chapter 14

7.1K 622 2
                                    

~Happy Reading













Bosan. ya, Izumi sangat bosan. Tak di sangka ternyata Sovia terlelap selama ini----4 jam.

melirik kecil jendela yang sedikit terbuka, terlihat hari sudah gelap. Itu tandanya sebentar lagi Bara akan pulang kerja.

Sebenarnya Izumi sangat ingin menemui pria itu dan meminta penjelasan tentang ketidakpastian yang Bara berikan kemarin malam. Namun, mengingat kondisi Sovia yang jauh dari kata baik Izumi memilih untuk mengesampingkan kepentingannya.

"Eunggh..."

Suara lenguhan itu sukses membuat lamunan Izumi buyar. Gadis itu dengan cepat menghampiri Sovia yang kini tertunduk di atas ranjangnya.

"Sovia?" Panggil Izumi, namun tak kunjung mendapat respon seperti biasanya.

Tak ada eskpresi ceria serta tatapan lembut yang Sovia berikan seperti biasanya. hanya ada tatapan kosong di kedua iris violetnya. Tentu saja, itu semakin membuat Izumi khawatir.

"Sovia? Kamu enggak papa?" Tanya Izumi sekali lagi, kali ini di sertai dengan pelukan hangat miliknya.

Izumi tahu Sovia bukan dalam kondisi baik-baik saja, namun ia malah mengajukan pertanyaan tak bermutu seperti itu. Izumi merutuki kebodohan nya sembari mengelus pundak mungil Sovia yang mulai bergetar.

"Hiks...kak! Ini enggak bener kan? Hiks.. to--tolong bilang ini semua cuma mimpi!" Racau Sovia di sela-sela tangisannya.

Tak tahu harus berbuat apa, Izumi hanya dapat diam tanpa berhenti mengelus lembut pundak mungil Sovia.

Jujur saja, dirinya bukanlah sosok yang dapat menghibur seseorang yang sedang dalam masa terpuruk. Jadi, Izumi memilih diam dari pada membuat suasana semakin runyam.

"Masa depanku kak...hiks, aku harus gimana?! Hiks...aku harus bilang apa ke kak Bara? aku ta--takut"

Izumi bingung harus berkata apa, tetapi di sisi lain dirinya ingin tahu apa yang telah menimpa Sovia. Meski sudah ada jawaban yang sedari tadi menganggu benaknya, tetapi Izumi membutuhkan jawaban yang keluar langsung dari bibir Sovia.

"Sovia? Hei, tenang. Coba cerita ke kakak, sebenarnya kamu kenapa?" Tanya Izumi, tetapi Sovia malah semakin mempererat pelukannya.

Izumi menghela napas panjang, sepertinya Sovia belum siap menceritakan apa yang tengah menimpanya saat ini. Jadi, Izumi tak berusaha bertanya lebih lanjut. Mungkin Sovia membutuhkan waktu, pikirnya.

🥀🥀🥀

Izumi menatap salad sayur kesukaanya datar. Gadis itu merasa tak berselera untuk makan. Sedari tadi yang di lakukannya hanya mengaduk-aduk salad itu tanpa mencicipinya sedikit pun.

Seketika tatatapan Izumi menajam kala seseorang merebut salad di tangannya. Namun, tatapan menghunus itu tak berlangsung lama saat mengetahui siapa pelakunya.

"Jangan cuma di aduk-aduk" ujar Bara yang seketika membuat Izumi menghela napas panjang.

Melihat gerak-gerik Izumi yang terlihat tak bersemangat, Bara mengernyit bingung. Apa Izumi marah karena ia mengurungnya di mansion seharian ini? Pikirnya.

"Kamu marah?" Tanya Bara hati-hati, takut membuat Izumi malah memakinya seperti yang sudah-sudah.

"Enggak, aku cuma lagi pusing aja" jawab Izumi seadanya. Tentu saja, itu sama sekali tak memuaskan Bara.

"Soal kemarin malam, kamu se--"

"Tadi Sovia pulang terlambat, terus pas nyampe mansion keadaanya enggak baik-baik aja. Dia nangis dan penampilannya berantakan" ujar Izumi memotong ucapan Bara yang belum selesai.

Tentu, Izumi tahu kemana arah pembicaraan Bara. Hanya saja, untuk saat ini Izumi tidak bernafsu membahas pernikahan atau apalah itu di saat Sovia tengah menyembunyikan sesuatu yang pastinya bukanlah hal baik.

Menurut Izumi, perihal Sovia lebih penting ketimbang pembahasannya dengan Bara kemarin malam. Tidak, Izumi bukanya tidak perduli, tetapi ia pikir ini bukan waktu yang tepat untuk bersenang-senang di saat adik mereka tengah kesulitan.

"Maksudnya?" Tanya Bara tak mengerti, membuat Izumi gemas setengah mati.

"Aku sempat ganti seragam sekolah Sovia dan aku lihat di tubuhnya ada bercak-bercak merah yang ganggu pikiranku sampai sekarang. Aku takut seseorang udah----Bar, kamu ngerti kan?" Izumi tidak sanggup melanjutkan ucapannya.

Gadis itu menatap Bara penuh harap, berharap Bara mengerti apa yang di maksudnya. Walau Izumi sadar ia menjelaskan dengan tidak jelas.

"Aku ngerti jadi kamu enggak perlu lanjutin"

Seketika Izumi menghela napas lega.

Sementara itu, Bara diam-diam mengepalkan tangannya kuat di bawah meja makan. Pria itu sebisa mungkin tak menunjukkan kemarahannya mendengar ucapan Izumi. Ia akan memastikannya sendiri setelah ini.

"Mau kemana?" Tanya Izumi sembari mencekal salah satu pergelangan tangan kekar Bara yang bersiap berlalu meninggalkan ruang makan ini.

"Samperin Sovia" jawab Bara jujur. Melihat itu, Izumi dengan cepat menggelengkan kepalanya dan kembali menuntun Bara untuk menduduki salah satu kursi di sana.

"Jangan Bar. Aku rasa Sovia masih butuh waktu, jadi...tolong biarin aku yang bicara sama dia. Aku rasa Sovia bakal lebih nyaman cerita ke kakak perempuannya"

Seketika Bara tersenyum hangat. Tak di sangka Izumi begitu perduli dengannya juga adiknya. Bahkan Izumi menganggap dirinya adalah 'kakak perempuan' Sovia.

Tanpa kata Bara memeluk Izumi erat dengan senyum manisnya. Izumi tidak menolak, gadis itu ikut membalas pelukan Bara padanya.

"Makasih" ujar Bara lirih, membuat kening Izumi berkerut samar. Tidak mengerti.

"Makasih untuk apa?" Tanya Izumi tidak paham.

"Makasih karena udah perduli sama Sovia"

Izumi menggeleng mendengar ucapan yang di lontarkan Bara.

"Enggak usah berterimakasih, udah seharusnya aku perduli sama adikku sendiri"

"Tapi Sovia---adikku, bukan adik kamu"

Mendelik tajam, Izumi lantas melepaskan pelukan Bara padanya sedikit kasar. Gadis itu bersedekap dada dengan tatapan sinisnya.

"Enggak usah ngadi-ngadi deh Bar. Sovia emang adikku. Adik iparku, iya kan?" Pertanyaan Izumi nyatanya mampu membuat telinga Bara bersemu merah.




I'm yours ✔️Where stories live. Discover now