☆ 01 ☆

67.4K 3K 203
                                    

🍬 Happy reading 🍬

.

.


"Daddy, Asa besok beneran boleh sekolah, kan?"

Angkasa, anak bungsu dari pengusaha sukses yang di segani banyak masyarakat dan sudah memenangkan rekor mengekspor jenis makanan terbanyak ke luar negeri.

Mereka hidup di rumah dua tingkat sederhana, tak ada maid ataupun pengawal.

Di bawah atap rumah itu terdapat empat laki laki yang hidup dan beraktifitas di dalamnya, tak ada seorang 'perempuan' kendati wanita yang melahirkan ketiganya sudah lebih dulu meninggalkan mereka karena sebuah penyakit.

"Hmm, tak ingin melanjutkan homescholing mu?"

Angkasa menggeleng ribut mendengar pertanyaan dari Daddynya. "Daddy udah janji sama Asa!"

Anak itu sudah bosan terus di rumah tanpa boleh menginjakan kaki ke luar gerbang tanpa stroller, laki laki di sekelilingnya memang tak pernah membiarkan Angkasa lepas dari pengawasan sedikitpun. Jika, mereka semua mempunyai urusan dan tak ada guru private yang merangkap langsung menjadi baby sitter maka Arthur akan mengajak anak bungsunya ke kantor.

Aaron menaruh sendok dengan kasar hingga menimbulkan suara dentingan dari piring, manik obsidiannya menatap si bungsu dengan tajam. "Tetap di rumah."

"Ndak! Daddy udah janji sama Asa tapinya!"

"Jadilah kucing penurut, Asa." Aaron merendahkan nada bicaranya.

Angkasa turun dari bangku, membawa kaki kaki kecilnya melangkah mendekati Arthur yang sudah merentangkan tangan. Tubuh kecilnya dengan mudah di dudukan di satu paha sang Daddy.

"Tidak perlu kasar, son. Biarkan dia menghirup bebas udara luar kali ini."

Aaron mendengus kasar, ia hanya tak ingin adik bungsunya kenapa napa. Jika ada sesuatu yang tak di inginkan bagaimana?

"Allan kau menyetujui itu?"

Yang di tanya diam sejenak, kembali menyuap nasi beserta sup nya dengan khidmat. "Terserah."

Arthur mengelus punggung sempit anak di pangkuannya, memberi kata kata penenang agar jantung si kecil tak berdetak kencang lagi, karena ia bisa merasakannya.

"Asa gak suka bang Aaron, Dad .." Cicitan itu membuat Arthur reflek mengangguk, memberi usapan lembut pada ceruk leher putih anaknya yang sudah memerah.

"Allan buatkan susu untuk adikmu, Dad ingin menidurkannya."

Allan segera bangkit setelah meneguk air mineral untuk membasahkan tenggorokannya, berlalu pergi meninggalkan meja makan dengan keheningan.

"Aaron duluan."

Setelah tak ada suara beberapa detik kemudian, Angkasa menjauhkan wajah dari leher Arthur, menatap kursi kosong yang tadi abangnya dudukan.

"Daddy .." Panggilan mencicit itu membuat Arthur kembali mendekap tubuh yang lebih kecil.

"Kenapa, hm?"

Angkasa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang