BAGIAN 5

15.1K 851 10
                                    

Siang hari ini, Handy baru saja mengantar Ridwan ke apartemen milik Helena. Hal itu mulai menjadi jadwal yang mendadak rutin. Dan menyambangi Frida di kediaman Ridwan, juga menjadi hal yang rutin bagi Handy. Ia semakin berani untuk menyelinap masuk ke muka pintu kamar Frida. Dan mengirimkan pesan singkat ke telepon genggam nyonyanya itu agar membuka pintunya.

Frida pun membukanya. Tanpa sambutan hangat di wajahnya saat melihat Handy berdiri di hadapannya. Frida hanya menggeser tubuhnya sedikit dan membiarkan Handy menyusup masuk ke dalam. Lalu Frida celingukan ke kiri-kanannya sebelum menutup pintunya dan menguncinya.

"Kamu keterlaluan!!!" Frida berseloroh marah dengan gigi-gigi yang bergemeletuk dan mata yang membelalak lebar-lebar. "Kamu tau resikonya kalo ketahuan?!" Kedua alis Frida mulai hampir bertautan. "Kamu 'gak tau, ya... kamu itu coba-coba 'ngelibatin diri dalam hal apa?! Kamu pikir, saya cu,-"

Handy sudah membuat mulut Frida berhenti berkata-kata saat ia mengulum bibir Frida. Frida mendorong tubuh Handy untuk menjauh dan berniat menamparnya seperti biasa. Tetapi tangan Handy sudah menangkap pergelangan tangannya.

"Lepasin! Semoga kamu kualat!", bentak Frida. Tetapi Handy malah mengekeh. Lalu melepaskan tangan Frida dan dengan seenaknya merebahkan tubuh ke atas kasur yang besar, nyaman dan harum. Mata Frida sudah berkilat-kilat melihat pemandangan itu. "kamu bener-bener 'gak tau diri..." Frida sudah mendesis geram. "Ternyata, kamu seorang oportunis, ya..."

Handy hanya mengangkat kepalanya sedikit untuk mendelikkan matanya pada Frida. "Siapa yang enggak? Kamu juga begitu, nyonyaaaa..." Handy mengekeh lagi. Suara Handy yang terdengar semakin membesar, membuat Frida berangsur panik. Ia takut kalau ada orang lain yang bisa mendengarnya. Ia pun menyalakan TV dan memperbesar volumenya.

Handy mencomot buah apel yang tergolek melimpah di atas mangkuk besar dari stainless steel di atas buffet. Ia langsung mendaratkan gigitan pertamanya dengan mata yang terus menyorot tajam pada Frida seolah-olah ia sedang menikmati nyonya besarnya itu. Dan itu membuat Frida semakin berang. Dada Frida sudah bergerak turun-naik. Matanya memicing tajam pada Handy di saat mulutnya membuka, "Beginilah, kelakuan orang rendahan. Sekalipun kamu bisa kaya... kelakuan kamu tetep nunjukin kamu dari kelas mana..."

Handy tergelak kencang.

"Jangan kenceng-kenceng!" Frida langsung menggamit remote TV dan memperbesar volume suaranya lagi.

"Oke... kapan, kamu mau bilang ke sesepuh kamu?", tanya Handy sambil terus menggerogoti buah apel segar yang dipetik langsung dari kebun di halaman belakang rumah.

Frida mendengus sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. "Saya butuh waktu untuk pasti'in, semua keterangan tentang Andre, cocok sama kamu..."

"Tenang...", sahut Handy. "Aku punya kenalan waktu kuliah dulu. Dari pemalsuan slip setoran ke bank, golongan darah, KTP... sampe hasil test DNA... dia ahlinya. Asal kuat dananya aja. Dan kamu tinggal kasih datanya..."

Frida tampak gusar mendengarnya. Ia mulai melangkah mondar-mandir dan membuat cardigan panjangnya yang tipis tampak melayang ke sana-kemari. "Kamu 'gak tau... kamu mau masuk ke dalam apa..." Suara Frida terdengar gemas. "Saya sendiri aja... mau keluar dari ikatan ini. Bahkan Ridwan juga mau keluar!"

"Jadi... kamu udah tau soal Ridwan dan Helena, sebelum aku cari tau buat kamu?", tanya Handy sambil mengangkat separuh badannya untuk duduk ke tepian ranjang. Frida pun menghentikan langkahnya dan berdiri menghadap ke arah Handy yang hanya berjarak semeter saja darinya. Frida pun mengangguk.

"Lalu...", Handy buka mulut lagi, "Kenapa suruh aku kuntit dia lagi?"

Frida mulai duduk ke samping Handy. Membuat Handy sedikit bergetar karena nyonyanya itu masih sudi untuk duduk berdekatan dengannya. Frida tampak merundukkan wajahnya hingga helaian rambut panjangnya yang bergelombang, jatuh menutupi sebagian wajahnya. "Saya putus asa. Saya mau keluar dari semua ini. Menurut peraturan, kalo saya bercerai dengan alasan yang tepat, saya turun dari posisi nyonya besar. Dan setidaknya, saya 'gak harus hadir di semua acara dan 'gak terikat sama begitu banyaknya tanggung jawab yang mengekang. Dan masih bisa memiliki kehidupan pribadi di luar. Saya cuma mau kamu dapetin bukti."

Nyonya BesarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang