17 Mesin Waktu

9.4K 773 209
                                    

Happy reading 🦋

🦋 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  🦋

°

°

°

"Kalian kenapa jadi saling bentak? Ini masalah Umi, bukan masalah kalian berdua. Kenapa jadi kalian yang marah-marah?" suara tegas umi membuat Afta dan Zahwa menunduk.

"Maafin, Zahwa, Umi."

"Ada masalah apa?" tanya umi.

Afta menoleh pada Zahwa. Detak jantungnya berpacu dengan cepat. Takut jika uminya tahu semua ini.

"Hanya masalah kecil, Um----"

"Masalahnya besar, Umi." Zahwa memotong ucapan Afta. Melirik tajam pada pria yang lagi-lagi ingin berbohong. "Masalahnya besar, Umi. Lebih besar dari masalah Umi dan Abi."

Atensi umi langsung mengarah pada Afta. "Ada apa, Afta?"

Zahwa menatap tajam pada pria itu.

"Minta maaf sama umi. Akui semua kesalahan kamu di depan umi! Jangan ada yang terlewat sedikit pun. Sampai aku temui satu kebohongan keluar dari mulut kamu, lihat apa yang akan aku lakukan!! Akui semua dosa kamu!"

"Zahwa pamit ke rumah Abang Birru, Umi. Assalamualaikum."

Afta hendak menahan tangan Zahwa, tapi umi lebih dulu menahan Afta. Iris matanya terlihat marah. Seperti ada api besar di sana.

"Ada masalah apa, Afta?!" Tanya umi penuh penekanan.

"Afta bingung harus cerita mulai dari mana, Umi."

"Inti dari masalah kalian apa?!"

Afta menunduk. "Zahwa tahu kalau Afta masih berhubungan dengan Aylin."

PLAK

Tamparan Zahwa yang tadi saja belum hilang panasnya. Sekarang di tambah tamparan umi yang tidak jauh lebih keras.

"Masih berani kamu berhubungan dengan Aylin? BERANI KAMU MEMBAWA PEREMPUAN LAIN DI RUMAH TANGGA KALIAN?!" Jari telunjuk umi mengarah tepat di depan mata Afta.

"Bahkan Abi kamu yang kamu bilang bajingan itu lebih suci daripada kamu, Afta. Dia berpoligami, tapi kamu berpacaran. Kamu, astagfirullah." umi mengusap wajahnya, kacau.

"Kenapa harus kamu, Afta?! Kenapa harus kamu, Nak. Bertahun-tahun Umi nutupin semua luka umi, bertahun-tahun Umi tutupi sifat buruk Abi, supaya kamu tidak melihat yang tidak semestinya. Berharap anak umi satu-satunya ini bisa jadi laki-laki baik."

"Maafin, Afta, Umi." Isak tangis pria itu terdengar.

"Ingatan soal empat tahun yang lalu masih teringat, Afta. Mati-matian kamu berjanji pada umi dengan kalimat bahwa kamu tidak akan berhubungan dengan Aylin, tidak akan berhubungan dengan perempuan yang tidak memiliki ikatan denganmu. Mati-matian umi membujuk Abimu. Kamu tahu apa yang Abimu katakan waktu itu? Dia selalu mengatakan Afta itu anak tidak berguna, tidak bermoral, tidak bertuhan, anak haram. mati-matian, nak, Umi membela kamu di depan Abi. Umi bersujud di kaki laki-laki yang mengkhianati umi, mencium kakinya memohon supaya anak umi tidak dihukum. Harga diri umi terbunuh di sana. Dan sekarang kamu yang membunuh harga diri umimu sendiri."

Tubuh Afta jatuh, ia memeluk kaki umi. Menangis memohon maaf. Ia tahu ini kesalahan yang paling fatal. Mungkin susah untuk dimaafkan.

"Tangan umi tidak pernah berani memukul kamu ataupun  almarhum Dhuha, Abangmu. Dan hari ini umi juga tidak bisa, tidak bisa, Afta. Ini seperti dicekik dua tali sekaligus, nak. Umi sampai bingung harus menangisi yang mana lebih dulu. Soal Abimu atau kamu."

Mesin Waktu (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now