4 - Cube

21 2 0
                                    





Sudah hampir sebulan setelah kejadian lempar-tangkap bunga dipernikahan Tia. Widya kadang masih membanggakan kepada teman-temannya, bahwa mungkin saja Angga akan menyusul Tia karena mendapatkan buket bunga tersebut.

"Iya bu.. tau nggak sih, saya kaget pas tau Angga dapet. Anaknya tumben-tumbenan mau ikutan kayak gitu. Mungkin emang udah sadar umur kali ya, jadi kepingin dapet pasangan juga" oceh Widya sambil menelpon salah satu temannya.

Angga menatap Indra, Papanya yang sedang menahan tawanya sambil memakan sarapannya. Ia memandang heran, karena jelas bukan Angga sendiri yang mau mendapatkan bunga. Tetapi ada perintah dari mamanya sendiri. Tanpa suara, dirinya memakan bubur kacang hijau yang sudah mamanya siapkan dengan roti tawarnya.

"Saya mah siap kapan aja, apalagi yaaa pas acara lempar bunga gitu pake nyangkut gitu sama perempuan. Cantik lagi perempuan.. duh kayaknya saya harus siap-siap buat nerima mantu deh kalau begini kejadiannya begini." Widya semakin heboh menceritakannya.

"saya sih nggak tau namanya, ntar saya coba tanya sama Tia.. kayaknya dia kenal"

Widya menengok kearah meja makan dan sedikit terkejut melihat Aangga sudah turun, tanpa memutuskan sambungan teleponnya.

"iya-iyaa.. kalau begitu have fun jalan pagi sama suaminyaa bu. Iya-iya lusa nanti kita ketemu di Osteria. Iya buu, dah" ucapnya mengakhiri percakapan dengan sahabatnya. Setelah menyelesaikan telfonnya, Widya menuju dapur dan kembali keruang makan dan memberikan satu tas berisikan makanan siang milik Angga.

"Ini tadi mama buatin tahu telur petis kesukaan kamu, sama ada tambahan tumis buncis. Soalnya tadi setengah porsi tahu telornya dimakan sama Anin sebelum kuliah" jelas Widya kepada anaknya yang masih sibuk memakan Bubur Kacang Ijo sambil membaca berita melalui Ipad.

"Oh iya pah, papah kayaknya harus mulai ikutan jalan pagi kayak Pak Ali deh. Tadi Ibu Ali nelfon Mamah, katanya mau jalan pagi gituu" ucapnya sambil memberikan obat rutin Indra dan segelas air putih.

Indra menerima obat dan air putih dari isterinya, "Iya mah, Papah juga bisa ikut jalan pagi kalau weekend doang atau memang si anak kita satu ini mau take over semuanya."

Angga hanya membalas melirik papanya dan pura-pura tidak dengar. Menurutnya, mengurus satu perusahaan yang sebesar itu saja bisa membuatnya sibuk setengah mati. Jika ada Papanya, dirinya bisa membagi sedikit pekerjaan. Apalagi, keluarga dari pihak papanya, ada yang masih haus akan kekuasaaan. Jadi, Angga masih tidak percaya untuk meminta bantuan kepada siapa-siapa. Kecuali, kepada keluarga Tia, Taruna dan Papa mereka, Om Agus adalah adik kesayangan papanya, karenan disaat papanya jatuh bangun perusahaan ini, ia selalu ada disamping papanya.

Indra kembali membaca korannya setelah melihat anggukan anaknya. Melihat jam sudah menunjukan hampir pukul setengah 10, Angga langsung mencium pipi Mamanya. "Ma, nggak bosen apa cerita-cerita kalau Angga dapat bunga melulu?" tanyanya sambil memakai jas hitamnya, dan melihat Mamanya sudah bertelfon ria dengan temannya yang sedang membahas masalah bunga, kembali.

Widya tertawa, "jelas nggak dong! Mama bangga banget, siapa tau beneran habis ini kamu nyusul Tia."

Angga mendesah pendek, "iya-iya doain aja Angga bisa nyusul" ujarnya agar Mamanya tidak mengoceh terlalu panjang.

Angga menghampiri Papanya dan menyalaminya, "Aku berangkat dulu, ntar Angga ketemu sama Jodan mau bahas tender Rumah Sakit itu. Lusa aku mau ketemu sama perusahaanya bahas proposalnya"

Indra mengangguk, "Iya, ntar kabarin papa aja berita bagusnya"

*

Jodan memberikan segelas Ice Americano kepada Angga. Hari ini mereka melakukan pertemuan dengan pihak Rumah Sakit untuk membahas dan memerika Proposal pembangunan Rumah Sakit di Jambi. Jika mereka menang tender, Jodan lah yang akan mewakili Perusahaan untuk ke Jambi. Karena Angga yang akan mengurus segala sesuatu di Jakarta.

SQUAREWhere stories live. Discover now