08. Past and Present

708 130 16
                                    

CHAPTER 8 - Past and Present


Kantin cukup sepi siang ini. Hanya ada beberapa murid yang baru saja selesai olahraga datang kesini untuk menghilangkan dahaga setelah lari keliling lapangan dan beberapa murid lain yang kebetulan sedang jam kosong.

Aku baru saja masuk ke kantin sendirian karena Audy memilih untuk ganti baju duluan, pemandangan pertama yang menyapaku adalah sosok Bagas yang duduk membelakangi pintu masuk. Di samping Bagas ada Lando. Mereka berdua tidak menyadari kehadiranku.

Aku benci Bagas. Dua hari yang lalu Bagas resmi berstatus sebagai mantanku. Hubungan berumur dua  bulan kami kandas karena cowok itu tiba-tiba jadian sama Ami, dan itu terjadi di luar sepengetahuanku.

Kebersamaan Bagas dan Lando adalah hal yang asing mengingat mereka tidak begitu akrab. Mereka tidak satu kelas dan tidak satu ekskul juga. Kebersamaan dua orang yang kubenci ini harusnya membuat langkahku langsung menjauh. Namun niat itu terurungkan ketika aku mendengar namaku disebut oleh Lando.

"Kemarin lo sempat jalan sama Citra, kan? Kok tiba-tiba jadi sama Ami, sih? Ami kan temen sebangku Citra," ucap Lando dengan nada biasa saja.

Diam-diam, aku duduk di kursi belakang Lando, menyimak percakapan itu tanpa sepengetahuan mereka.

Bagas diam saja. Padahal aku penasaran setengah mati.

"Ah, gue tahu, pasti karena lo sadar kan Citra sebenernya biasa aja? Cewek itu emang nggak ada istimewanya kecuali gampang diisengi. Jelas cantikan  dan pinteran Ami sih. Walaupun sebenernya cewek gue yang paling cantik satu sekolah," sahut Lando.

Bagas tertawa. Tawa yang membuatku seperti habis dilempar balok.

"Iya sih, Citra membosankan," jawab Bagas enteng.

Mataku mendadak terasa panas. Dadaku seolah diremas tangan tak kasat mata. Aku benci mulut lelaki. Baik Bagas dan Lando mulutnya sampah sekali.

Dengan perasaan sakit bukan main, aku bangkit dari dudukku dan meninggalkan kantin.

Aku tahu aku memang tidak secantik Ami atau Tiara si pacar Lando, tapi apa perlu mereka menjadikan itu lelucon? Apa mereka memang sering membicarakan dan menjelek-jelekan perempuan begitu? Kalau iya, aku sumpahin mereka impoten.

Sisa hariku mendadak buruk karena mendengar percakapan sialan itu. Aku tak bersemangat belajar, tak bernafsu makan dan yang ingin kulakukan adalah segera pulang.

Jarak sekolah dan rumahku sebenarnya tidak terlalu jauh. Namun, aku lebih suka naik bus karena lebih cepat, walaupun kalau lagi sial kadang menunggu bus memakan waktu cukup lama.

Aku baru saja melintasi lapangan, sosok Lando muncul. "Pulang bareng nggak, Cit?"

"Nggak," tolakku mentah-mentah.

"Gue bawa motor. Mending ikut gue deh daripada nungguin bus. Lama tau."

"Mending gue jalan kaki daripada naik motor lo dan dipelototin cewek lo yang paling cantik satu sekolah itu."

"Tiara udah balik duluan. Ikut gue aja, gue kadang bingung soalnya kalah ditanya nyokap kenapa nggak bareng lo aja."

"Nggak mau. Nggak sudi banget pulang bareng lo."

"Idih, sombongnya." Lando berdecak dan menatapku sok ngambek.

"Kenapa? Karena gue cewek biasa aja jadi gue nggak boleh sombong? Terus cewek kayak Ami atau Tiara boleh? Karena dia punya tampang cantik yang bikin cowok-cowok kayak lo ileran jadi dia bebas ngapain aja?!" balasku lebih ketus dan emosional daripada yang sempat kurencanakan.

How to Break a HeartbreakerWhere stories live. Discover now