BAGIAN 8

11.4K 716 23
                                    

Pukul tujuh tepat, para sesepuh telah tiba di kediaman Ridwan.

Malam itu hanya tersisa satu petugas keamanan yang kerepotan menyambut orang-orang kehormatan karena dua petugas yang lainnya mendadak tidak masuk. Saat mobil mewah yang ketujuh masuk, si petugas tidak berpikir apapun. Handy bisa menyusup masuk dengan mulus.

Enam sesepuh telah diturunkan di depan teras utama dan langsung melangkah masuk. Sementara para supir memarkir mobil di pekarangan belakang rumah. Kemudian menikmati jamuan makan kecil-kecilan di sayap kanan bangunan, di ruang makan khusus pekerja.

Handy memarkir mobil sewaannya di dalam carport, terpisah dari mobil-mobil rombongan sesepuh. Ia sudah mengenakan kumis palsunya, sepasang sarung tangan hitamnya, dan menjinjing tool box berisi peralatan mekaniknya. Ia melakukan sesuatu dengan sibuknya pada keenam mobil para sesepuh. Lalu membuang potongan kabel rem ke sembarang arah. Juga meletakkan pin milik Ridwan di sekitar situ.

Handy melanjutkan aksinya dengan mengendap masuk ke dalam rumah yang pekerjanya sibuk di seputar dapur, ruang makan atau di sayap kanan bangunan. Handy sudah memperhatikan semua kebiasaan orang-orang di rumah itu, juga letak setiap ruang. Bahkan tempat menyimpan semua kunci.

Handy mengembalikan telepon genggam milik Raymond ke ruangannya. Telepon itu diambilnya sewaktu Raymond sedang mandi kemarin malam. Kemudian, Handy meletakkan telepon genggam baru yang didapatnya dari Ari, ke dalam salah satu ruangan milik Ruben. Setelah semuanya tuntas, ia hampir berpapasan dengan Ridwan yang baru saja muncul untuk kembali masuk ke ruang makan.

Handy langsung membelakanginya dan berjalan cepat mendekati ambang dapur yang luas dan tersenyum pada salah seorang pelayan yang menatapnya dengan bingung tetapi tidak bertanya. Ridwan berjalan merunduk dan tampak tidak memperhatikan keberadaan Handy. Setelah Ridwan menghilang ke dalam ruang makan, Handy pun melakukan sesuatu yang lain.

Sementara Ridwan sudah bergabung kembali ke acara jamuan makan malam, setelah sempat meninggalkan ruangan dengan alasan ada urusan genting. Sebuah pesan singkat dari pengirim tak dikenal, masuk ke telepon genggamnya. Pesan itu mengatakan kalau Helena berselingkuh. Ridwan pun menuntaskan urusan cemburunya dengan langsung menemui Helena di sebuah tempat makan terdekat.

Pukul sembilan malam, jamuan makan malam telah selesai tanpa kejadian apapun. Para sesepuh pun mempertanyakan kembali, kejutan apakah yang Frida maksudkan. Frida terpaksa mengisi kejutan di malam itu dengan caranya sendiri. Awalnya, ia mengungkapkan isi hatinya yang seolah-olah bersyukur telah diangkat menjadi bagian dari klan. Tetapi yang tak diduga-duganya, Kakek Ardian memperkatakan sesuatu padanya. Sesuatu yang sulit untuk dilupakannya...

"Sudahlah, nak... jangan pura-pura lagi. Kami tahu siapa kamu. Kamu membenci kami."

Frida hanya ternganga. Kata-kata puitisnya tidak mempan untuk para sesepuhnya.

Kakek Ardian memiliki wajah yang terlihat mirip dengan almarhum ayah Frida seandainya sang ayah berumur cukup panjang sampai ke lanjut usia seperti Kakek Ardian. Kakek Ardian menatap lurus pada Frida dengan mata yang meredup, tak sebengis biasanya. Lalu mulai berkata-kata, "Frida... kami tahu, kamu merasa terkekang. Kami tahu kamu tidak bisa menerima semua peraturan yang ada di klan. Dan kamu berpikir, kalau kami mau menyengsarakan hidup kamu. Kami hidup sebagai pendatang dulunya. Jumlah kami sedikit. Tidak ada yang membantu kami sejauh yang kami butuhkan kalau bukan saudara. Tapi karakter kami adalah orang-orang gagah yang keras. Kami memiliki ego yang kuat. Saat jumlah kami semakin bertambah banyak, kami sering bertengkar. Akhirnya orang tua membuat peraturan agar menertibkan keturunannya. Terutama tentang pembagian harta, cara hidup dan sebagainya. Untuk mengurangi pergesekan satu sama lain, dan untuk membuat semuanya mau patuh di bawah sistem agar tetap berkumpul. Apabila terjadi bencana alam atau masa kekeringan yang butuh perjuangan keras, kamu akan butuh yang namanya banyak saudara. Mungkin ada yang bisa menerima, ada yang tidak. Tapi kalau satu percikan kami ijinkan, percikan itu akan menyebar dan menjadi besar. Maka akan terjadi pergolakan. Dan itu artinya perpecahan. Butuh waktu lama untuk membentuk sistem baru. Sementara, kami tidak yakin dengan karakter orang-orang kita yang merasa kuat, akan bisa dipersatukan kembali jika pernah terpecah. Karena itulah, kami sangat ketat menegakkan peraturan sesuai tradisi. Tradisi ini sebetulnya adalah sebuah sistem sosial di dalam klan kita." Kakek Ardian mengakhiri kalimatnya lalu mereguk juice wortelnya. Ia sudah mengkonsumsinya selama puluhan tahun. Karena itulah, ia tidak membutuhkan kaca mata di usia lanjutnya yang sekarang. Ia pun melanjutkan, "Pola hidup sehat kami terbukti memperpanjang usia kami. Kerja sama para anggota klan yang menjunjung tinggi peraturan klan di dalam menjalankan perusahaan, terbukti menertibkan, mensukseskan dan mensejahterakan keturunan kami. Memperingati hari-hari penting klan yang memaksa semuanya untuk berkumpul, terbukti membuat kami saling mengenal dengan lebih dekat. Kalau kami mengijinkan satu-dua alasan untuk tidak hadir, maka banyak yang akan beralasan. Kami tidak bisa hidup tanpa lingkungan sosial. Dimulai dari yang terkecil, yaitu persaudaraan, keluarga besar."

Nyonya BesarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang