Dua Puluh Empat

5.9K 867 10
                                    

another pic of harry on multimedia

"Aku merindukanmu." itulah tanggapan Harry saat melihatku terkejut mendapatinya didalam mobil.

"A-aku.." aku tidak tahu harus berkata apa, batinku.

"Apa kau masih marah denganku?" tanyanya. Kututup pintu mobilku sambil menghela nafas panjang, aku tidak menyangka kalau ia akan berada disini.

"Karlie, jawab aku." desaknya. Aku menoleh, menatap Harry yang memelas.

"Tidak, aku tidak marah padamu." jawabku. Aku mendengarnya mendesah lega, "Apa kau memaafkanku?" tanyanya.

"Aku tidak perlu memaafkanmu, kau tidak berbuat apa-apa padaku."

"Aku membuatmu marah dan kecewa, itu berarti aku harus minta maaf padamu, jadi, apa kau memaafkanku?" tanyanya lagi. Aku memutar bola mata, "Kalau aku bilang ya apa kau akan diam?" gurauku.

Harry mengangguk sambil tersenyum.

"Ya, aku memaafkanmu." Tanpa kusangka Harry mencondongkan tubuhnya dan memelukku dari samping dengan erat, lega sekali bisa merasakan kedua lengannya membalut tubuhku setelah beberapa hari tidak saling bertemu.

Tiba-tiba teringat dibenakku bahwa kemungkinan besar ia adalah ayah dari bayi yang sempat dikandung Lux dan dengan seketika aku mendorongnya menjauh secara refleks. Harry menatapku bingung karena reaksi yang kuberikan.

"Ada apa?" tanyanya.

"Tidak, aku-- lenganku masih sakit karena kecelakaan waktu itu." alasanku masuk akal karena memang lenganku masih sedikit cedera, tetapi luka-luka goresan diwajahku sudah mulai membaik.

"Oh, maaf, aku lupa soal itu. Apa kau tidak ke dokter lagi untuk memeriksa luka-lukamu?"

"Aku ada janji dengan dokter akhir pekan ini," jawabku sembari menyalakan mesin mobil. Sempat terpikir olehku untuk membahas tentang Lux padanya, namun kudorong ide itu kebelakang kepalaku karena kami baru saja berbaikan, aku tidak mau bertengkar lagi dengannya setelah ini. Aku tidak mengambil jalan pulang kerumah melainkan jalan menuju pusat kota karena aku ada janji dengan Gemma untuk pergi kekantor polisi, ia menyuruhku menemuinya disana sepulang sekolah.

"Kau mau kemana?" tanya Harry.

"Bertemu Gemma, kami akan kekantor polisi."

Harry menoleh dengan terkejut, "Untuk apa kalian kesana?"

"Kami ingin membuka kembali kasusmu,"

Harry menganga namun tidak berkata apa-apa.

"Kau selalu bilang bahwa waktumu didunia ini terbatas kan? Berapa lama waktu yang kau miliki?" tanyaku.

"Aku tidak tahu, pokoknya tidak terlalu lama." jawabnya.

****

Aku mengenali mobil Gemma saat aku memarkir mobilku sendiri diparkiran kantor polisi. Gemma keluar dari mobilnya dan melambai padaku, aku melambai balik dan menghampirinya, Harry yang tembus pandang mengikuti dibelakangku.

"Sudah lama menunggu?" tanyaku basa-basi.

"Eh, tidak. Kita masuk sekarang?" tanyanya.

"Apa kau siap?" tanyaku balik.

"Entahlah," jawabnya dengan ragu.

"Kau harus siap, demi adikmu." kataku menyemangati. Harry menatap kakak perempuannya dengan senyuman simpatik dan aku merasa iba melihat mereka berdua.

"Baiklah, demi Harry." kata Gemma mantap sambil menegakkan tubuhnya. Kami bertiga masuk kedalam kantor polisi dan langsung dilayani oleh seorang petugas perempuan berkulit hitam dimeja depan.

"Ada yang bisa kubantu?" tanyanya dengan cuek, tipikal polisi perempuan menyebalkan.

"Um, saya Gemma--Gemma Styles. Saya perlu berbicara dengan petugas yang dulu sempat menyelidiki kasus kematian adik saya," kata Gemma. Petugas tersebut akhirnya memandang kami berdua untuk pertama kalinya dan ia tersenyum lebar melihat Gemma.

"Harry, aku ingat soal adikmu itu, akan ku cek siapa saja yang bertugas saat itu. Tunggu sebentar ya," ujarnya kini tiba-tiba ramah. Aku memberikan pandangan meyakinkan pada Gemma, karena sedari tadi ia terlihat gugup.

"Disini tertulis, opsir Garrett dan opsir Reynolds, dan pimpinan mereka yang bertanggung jawab penuh atas kasus ini adalah Detektif Wilden." katanya sambil melihat kelayar komputer.

"Bisa saya berbicara dengan mereka?" tanya Gemma.

"Tentu, tetapi opsir Garrett sedang keluar karena sekarang adalah jam makan siang. Opsir Reynolds sudah pensiun bulan Maret lalu karena istrinya baru saja melahirkan anak kedua mereka, sedangkan Detektif Wilden juga sedang keluar makan siang saat ini, kusarankan kalian menunggu." jawabnya.

"Bagaimana?" Gemma menoleh padaku.

"Aku tidak apa-apa menunggu, aku tidak ada janji apapun hari ini tetapi kalau kau tidak bisa, biar aku saja bagaimana?" tawarku.

"Aku sebenarnya ada rapat dikantor sekitar satu jam lagi, tetapi aku bisa membatalkannya."

Aku mengangguk dan petugas perempuan tadi mengarahkan kami ke ruang tunggu.

Setelah kurang lebih 20 menit menunggu, seorang lelaki tinggi dengan rambut pirang menghampiri kami.

"Gemma Styles, aku dengar kau ada perlu denganku?" tanya lelaki tersebut.

"Iya, aku perlu berbicara denganmu tentang almarhum adikku."

Lelaki tersebut menoleh padaku dan memberi senyuman. "Baiklah, ayo bicara dikantorku."

Aku dan Gemma bangkit berdiri mengikutinya kekantor yang dimaksud, ia membukakan pintu dan mempersilakan kami berdua masuk terlebih dahulu. Kemudian ia melepas jaket yang dikenakannya dan menyuruh kami berdua duduk dikursi yang berseberangan dengannya.

"Jadi, ada apa dengan almarhum Harry?" ia meletakkan kedua tangannya didagu. Gemma menoleh padaku, menyuruhku untuk buka mulut.

"Kami ingin membuka kasus kematian Harry lagi," jawabku. Detektif Wilden tampak terkejut, "Uh, oke. Sebentar, Gemma dan nona siapa?" ia bertanya padaku.

"Karlie."

"Oke, Gemma dan Karlie. Apa ada alasan mengapa kalian ingin membuka kasus Harry kembali? Karena seingatku orangtuanya menolak kami untuk melanjutkan penyelidikan."

"Ya, memang benar tetapi kami keluarganya telah berubah pikiran." kata Gemma.

"Oh, ia juga keluarga?" tanya Detektif Wilden sambil menunjuk padaku.

"Ya, ia sepupuku." jawab Gemma. Detektif Wilden mengangguk, "Bisa saja kami membuka kasus Harry kembali, tetapi kami butuh persetujuan dari orangtuamu." katanya.

Gemma mendengus pelan disampingku.
"Bagaimana maksudnya? Apa mereka harus kemari dan berbicara denganmu?" tanya Gemma.

"Tidak, aku hanya akan meminta mereka menandatangani beberapa surat untuk memastikan mereka setuju dengan semua persyaratannya. Kau legal dan bisa mewakilkan mereka karena sudah cukup umur, aku bisa menitipkan surat-suratnya padamu dan kau bisa mengantarkannya padaku besok. Bagaimana?" jelasnya.

Gemma menoleh padaku, aku tahu ia tidak yakin karena orangtuanya pasti tidak akan setuju. Tetapi aku ada ide lain jadi aku menoleh pada Detektif Wilden dan mengangguk.

"Baiklah, kami bisa menyampaikan suratnya." kataku.

"Bagus. Aku akan segera kembali," jawabnya sembari meninggalkan ruangan.

"Karlie, apa-apaan kau? Orangtuaku pasti tidak akan setuju," bisik Gemma disampingku.

"Benar, tetapi kita bisa membuat seakan mereka setuju."

"Apa maksudmu?" tanyanya bingung dan aku melihat Harry yang tersenyum mengetahui dari pojok ruangan.

Double update today karena kemarin ga update 2 hari. Vote+comment+follow

Half the love x.

Gone H.S [DITERBITKAN]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora