Jangan Paksa Aku Percaya

9.5K 1.2K 85
                                    

Aurel akhirnya pulang bersamaku, dengan mas Adit yang mengantarkan kami berdua bahkan sampai ke mobil. Aku sempat berpapasan dengan perempuan itu dan dia tampak berusaha mengalihkan pandangan dariku.

"duluan..." sapaku ketika aku melewatinya di pintu masuk berakses di lantai ini. Dia menerbitkan senyuman yang amat sangat terpaksa. Lalu aku dan mas Adit melangkah masu kedalam lift executive dan beranjak ke mobil.

Sesampainya dimobil, setelah mas Adit memastikan Aurel duduk dengan nyaman dan aman dikursi belaakang, dia mengetuk jendela pengemudi memintaku membuka pintu. Dia berdiri disampingku dan menarik kepalaku lembut dengan kedua tangannya dan mencium kepalaku lamaaa banget.

"kamu gak perlu kayak tadi.." bisiknya sambil menempelkan keningnya di sisi kepalaku. Aku tertawa masam dan menjawab "kenapa? gak terima ya dia aku gituin?" tanyaku sambil menarik kepalaku lepas dari tangannya.

Mas Adit masih menahan pintu supaya gak di tutup, dengan menghadangkan badannya. Tangan kannnya mencengkeram setir mobil dan tangan kirinya bertumpu pada jok mobil, aku benar – benar dikungkung.

"percuma ngelawan orang kayak dia, gak worthy sayang.." ucapnya lembut dan menatapku dalam. Aku tersenyum sambil kepalaku bersandar pada jok pengemudi membalas tatapannya "karena mas pikir aku gak lebih baik dari dia? Jadi kami secara otak gak akan bisa berimbang?" tanyaku dan mas Adit menunduk sambil menghela nafasnya lelah.

"karena kamu terlalu berharga untuk bertengkar dengan orang seperti dia.." jawabnya sambil menatap mataku dalam. "jangan kotorin tangan kamu untuk nyentuh orang kayak dia.."

"aku gak nyentuh.. kamu kali..?" jawabku sambil memencet tombol start pada mobil dan aku melirik mas Adit "aku pulang dulu, mas mending buruan balik ke atas..."

Mas Adit menghela nafasnya lelah lagi, dan mencium keningku "hati – hati nyetirnya"

****

Sebenarnya antara aku dan mas Adit akhirnya kembali gak berselang terlalu lama. Entah gimana ceritanya jam setengah enam mas Adit sudah sampai rumah, biasanya dia tiba selepas maghrib karena mampir mushalla dulu untuk sholat.

Kayaknya dia izin pulang lebih cepat. Keuntungan dari divisi sales, marketing dan BD itu, mereka punya jam kerja yang super flexible. Mereka bebas ngatur sendiri jam kerja mereka dari dulu.

Karena memang mereka mobilitasnya tinggi, jadi memang jam kerja gak terlalu dimasalahkan. Karena performa mereka dilihat dari deliverable nya pada atasan. Dulu aku sering dibawa mas Adit keliling mulai dari pabrik sampai gudang – gudang yang berujung kita gak balik kekantor. Mas Adit biasanya bawa aku makan dulu, dan langsung antar pulang ke kost.

Yang ternyata ini juga modus. Setelah kami menikah, Ryan bilang 'Adit gak pernah bawa PA nya kalau lagi visit. Lo aja yang digeret – geret dia kesana kemari dasar modus'.

Aku baru saja selesai mandi dan hendak mengambil pakaian dilemari, ketika ada lengan kekar yang memelukku erat dan membenamkan wajahnya di ceruk leherku, menghidu aroma tubuhku dengan penuh perasaan. Aku merasakan tangannya yang memelukku mengusap lembut perutku. Dia menyandarkan keningnya di pundakku lalu mengatur nafasnya beberapa kali "dari hari pertama kita nikah, aku selalu bertanya – tanya sama diri aku sendiri Shel. What would I'd be without you? Dan aku gak pernah nemu jawaban dimana aku bakalan baik – baik aja. Maaf.. shel.. maafin mas.. mas gak tahu harus minta maaf gimana sama kamu. tapi.. tolong.. jangan tinggalin aku..." ucapnya lirih.

Dia mengangkat wajahnya dan menatapku dari pantulan cermin "kamu mau kerja lagi untuk apa? untuk siap – siap hidup tanpa aku? iya?" tanyanya dan aku hanya membalas tatapannya sebentar terus aku menarik selembar daster dari dalam lemari. Aku melepas belitan tangannya dan memakai baju masih didepan dia.

Her Real ValueWhere stories live. Discover now