KALE [END]

By SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... More

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
57.Kesibukan
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

31.Pecah

411 32 4
By SiskaWdr10

Banyak nuntut tapi nggak mau dituntut balik. -Anya

                            ********

Dua hari setalah hari itu, terjadi tanggal merah dan tanggal merah kali ini Bule bisa menghirup udara luar, ia telah diperbolehkan pulang. Nenek dan Bule juga pagi ini telah selesai dengan persidangannya yang benar-benar keluar menggunkan uang denda, ya walaupun mobil Bule ikut terjual, dan besok lusa Bule akan masuk sekolah di Gapara.

Disisi lain Kale tengah melihat Ica terapi di taman ditemani oleh kedua orang tuanya dan dengan Gladis.

Anya melihat sekejap pada taman dan ia langsung paham bahwa Gladis adalah anak dari Dokter tersebut. Selesai trapi Gladis dan Kale duduk di ayunan taman, mengenang semua masalalu mereka berdua.

"Inget nggak lo, dulu lo pernah nangis karena nggak bisa ngitung pakai jari?" tanya Gladis pada Kale.

"Sampe sekarang aja gue nggak bisa." Jawab Kale. "Tapi insting gue kuat."

Gladis terkekeh kecil. "Kadang gue bingung itu kelebihan atau kekurang lo si?"

"Inget nggak dulu siapa yang bisa naik tapi nggak bisa turun?" giliran Kale yang bertanya.

"Yahh! itu mah sampai sekarang juga masih." Jawab Gladis.

"Dulu lo sempet pipis di celana saat tampil buat hafalan doa-doa pendek, inget?" tanya Gladis.

Mengingat itu membuat Kale tersenyum geli, semalu itu dia sewaktu kecil. "Hahaha, senyum inget kan lo?" tanya Gladis.

"Berisik lo." Kesal Kale.

"Semua anak-anak langsung tutup hidung sampai acaranya selesai, nerves banget si Antoo kecillll." Ucap Gladis gemas lalu menertawakan Kale.

Saat keduanya sedang tertawa Anya datang membawa dua gelas jus dan berbagai cemilan lainya. Gladis langsung menghentikan tawanya dan memperhatikan Anya. Gladis masih ingat perkataan Kale kalau gadis yang membawa nampan itu adalah pembantu barunya, tapi sangat aneh, kenapa sangat terlihat cantik?

Anya menyimpan semua yang ia bawa tanpa sedikitpun memandang pada Kale, kalau dibilang cemburu rasanya lebih dari itu bagi Anya. Kale tersenyum kiri melihatnya. Selesai menyimpan Anya hendak pergi.

"Sory, kamu." Panggil Gladis membuat Anya menghentikan langkahnya lalu berbalik.

"Saya?" tanya Anya sambil menunjuk dirinya sendiri. Mata Anyapun sesekali memandang pada Kale, perlahan tubuh Kale mendekati Gladis dengan sengaja.

"Iya, sini." Jawab Gladis.

Kaki Anya berjalan mendekati kedua orang tersebut. "Ada yang salah sama jus atau cemilannya?" tanya Anya.

Gladis menggeleng sambil tersenyum. "Nama kamu siapa?"

"Sonya panggil aja Any-"

"Kacung." Sekat Kale. Gladis dan Anya menoleh pada Kale.

"Bercanda." Ralat Kale dengan wajah datar.

Tangan Gladis langsung mengacak rambut Kale. Aura di sini sangat terasa panas bagi Anya. Kale dapat melihat kecemburuan Anya, Kale bingung harus senang atau sedih.

"Anya?" tanya Gladis. Anya mengangguk.

"Siapanya Kale?" tanya Gladis, Anya langsung memandang pada Kale dan Kale memasang wajah mengancam agar Anya menjawab ia harapkan.

Anya jadi sedikit gugup. "Anya cuma pengasuh, Ica aja." Jawabnya.

Gladis mengangguk-ngangguk. "Oh, kita kayanya seumuran deh, mau ikut ngobrol disini?" ajak Gladis. Lagi-lagi Anya langsung menatap Kale, Kale memainkan lidahnya ia belokan ke arah kiri memberi isyarat kalau Anya harus menolak dan cepat pergi.

"Nggak, Anya banyak pekerjaan. Permisi." Jawab Anya lalu pergi menuju dapur.

Kale bernafas lega, Gladis memandang punggung Anya yang semakin tak terlihat. "Seriusan pembokat lo? hati-hati aja demen cantik tau." Ucap Gladis pada Kale.

"Nggak akan." Jawab Kale datar.

Galang sendiri sudah rapi dengan baju yang serba hitam tak lupa tangan yang membawa buket berisikan bunga tulip. Ia memasuki mobilnya dan melenggang meninggalkan pekarangan rumahnya.

Bunga itu Galang simpan di sebelahnya. Ia sesekali tersenyum melihat bunga tersebut. Mobilnya terhenti saat ada kereta di depan. Suara kereta itu membuat hati Galang tidak tenang ia dengan cepat mengusap matanya sambil beberapa kali mengucapkan istigfar.

"Astagfirullah-astagfirullah-astagfirullah." Ucap Galang sambil mengusap matanya.

Setelah sampai Galang berjalan menuju makam orang yang selalu memenuhi isi hatinya. Senyum Galang merekah saat sudah ada di hadapan makam tersebut. Tangan Galang menyimpan bunga pembawaannya lalu mengusap batu nisan bertuliskan nama Tapasya Renjani. Galang memberikan do'a-do'a dan seperti biasanya sesudah itu ia langsung bercerita pada Tapasya.

"Selamat hari libur, manis." Ucap Galang dengan senyum yang manis sekali. "Setelah perginya kamu ternyata Tuhan bener-bener nggak ngebiarin aku sendiri, sya." Galang kembali mengingat wajah Anya yang hampir mirip dengan Tapasya. "Kalau aku izin buat jatuh cinta sama dia kedengeran lucu nggak sih, sya? aku cinta kamu, tapi aku nggak pernah tau apa yang kamu rasa buat aku."

Pedih rasanya bila terus berlama-lama bercerita pada Tapasya, tapi sampai saat ini yang Galang rasa pendengar terbaik tetap Tapasya.

Tak terasa hari sudah sore, demi apapun badan Anya rasanya akan segera remuk. Banyak pekerjaan yang ia lakukan sampai melupakan sarapan dan makan siangnya. Anya berjalan menuju dapur untuk mencari makanan. Tapi ternyata di dapur sudah ada Kale yang mengenakan pakaian rapi duduk di meja makan khusus untuk asisten rumah tangga, ia tengah duduk santai sambil memainkan handphonenya. Tuan tidak tahu diri, ya setidaknya tahu tempat jika ingin bersantai.

Anya ingin menyapanya tapi ia masih takut, alhasil ia hanya mengambil makanan dengan berpura-pura mengabaikan Kale.

"Mana sopan santunnya sama, Tuan." Ucap Kale sambil mematikan ponselnya.

Sialan, Anya langsung menghentikan aktivitas mengambil nasinya lalu berjalan kehadapan Kale.

"Maaf, Tuan." Ucap Anya.

"Dalam hitungan satu lo harus udah duduk." Jawab Kale. Anya langsung segara duduk. "Satu."

"Dengerin gue, mulai sekarang makan lo gue yang ngatur." Kata Kale, Anya terdiam menyimak.

Kale mengeluarkan kertas di saku jaketnya, lalu ia sodorkan pada Anya. "Jangan makan apa yang udah bibi masak, beli dulu yang udah gue tulis ini nah uang sisanya beliin apa yang lo mau, ngerti?"

Anya mengangguk dengan wajah ceria. Kale mengeluarkan tiga lembar uang berwarna merah. "Jangan sampai ada yang nggak kebeli satupun!" ucap Kale dengan nada meninggi.

Kertas dan uang tersebut Anya ambil. "Sekarang kan?" tanya Anya.

"Seterah, mau lo makannya besok atau setahun lagi." Balas Kale.

Setelah itu Kale langsung pergi kerumah Bule, disana sudah ada kedua teman sialannya juga. Anya sendiri langsung meluncur ke minimarket untuk membeli list belanjaan yang Kale tulis menggunakan sepeda gunung milik Kale.

Sungguh, Anya sangat ceria sekali. Ia mengambil ini dan itu dengan senyum manisnya. "Kale beli cemilan banyak banget deh." Ucap Anya heran sendiri.

Saat dirinya ingin mengambil sesuatu di dekat kulkas tiba-tiba ada gadis yang sengaja menabraknya, Anya kesal dan langsung menghampirinya. "Maaf, Mbak-"

Ucapan Anya terhenti saat melihat wajahnya, familiar di mata Anya tapi ia tak tahu dan kenal namanya. "Kamu-kita kenal nggak si?"

Gadis berambut panjang itu memasang wajah tidak bersahabat. "Nggak akan!" jawabnya sinis lalu pergi begitu saja dari hadapan Anya.

Anya bingung sendiri, ada saja orang aneh semacam dia. Tapi sebentar, sepertinya Anya benar-benar mengenal gadis itu. "Tapi, siapa ya?" tanya Anya. Ia pun kembali melanjutkan aktivitasnya.

Ternyata cukup melelahkan juga, banyak yang harus ia beli. Selesai sudah, Anya membayar ke kasir dan setelah di kasir raut wajah ceria Anya berubah menjadi sedih. Pasalnya kembalian uang belanjaan hanyalah empat ribu rupiah, Anya hanya dapat membeli mie intsan saja, itupun tidak dengan telur atau yang lainnya. "Aishhh." Kesal Anya.

Sepertinya Kale memang sudah merencanakan ini. "Mbak kembaliannya saya beliin mie intsan aja deh satu." Ucap Anya. Mbak kasir itu mengangguk dengan senyumnya. Anya berjalan lemas menuju rak mie dan kembali pada kasir.

                              🐟🐟🐟

Kale sudah sampai di rumah Bule, seperti biasanya rumah Bule sama seperti rumah Jawa sepi dan sedikit gelap, orang penakut pasti sudah gelagapan kalau berkunjung kesini.

"Biasaain dong datang itu dikumur dikunyah dulu." Kata Epot yang terkejut atas kedatangan Kale yang tiba-tiba.

Kale duduk di dekat Jawa. "Dikumur dikunyah ditelen?" tanya Kale bergurau.

"Jijik banget ih kamu mah." Balas Epot.

Bule sendiri tengah mandi. "Bule kemana?" tanya Kale.

"Mandi besar." Jawab Jawa yang sedang bermain ponsel.

"Mandi doang dih ege, fitnah dosa, pacaran dosa, putus lo sama Sifa." Kata Epot memerintah Jawa.

Seakan semuanya sudah mengetahui Kalau Jawa sibuk dengan ponsel, artinya ia sedang kasmaran. Jawa pun langsung mematikan ponselnya karena dirasa kedua temannya ini tengah memperhatikannya.

"Apaan, gue nggak pacaran sama Sifa." Jawab Jawa.

"Halah, gue nggak bakalan minta pajak jadian kok, gue bukan anak SD soalnya." Ujar Epot. Kale tersenyum tipis.

Dasar Epot memang pacaran zaman SD saja yang selalu ada pajak jadian? tapi yang mereka bertiga alami sih begitu. Aneh-aneh saja memang.

Jawa menghela nafas. "Gue nggak niat pacaran karena rasa gue sepenuhnya masih buat Najwa, gue bukan orang yang mempergunakan orang lain buat nyembuhin diri sendiri, jatohnya malah gue yang kena boomerang itu sendiri."

"Kuat banget cinta lo." Tandas Bule yang sedang memilih baju.

"Kuat lah le, cinta itu gue bangun udah lama banget sama Najwa masa iya baru beberapa bulan kepergiannya gue udah bisa move-on." Jawab Jawa. Ucapan Jawa seperti sindiran bagi seorang Kale.

"Gue bisa aja pacarin cewek dengan tujuan lupain Najwa, tapi kalau gitu gue ngerasanya brengsek banget. Saat pertama kali gue denger dia juga cinta ke gue detik itu juga gue udah janji sama diri gue sendiri kalau bakalan terus cinta sama dia, nggak kebayang kalau dia bakalan secepet itu ninggalin gue." Jawab Jawa.

Semuanya terdiam, Jawa berbicara dengan mata yang berkaca-kaca. Rasanya sangat berkecamuk bagi Jawa. "Wa, udah lah. Jangan nahan diri." Kata Kale menenangkan.

Jawa menghela nafas beberapa kali untuk meredakan kesedihannya. "Udah lah, percuma banget gue nangis keluarnya bukan duit."

"Party jadi?" tanya Bule pada Kale mengalihkan pembicaraan. Bule sudah bersiap dengan baju dan celanya.

"Jadi, ayo." Ajak Kale.

Anya tak mau makan mie instan, itu tak baik untuk kesehatan. Sedih sebenarnya tapi apa boleh buat ini perintah tuan. Anya sampai di rumah bersamaan dengan mobil Kale dan Epot.

Ketiga temannya itu pergi ke kamar Kale, sedangkan Kale pergi kedapur untuk kembali memerintah pada Anya. "Ada yang kurang?" tanya Kale setelah di hadapan Anya.

Anya menggeleng. "Lengkap semua kok." Jawabnya.

"Siapin sebagian makanan sama jus itu sekarang dan anter ke kamar gue." Perintah Kale seenak jidat.

"Ta-pi Anya mau makan du-"

"Nurut aja si!" bentak Kale membuat Anya langsung menunduk takut.

"Iya, Le." Jawab Anya.

"Sekarang!" kata Kale Anya langsung bergegas menyiapkan yang Kale perintahkan.

Ya, sore menuju malam ini Kale dan ketiga temannya mengadakan party kecil-kecillan atas bebasnya Bule di rumah Kale. Kale yang mengusulkannya, selain dengan tujuan syukuran Kale juga bertujuan membuat Anya kewalahan. Jahat memang, tapi itu misinya.

Perut Anya sudah kembali berbunyi, ia lapar tapi tugas Kale sangat penting. Mereka bermain PS dan saling tertawa ria.

Tok ... tok ... tok....

Ketukan pintu itu membuat keempatnya langsung menoleh pada arah pintu. "Masuk." Kata Kale.

Anyapun masuk dengan wajah lelahnya, semua tak menyangkan Anya benar-benar jadi pembantu di rumah Kale. Memang dasarnya takdir tidak bisa diduga-duga.

Semua yang Anya bawa ia simpan di hadapan teman-teman Kale lalu melenggang pergi kembali kedapur.

"Makan aja." Kata Kale, sebelum Kale memerintahpun Epot dan Bule sudah memakannya.

"Lo nggak tegang Le satu atap sama mantan?" tanya Bule.

"Hahaha." Tawa Epot dan Jawa.

"Saik sih menurut gue, apa lagi kalau masih cinta." Jawab Epot.

"Sering-sering istighfar lo biar nggak khilaf." Kata Jawa.

Aneh-aneh saja memang ketiga teman kampret Kale ini. Saat Anya ingin memasak mie azan magrib berkumandang alhasil Anya mengurungkan niatnya dan melakukan kewajibannya sebagai umat muslim.

Selesai beribadah, Risa meminta Anya menemaninya membuat jamu, Anya tak bisa menolak. Risa tak banyak berubah seperti Kale ia tetap seperti Ibu bagi Anya.

"Ambilin sendok dong, Nya." Perintah Risa. Anya mengambilkannya lalu Risa mengaduk jamu tersebut.

"Bu-bunda." Panggil Anya. Risa menoleh.

"Ada apa?" tanya Risa.

"Anya boleh nanya sesuatu?" tanya Anya.

"Asal pertanyaannya jangan tentang MTK boleh-boleh aja." Jawab Risa dengan senyum manisnya.

Anya ikut tersenyum. "Dulu Bunda sama Ayah buat Kale pakai apa?" tanya Anya mengulang pertanyaan Galang.

Risa langsung paham pertanyaan Anya, ia terus mengaduk kedua gelas jamu itu. "Kami membuatnya pakai cinta. Tak hanya dibuat, Kale juga dibesarkan menggunkan cinta dan materi." Balas Risa.

