BAB 9

247 50 4
                                    

"Ekspresi artistik dalam musik merupakan cara para musisi menyampaikan perasaan, ide, atau pengalaman melalui unsur-unsur musikal yang berikut adalah elemen-elemennya..."

Saat ini Jalfie dengan kedua temannya sedang mempresentasikan tugas kelompok yang diberikan oleh Yanuar minggu lalu. Kini giliran kelompoknya lah yang maju untuk mempresentasikan hasil tugasnya.

".... Dengan memadukan elemen-elemen ini, musisi menciptakan karya-karya yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga mencerminkan kekayaan emosional dan ekspresi artistik pribadi mereka."

Mulut nya bergerak membacakan materi powerpoint yang ada di depan layar yang sudah tersambung oleh proyektor. Bergantian dengan Theo dan juga Shreya sebelum nya, bagian Jalfie presentasi ada bagian paling akhir.

"Baik, itu lah pemaparan materi tugas dari kelompok kami dengan judul Ekspresi artistik dalam musik. Saya kembalikan kepada pak Yanuar, terimakasih."

Teman sekelasnya memberikan tepuk tangan untuk kelompoknya. Yanuar yang semula duduk di kursi nya kini ia berdiri mendekat dengan tiga orang mahasiswa nya yang habis presentasi itu.

"Saya persingkat saja ya karna waktu kita akan segera habis. Ekhem, saya suka dengan poin poin penting yang ada di dalam powerpoint kalian, sangat singkat namun jelas dan tidak bikin sakit mata saya ketika saya baca hasil kerja kelompok kalian. Saya suka yang seperti ini, tidak bertele-tele dalam presentasi dan juga tidak hanya meng-copy paste hasil dari Googling saja. Saya—"

Yanuar berceloteh tentang bagaimana dan apa yang harus mahasiswa nya pahami di dalam mata kuliah nya. Hingga waktu mengajar nya telah habis, ia masih saja memberikan petuah untuk mahasiswa nya. Pun dengan Jalfie yang sedikit terlihat malas mendengarnya, berniat ingin memberi tahu kepada Yanuar bahwa waktu mengajar nya sudah habis.

"Maaf pak saya potong, tapi jam mata kuliah bapak sudah habis. Dan kebetulan lagi sehabis ini kita langsung ada jam mata kuliah yang lain. Jika bapak berkenan untuk kita lanjutkan percakapan ini di kuliah bapak selanjutnya, bagaimana?" Jalfie.

Teman-teman nya menatap Jalfie, dia berani sekali untuk berbicara seperti itu pada Yanuar.

"Ah baiklah, saya akhiri pertemuan kita hari ini. Tolong rapihkan proyektor nya kembalikan keruangan saya, selamat siang."

"Siang pak, terima kasih pak..." ucap seluruh mahasiswa.

Theo menyikut Jalfie.

"Gila lo, bisa-bisanya bilang kaya gitu ke pak Yanuar."

"Ya dia ngoceh mulu udah tau jam nya udah kelar, harusnya kan tau diri."

"Tapi itu dosen lo anjir..."

"Yang bilang dia bapak gue tuh siapa Theo Bagas."

"Udahlah Te, lo tau sendiri kan gimana Jalfie. Mending beresin aja nih proyektor nya, lo yang balikin ya Fie." Ucap Shreya.

"Gue? Engga ah, Theo aja."

"Ga mau, lo aja."

"Lagian pr banget si proyektor di kelas pake rusak segala, gembel banget. Jadi harus pake punya dia kan."

"Lo tuh ngedumel mulu heran." — Theo.

"Buruan Fie, daripada kena amuk nanti." — Shreya.

"Iya iya bawel banget kenapa si."

Dengan malas, Jalfie mengantarkan proyektor milik Yanuar ke ruangannya.

Sesampainya di depan ruangan Yanuar, Jalfie mengetuk pintu nya terlebih dahulu, biar benci gimana pun ia tetap harus sopan dengan beliau.

Terdengar suara dari dalam mempersilahkan Jalfie masuk.

"Saya kesini mau antar proyektor bapak."

"Oh iya, taruh di sebelah printer saja."

Jalfie menurutinya.

"Sudah saya taruh disini ya pak, kalau begitu saya permisi dulu."

Jalfie kemudian berbalik badan untuk pergi dari ruangan Yanuar, sebelum sampai tangannya menyentuh pada knop pintu, suara sang dosen menginterupsi nya.

"Saya akan membicarakan soal 'kita' kepada orang tua saya."

Jalfie pun hanya mendengarkan nya, kemudian ia mengangguk tanpa mau berniat menjawab ucapan Yanuar.

Setelahnya ia benar-benar menghilang dari pandangan Yanuar, pun menghela napasnya lelah. []


Haiii, boleh aku minta feedback nya? Terimakasih buat semua yang baca ini, stay healthy yaa!!

Lecturer Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang