4. Tetap egois

90 20 1
                                    

Selamat datang bulan september... Semoga aku diberi kelancaran dalam nulisnya, dan semoga hal baik selalu menyertai kita semua... 😌😌😌

Selamat membaca & selamat datang pembaca baruu ♥️♥️♥️

***

"Aku gak akan ngabulin apapun keinginanmu. Titik."

Nabila mendesah. Ternyata benar, pria yang memeluknya ini masih Ares yang sama. Lelaki keras kepala dan egois. Lagipula tujuannya mengatakan hal itu tidak lebih untuk membuat Ares mau bersahabat dengannya lagi tanpa mengungkit perasaan Nabila dan Ares tidak perlu mengasihaninya lagi.

Jika mau berbaikan, ya baikan saja. Tanpa ada embel-embel cinta.

"Lep-lepasin Res, engap tau gak."

Setelah mengurai pelukan, Ares menangkup kedua pipi gadis itu, gemas. "Kita beneran baikan ya? Janji, gak boleh ninggalin aku lagi. Gak boleh kabur-kaburan lagi. Masih kurang cukupkah waktu enam tahun untuk bikin aku menderita?"

Bibir Nabila sudah maju beberapa senti, Ares terlalu kuat menekan pipinya hingga membuat bibir itu mengerucut. Satu delikan tajam yang diberikan Nabila, berhasil membuat Ares melepasnya dengan terkekeh pelan.

Pujian yang sempat Ares lontarkan tadi bukanlah gurauan semata, mala mini Nabila memang telihat lebih cantik. Dengan mengenakan kebaya modern berwarna peach, dipadukan dengan bawahan bermotif batik. Entah itu rok atau apa, Ares tidak tahu namanya. Yang ia tahu perempuan itu benar-benar sangat anggun dengan rambut yang digelungnya tidak terlalu rapi meninggalkan beberapa helai anak rambut, menjuntai didepan telinganya. Wajahnya tidak jauh berbeda seperti enam tahun yang lalu, hanya saja yang ini dalam versi dewasa.

"Kapan sih kamu bisa berhenti bersikap egois?"

Lagi-lagi Ares terkekeh, "Gak bakal bisa kayaknya."

"Ngeselin." Nabila berbalik , berjalan untuk memasuki rumahnya melalui pitu belakang.

"Hey tunggu...."

Aku memang egois. Bahkan egoisku pernah membuatmu terluka.
Tidak hanya kamu, aku pun turut terluka.
Itulah salahku dulu.

Sekarang pun aku masih egois. Tapi egoisku yang ini tidak akan menyakitimu.
Aku berjanji.
Setelah ini hanya kebahagiaan yang akan menghampirimu.

Percayalah.
(Areskana)

***

Di ruang keluarga, kedua orang tua Nabila masih mengobrol dengan kerabat jauh yang memutuskan menginap. Bukan sesuatu yang serius sepertinya, karena perbincangan mereka diselingi dengan tawa kecil. Sedang si pemilik acara sudah tidak terlihat disudut manapun, mungkin tengah membersihkan riasan di dalam kamar.

Nabila berdiri canggung di pintu penghubung antara ruang makan dan ruang tengah. Bagaimana tidak, sedang Ares tidak bosan mengikuti setiap pergerakannya. Kalau seperti itu terus, bagaimana Nabila bisa masuk ke kamarnya. Ditatapnya laki-laki itu dengan kesal. "Kita udah baikan 'kan? Keinginanmu udah ku kabulin. Sekarang ngapain kamu masih disini? Malu tau gak sama saudara-saudara Papa Mama ku."

"Kamu ngusir aku nih?"

Nabila memutar bola mata. "Gak ngusir juga. Kamu lihat sekarang udah jam berapa?" Tunjuknya pada arah jam dinding.

"Masih jam sebelas."

"Yaudahlah terserah kamu, aku mau ke kamar dulu. Awas, jangan coba-coba ngikutin aku lagi," Nabila mengancam.

"Aku bakal pulang asal kamu ngasih kontakmu dulu." Ares meghentikan pergerakan dengan mencekal pergelangan tangan wanita itu.

"Gak!"

Future In Your EyesWhere stories live. Discover now