"Cinta, Bun?" tanya Anya memastikan. Risa mengangguk sebagai balasan.

"Cinta antara Bunda dan Ayah, itu adalah bumbunya Anya." Jawab Risa.

Respon Anya jadi bingung dan tak percaya, apa mungkin alasan Galang menggangunya karena cinta? cinta semacam apa yang Galang maksud. Anya harus membuktikannya secara langsung, tapi tak mungkin ia bertanya langsung nanti dianggap terlalu percaya diri, Galangkan pintar bisa saja jawabannya yang lain.

Muncul pertanyaan-pertanyaan aneh di benak Anya tentang Galang. Risa menoleh pada Anya yang melamun. "Ada yang salah Anya, kok bengong?" tanya Risa membuyarkan lamunan Anya.

"Oh nggak, Bun." Jawab Anya. Tiba-tiba ada Kale datang.

"Abang minum nih, jamu sehat." Ucap Risa sambil memberikan satu gelas jamu pada putranya itu.

Kale benci dan tak suka dengan jamu yang baunya sangat menyengat tapi ia tak enak pada Bunda bila menolaknya, alhasil ia ambil jamu tersebut. "Hm, makasih Bun." Jawab Kale.

Risa tersenyum lebar lalu pergi menuju kamarnya. Kale lagi-lagi memerintah pada Anya padahal ia akan memasak mie.

"Bawa lagi jus sama cemilan ke kamar gue." Perintah Kale.

"Lho, yang tadi udah habis?" tanya Anya.

"Siapa yang nyuruh lo nanya?" tanya balik Kale. Anya menunduk, Kale menyimpan jamunya lalu pergi ke kamar mandi untuk membuang air besar.

"Ishhhh!" kesal Anya setelah tak ada Kale di hadapannya. Selalu saja ada hambatan saat perutnya akan diisi.

Anyapun kembali menyiapkan makanan yang Kale perintahkan. Setelah siap ia langsung pergi ke atas, menaiki tangga saja membuat Anya lelah karena harus berhati-hati. Setelah sampai Anya masuk dan menyimpan makanan itu.

Ketiga teman Kale terdiam melihat Anya, mungkin masih tak percaya. "Makasih, Anya." Ucap Jawa diikuti yang lainnya. Anya tersenyum kecil, setidaknya rasa lelah ini terbayar dengan ucapan terimakasih.

Selesai buang air besar Kale kembali dengan membawa jamunya, jamu itu akan ia berikan pada Jawa. Tepat saat Kale membuka pintu Anya keluar alhasil wajah Anya mengenai dada Kale.

Mereka berdua bertatapan, tatapan yang sama-sama sulit dijelaskan, tapi yang jelas di mata keduanya masih ada cinta yang sangat kuat. Ketiga temannya itu seolah seperti menyaksikan drama romance.

Epot tiba-tiba batuk, tidak disengaja. "Ekhem."

Kale menyadari kalau ia sudah bertindak salah dengan menatap mata Anya. Bisa-bisa kebohongannya terbongkar, selain hati kadang mata juga tidak bisa diajak berkompromi untuk berbohong.

Satu tangan Kale yang memegang jamu di arahkan ke atas kepala Anya, lalu ia tumpahkan secara sengaja dengan mata yang masih bertatapan.

Mata ketiga teman Kale langsung membulat melihat tindakan Kale. Anya sendiri sangat terkejut, ia mengerjapkan matanya berulang-ulang, jamu warna kuning itu membasahi rambut dan wajah Anya, baunya sangat menyengat.

"Ka-le." Ucap Anya.

"Belum mandi kan?" tanya Kale dengan wajah tanpa dosa.

Ingin sekali Anya memarahi Kale, tapi ia harus sadar kalau ia hanya kacung di rumah ini. "Anya salah apa?" tanya Anya.

"Banyak, lo nafas aja rasanya dimata gue salah, Nya. Sakit hati kan lo gue jawab gitu?" kata Kale. Anya menelan saliva di mulutnya.

"Setiap malemnya Anya bingung kenapa Kale bisa sebenci itu sama Anya, kita ngebangun cinta bukan sehari dua hari lho Le, bertahun-tahun. Dan Anya akan selalu anggap semua ucapan Kale cuma gurauan semata aja, cinta dimata Kale itu udah sebagian dari bukti." Jawab Anya.

"Katanya orang yang terlalu berharap itu halusiansinya tinggi, mungkin lo lagi ngalamin itu. Nggak ada cinta, nggak ada rasa sayang dan segala yang lo harapan di gue dulu, udah nggak ada. Kita udah beda." Kata Kale dengan mata tajamnya.

"Nggak kita, cuma Kale yang beda." Jawab Anya. "Menjalin hubungan berdua dan putus juga harus berdua, Anya kira selama ini kita break."

"Sekarang gue perjelas aja disini dan temen-temen gue yang lihat jadi saksi kalau kita kelar sampai disini, kalau lo masih mau mengklaim gue masih jadi pacar lo. Lakuin aja itu sendiri, jatuh cinta sendiri, mensive sendiri dan yang jelas patah hati juga sendiri." Balas Kale.

Mata Anya berkedip dengan air matanya yang jatuh. "Ini cuma karena masalah Anya atau yang lain sih, Le?" tanya Anya.

Yang tadinya drama romance berubah menjadi bawang merah dan bawang putih. Bisa dibilang mungkin ketiga teman Kale itu tikus-tikus yang lewat sebagai peran figuran.

"Cuma?!" bentak Kale.

Jawa akan berdiri untuk merarai tapi Bule tahan. Anya menunduk karena terkejut sekaligus takut. "Kalau cuma nggak mungkin bokap sama nyokap lo pergi ninggalin lo Sonya!" bentak Kale dengan urat di tangannya yang mulai bermunculan. Kale kembali mengingat Ica.

"Ka-ka-le ma-af le." Balas Anya terbata-bata akibat ketakutan.

"Sama halnya kaya gue yang lama-lama juga bakalan jauhin lo!" lanjut Kale.

"Le." Panggil Jawa untuk berhenti membentak Anya. Terlihat badan Anya sudah bergetar sekaligus basah.

"Pergi dari hadapan gue, jangan ngungkit-ngungkit masalalu!" kata Kale kembali membentak Anya.

"Leee!!!" panggil Jawa yang mulai terpancing emosi.

Kale sadar suasanya semakin memburuk. "Sekarang." Ucap Kale pelan.

Anya mengangguk sambil mengusap air matanya. Semua terdiam, Jawa paling tidak bisa melihat wanita diperlakukan secara kasar, tapi tidak baik juga bila sekarang Jawa berkelahi dengan Kale. Jawa meninju kasur Kale dengan kuat, lalu ia pergi ke kamar mandi sampai emosinya mereda.

Kale sendiri membalikan badannya dan duduk di ranjang, Epot dan Bule kembali bermain PS seolah semuanya baik-baik saja, percuma saja bila bertanya, masalahnya sudah jelas.

Rahang Jawa mengeras bersamaan dengan wajahnya yang memerah, kejadian tadi membuatnya mengingat Najwa. Ia juga dulu sempat membentak Najwa, untuk menjauhinya hingga sekarang ia menyesal. Memori lama kembali teringat.

"Jauhin gue Wa, lo udah punya pacar! urusin deh yang jadi pacar lo. Gue nggak mau wa dituduh perusak hubungan orang!" bentak Jawa pada Najwa.

"Tapi kita temen wa, gue nggak mau pisah sama lo." Jawab Najwa memohon.

"Kalau nggak mau jauh dari gue, gue yang bakalan jauh dari lo! jangan maruk jadi cewek Najwa." Ucap Jawa lalu pergi meninggalkan Najwa.

Anya berjalan sambil menangis, sedih sekali rasanya. Kevin pernah bilang kalau masa depan Anya akan terang karena dia memiliki banyak uang, tapi pada kenyataannya hari ini semua itu hanya hayalan saja. Sekarang Anya dituntut harus menjadi pembantu untuk orang yang dulu ia puja-puja, dituntut menjadi gadis kuat walau sudah tidak bermartabat. Setidaknya bisa melihat Kale tetap baik-baik saja sudah lebih dari cukup.

Perasaan? harus secepatnya Anya lupakan, ia harus sadar semakin ia cinta semakin sakit hatinya.

Bi Isma yang sedang makan malam langsung tersedak melihat Anya datang dengan wajah yang mengenaskan. "Anya kamu teh kenapa?" tanya Bi Isma mendekati Anya.

Bukan menjawab Anya malah menangis tanpa suara. Walau rambut Anya bau jamu, Bi Isma mengusap layaknya Ibu pada anak.

"Anya takut, Bi." Ucap Anya dengan badan bergetar.

"Bi tol-"

Ucapan Risa terhenti saat melihat pemandangan di depannya. Di atas sana, terjadi hening.

"Maafin gue." Ucap Kale saat keempatnya kembali fokus bermain PS.

Epot menoleh pada Kale lalu tersenyum tipis, ia mengusap pelan pundak Kale. "Nyantai aje."

Bule memilih diam, ia tidak mengerti kondisi hati dan pikiran Kale untuk dapat menanggapinya. Kale berjalan mendekati balkon, lalu duduk sambil menikmati angin malam. Jawa menyimpan stik PS lalu mendekati Kale, kalau saja Jawa tak bisa mengontrol emosinya sudah ia tinju habis-habisan wajah Kale.

Jawa ikut menikmati angin sambil menatap langit. "Kalau Najwa dihidupin lagi gue mau minta sama Tuhan buat nggak dipertemukan lagi sama gue." Ucap Jawa dengan senyum tipisnya.

Kale menoleh pada Jawa, sepertinya Jawa ingin mengkritik masalah tadi. "Kalau juga waktu bisa diulang, gue mau buat nggak terlalu cinta sama dia, bahkan kalau bisa nggak usah cinta."

"Nggak usah nahan, nggak usah berandai-andai." Balas Kale dengan nada santai.

"Dan seandainya ada penghilang ingatan, gue cuma mau ngelupain Najwa dan semua kenangan tentang dia supaya sekarang gue nggak ngerasain nyesel berkepanjangan." Lanjut Jawa menyindir Kale.

Kale tertawa hambar mendengarnya. "Wa, nggak harus pergi ke masalalu buat nggak nyesel, niatin dan lupain, karena bahagia itu bukan dinanti tapi dicari." Jawab Kale.

"Rasanya kaya nyari orang bodoh di kumpulan orang goblok." Ucap Jawa.

Senyum kiri tercetak di bibir Kale, mereka bertatapan. "Kalau gue berandai-andai balik ke masalalu, gue bakalan ngelauin hal yang sama. Sama persis kaya yang tadi lo liat." Jawab Kale. Suasana sudah mulai memanas.

"Lo nggak akan sedikitpun kelihatan hebat kalau udah bentak cewek sampai dia diem. Nggak Le, apa lagi sampai badannya geter dan cuma bilang maaf sama lo padahal jelas-jelas otak lo yang ngaco." Kata Jawa dengan nada meninggi sampai kedua temannya menoleh. Kale memilih diam.

"Cewek itu kaca sekali pecah nggak akan utuh lagi, Le. Kalaupun utuh rasanya udah beda!" lanjut Jawa lalu mengambil jaket dan keluar dari kamar Kale.

"Wa-wa." Panggil Epot. Jawa tetap pergi. "Wa elah, have fun lah."

Setelah perginya Jawa, Epot jadi bingung sendiri. "Gue nyusul Jawa, takut ngobrol sama tiang lagi." Kata Epot.

                              ******

1.Kale

2.Galang

3.Jawa

4.Gladis


Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 379 55
Kecemburuan yang membawaku masuk dalam sebuah permainan ••• Gamma Alteriano Roushter, ketua geng Aexprea, geng paling terkenal di sekolahnya, Haylan...
3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 335K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
ALRES By ⛓️

Teen Fiction

333K 19.3K 29
❗DI JAMIN ALUR CERITA GAK AKAN KETEBAK ❗ ___________________________________________ -Antara Aku, Kamu, dan Sandiwara- Tentang Alres Anibrata, cowok...