Bagian 06

514 28 16
                                    


Kalo ada typo, mohon koreksinya ya.
Vote & komen kalian sangat berharga buat tiap penulis.

💢

"Gus, Gus, ntar balik sekolah jalan-jalan skuy?"

Gus Abidzar bergeming kecil. Lelaki yang tengah sibuk menyisir rambut sebelum mengenakan songkok kebanggaannya itu pun berkomentar.

"Mau jalan-jalan kemana? Hafalan kamu aja belum tuntas."

"Ih... Muter-muter aja...! Lagian nih otak rasanya udah mau pecah tahu!"

Aqila beranjak dari duduknya di tepian kasur. Minyak wangi milik suaminya itu lantas ia sahut dan ia semprotkan ke seluruh badannya, membuat Gus Abidzar keheranan dan merebutnya sebelum aroma wangi tersebut berganti nyegrak di hidung.

"Jangan pakai minyak wangi, Aqila," serunya agak marah lantaran Aqila enggan menyerahkan begitu saja.

"Di madrasah ada banyak Ustadz. Kecuali kalau kamu pakai di dalem pesantren nggak apa-apa." Satu tarikan, sebotol minyak wangi varian kasturi itu berpindah tangan. Gus Abidzar letakkan di rak paling atas lemari, supaya tubuh pendek Aqila tak bisa menggapainya.

"Terus? Gus boleh pake minyak wangi, sedangkan aku nggak boleh? Padahal di madrasah jumlah cowok sama cewek banyakan cewek," sanggah Aqila, tak mau kalah.

Gus Abidzar santai dan lemah lembut balik bertanya. "Memangnya saya pake minyak wangi, Aqila?"

Spontan Aqila mengendus. Tak ada bau apapun kecuali pewangi pakaian. Sudah asli dari setelah dicuci.

Mendengus sebal, kaki Aqila mencak-mencak. Ia sahut bukunya yang baru ia ambil di asrama, tergeletak di meja rias depan Gus Abidzar dan melenggang pergi dengan perasaan dongkol.

"Emang bagusnya kita nggak usah disatuin jug," cibir gadis itu, melengoskan wajah.

"Gemasnya..." ucap Gus Abidzar geleng-geleng.

💢

"Nggak sarapan dulu, Aqila?"

Seketika langkah Aqila berhenti. Ia berbalik, menghadap wanita paruh baya yang tak lain adalah Umi. Ada Abi juga adik Gus Abidzar juga di ruang makan sana.

Aqila pun mendekat, bersamaan Gus Abidzar baru keluar dan ikut bergabung. Melihat menu sarapan di atas meja tersebut, Aqila tak kuasa untuk pergi begitu saja. Perutnya keroncongan dan lidahnya bergoyang dalam mulut.

Ia menggeser kursi. Buku-bukunya ia pangku lebih dulu.

Gus Abidzar hanya bergabung sebentar. Ia meraih sebuah apel yang sudah dikupas oleh Umi dalam sebuah piring. Setelahnya beranjak hendak pergi tanpa sepatah kata.

"Kamu nggak sarapan dulu, Dzar?"

Yang ditanya Gus Abidzar, yang kaget dan bingung Aqila. Tentunya sebagai istri dia yang harus perhatian pada suami. Dan di hadapan Umi pun ia harus berusaha jadi yang profesional.

Maka, Aqila berdiri, menghadang laki-laki bertubuh bongsor tersebut dengan senyum merekah manis.

"Mas Abi nggak sarapan dulu?" tanyanya lembut. Untuk kejadiaan dia kaku, ketus serta jutek harus ia hilangkan di depan keluarga Gus Abidzar. Dengan kata lain... Aqila tengah melakukan perannya dalam drama.

Menyaksikan itu, Gus Abidzar susah payah menahan sesuatu yang menggelitik perutnya. Bibirnya pun berkali-kali berkedut tak kuasa. Akhirnya ia menoleh ke samping.

"Umi masaknya butuh tenaga. Kalo pergi gitu aja kan—"

"Buatin saya bekal aja," potong Gus Abidzar cepat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 29, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

GUS ABIDZAR Where stories live. Discover now