dia sama sekali tidak tahu fakta di depannya.

Ini pic apa, Queen?

Quinsha mengirim gambar hasil test pack. Tanpa keterangan. Gambar itu terkirim begitu saja. Dia berharap suaminya akan surprise. Kemudian langsung meneleponnya.

Itu pic hasil test pack, Mas.

Test pack ya? Reza mencoba memindai ingatannya. Tidak ada hasil pencarian.

Ketika tadi pagi dia menyampaikan persoalannya pada Quinsha... Itu persoalan luarnya saja. Teknisnya tentu tidak semudah itu. Rupanya dia benar-benar menganggap masalah pembangunan MH adalah masalah ringan sehingga masih sempat-sempatnya mengirim gambar tidak jelas maksudnya.

Test pack itu apa?

Arrgghhh... Quinsha jadi gemas dengan suaminya itu. Test pack saja dia nggak tau? Padahal itu sangat sepele. Pada pelajaran Biologi di SMA dulu, gurunya sempat menyinggung-nyinggung penyalahgunaan alat ini dan alat-alat kontrasepsi oleh para remaja. Nah, ini suaminya nggak tau?

Nggak tau test pack?

Ck!

Maaf, maaf!

Buru-buru Quinsha mengirim pesan susulan. Ah iya, mana mungkin seorang Reza Alifian Pahlevi akan tahu hal-hal beginian? Pengakuannya dulu, dia alim sejak kecil kan? Ternyata bener ya? Kehidupan remajanya jauh dari hal-hal negatif. Alhamdulillah!

Quinsha Wedding StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang