11.

18.9K 1.6K 44
                                    






"Asher, lo yakin? Dia terlalu lemah kalo buat jadi musuh kita. "

Asher melirik sekilas pada temannya, Caiser. Dia terlalu malas berdebat, dan lagi dia masih emosi mengingat seberapa takutnya Elio.

Urat di sekitar wajah Asher menonjol, dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi pada sang adik bungsu. "Dia udah lukai adek gue, sialnya gue baru tau kalo selama ini dia korban bully. "

Alis Caiser terangkat sebelah. Apa alasan Asher mau melawan geng kroco itu hanya karena adiknya dibully? Tapi bukankah kedua adiknya itu bukan tipikal orang yang mudah ditindas?

"Sher, gue tau lo mungkin marah, tapi geng nya dia itu terlalu lemah buat jadi lawan kita. Lo mau anak orang mati di tangan lo? Gue sih ogah ya. " Caiser berucap seolah tidak peduli akan perubahan atmosfer di sekitar.

"Lo pikir gw peduli Caiser?" Asher menggertakkan giginya. Dia menatap wajah Caiser. Menyorot manik biru itu tajam.

Jarak mereka begitu dekat. Jika ini cerita dengan genre berbeda. Mungkin sedikit lagi mereka akan berciuman, lalu saling melumat dan berakhir di ranjang.

Tapi karena ini cerita normal, wajah Asher terlihat menyeramkan bagi Caiser.

"Turuti perintah gue... Atau lo bakal ngeliat gue menggila." Asher beranjak ke tempat temannya yang lain. Setelah mendiskusikan tentang Fero menjadi musuh dan targetnya dengan Caiser.

Caiser masih mematung di tempat, posisinya masih sama. Dia sungguh terkejut. Meski dia dan Asher sudah kenal dan berteman sedari kecil. Caiser juga tau sifat Asher, tapi tetap saja dia selalu dibuat terkejut oleh gerakan tiba tiba yang Asher lakukan.

"Wow, apa tadi? Gue, gue hampir cipok sama itu bocah? Anjir huwekkk gue masih lempeng ya Tuhan! "

Caiser langsung pergi ke kamar mandi, dia tidak memperhatikan jika sedari dari ada tiga curut yang menatapnya aneh.

"Bima, tu idola lo kenapa? "

"Ha? Gue ga tau Yudas. Dafa, menurut lo itu bocah kenapa? "

"Lo tanya gue? Mana gue tau lah curut."

"Harusnya sih elo yang paling tau. Lo kan deket tuh sama Caiser."

Yudas mengerling jijik. "Sorry yah, gw lebih suka yang montok dari pada yang tepos kek Caiser."

Plak!

"Maksud si Dafa, lo yang paling tau si Caiser dari pada kita tolol!"

"Sakit anjing."

"Makanya punya otak di pake bangsat."

"Ya elu sih Daf, bikin pertanyaan ambigu banget tau gak. Otak gue kan jadi traveling. "

"Dasar kaum fudan. Nyesel gue tanya begituan ama lo. Otak lo isinya uke sama seme semua anjir. "

Yudas mengangkat bahu acuh. Dari pada memikirkan kedua curut  got, dia memilih menghampiri Asher dan bertanya apakah dia serius tentang keputusannya.

Dafa dan Bima saling pandang cukup lama. "Bim, menurut lo adiknya Asher yang mana yang dibully? "

"Hm? Gue ga tau, mungkin aja si Farel? Setahu gue cuma dia satu satunya keluarga Asher yang paling tertutup. Ah ngomongin soal Farel, gue masih punya dendam pribadi sama tu bocah songong. Masa dia buka aib gue di depan ceweknya si Arthur. "

Dafa merotasikan matanya. "Ya itu sih salah lo sendiri, ngapain lo buka celana di depan tu bocah? Udah gitu sempak lo gambarnya hello kitty pula. Gimana gak jijik coba. "

Became A Favorit Figure - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang