"happy birthday" (Ihsan - Lisa)

40 3 0
                                    

Kelopak mata Lisa mengerjap sebentar ketika sinar matahari mengintip masuk dari jendela kamar tidurnya, perlahan bergerak menyinari wajahnya.

Wajah Ihsan adalah yang pertama kali dilihatnya pagi itu. Si orang yang biasanya senyam-senyum itu, kini masih pulas tertidur. Tanpa menyadari, Lisa tersenyum sendiri melihatnya. Meski sudah menua, ada yang tidak pernah berubah darinya. Wajah yang menyembul dari balik pagar rumah Lisa, tanggal 18 Februari, 30 tahun silam. Ingatan pertamanya.

---

"happy birthday, Sa!" Kata suara riang itu. Masih cempreng. Maklum, belum puber. Senyum Ihsan merekah dari telinga kanan ke telinga kiri. Ia mengenakan kaus berwarna kuning yang sedikit kedodoran dan celana pendek selutut warna biru. Di punggungnya tersampir tas yang berisi buku gambar dan crayon 12 warna yang sebagiannya sudah patah. 

Seperti beberapa pagi sebelumnya, ia menjemput Lisa sebelum keduanya berjalan menuju TK Telaga Pelita. TKnya hanya berjarak 100 meter dari rumah keduanya. Setelah setahun sebelumnya diantar oleh kedua ibu mereka, Ihsan dan Lisa sudah merasa "dewasa" untuk pergi berdua saja.

"apa itu?" Alis Lisa bertaut, kaki kecilnya melangkah keluar dari pagar rumahnya. Seperti Ihsan, ia juga mengenakan seragam yang sama.

" 'selamat ulang tahun', Bahasa Inggris" balas Ihsan, bangga mengajarkan kosa kata Bahasa Inggris barunya. Maklum generasi 90an, tidak semua anak kecil fasih bahasa asing kala itu.

Mulut Lisa membentuk huruf 'O'. "happy birthday, San!" balas Lisa.

"happy birthday." Koreksi Ihsan sambil ketawa.

"happy birthday?"

"iya happy birthday"

"happy birthday, San!"

Ceritanya Ihsan yang sudah belajar Bahasa Inggris itu sedang mengoreksi pelafalan Lisa. Tapi kalau kita dengar 2 anak TK ini secara langsung, mungkin akan terdengar seperti:

"hepi bedey, San!"

"hepi besdey"

"hepi besdey?"

"iya hepi besdey"

Seingat Lisa, mungkin juga bisa salah, 'happy birthday' adalah frasa pertama bahasa asing yang ia tahu.

---

"Happy birthday, Sa!" Suara Ihsan terdengar berat jam 12 malam itu. Perlu dicatat waktunya karena suara pubernya sedang naik-turun kala itu. Kadang cempreng kayak anak TK, kadang serak-serak basah kayak Cakra Khan, kadang juga berat kayak bapak-bapak penyiar berita. Suara Ihsan di jam 12 teng malam ulang tahunnya yang ke-12 itu sedang dalam mode bapak-bapak.

"Happy birthday, San" Lisa membalas, berbisik melalui sambungan telepon itu. Ia takut membangunkan orang-orang di dalam rumahnya. Belum lagi, yang dipakainya saat itu adalah handphone ayahnya yang selalu tergeletak di atas meja ruang tamu. Maklum saat itu ia belum dipercayai untuk memiliki handphone. Sejak pukul 11 malam, Lisa sudah ancang-ancang melihat handphone ayahnya karena siang tadi Ihsan menjanjikan akan meneleponnya tengah malam.

Setelah sekian lama keduanya mengucapkan selamat ulang tahun secara langsung pada pagi hari sebelum sekolah, pada hari itu Ihsan mengucapkannya tepat tengah malam. Kemudian begitu seterusnya pada hari ulang tahun selanjutnya. Kata Ihsan, lebih keren begitu, karena dengan begitu, paling awal menyambut tanggal. Lisa juga tidak keberatan.

Esoknya ia memberikan Lisa hadiahnya. Kalau masalah kado handmade, Ihsan rajanya. Scrapbook berisi foto-foto bersama? Sudah pernah. Gelang matching? Juga sudah. Balon warna-warni sejumlah umur Lisa? Juga pernah. Lisa pun begitu, memberikan macam-macam kado pada Ihsan, kebanyakan action figure yang sedang disukai Ihsan. Acara tukar kado ini menjadi tradisi keduanya.

Hospitalship (extended stories)Where stories live. Discover now