Made with Love

De dizappear

9K 980 100

Jika Aruna adalah rongga besar dari semesta, maka Arjuna adalah patah yang mencoba mengisinya. Dan jika Arju... Mais

Prolog
Bab 2

Bab 1

2.4K 284 32
De dizappear

Kerumunan di kelas XII IPS 3 semakin bertambah karena banyak yang penasaran tentang misteri roti-roti yang muncul di kolong meja Nero. Tidak bisa dipungkiri, walau Nero telah melepas statusnya sebagai ketua OSIS, popularitasnya tak goyah samasekali.

"Enak banget jadi Nero, tiap hari makan gratis."

"Ya Tuhan, aku mau jadi orang cakep biar dikasih makan cuma-cuma."

"Udah dari kelas 11 nggak sih kayak gini? Kita masih nggak tau juga siapa orangnya. Kelas ini butuh Sherlock Holmes."

Aruna berada di antara kerumunan itu, mendengar dengan saksama padahal dialah sang tersangka utama.

Gadis itu tertawa dalam hati. Ucapan teman-temannya berlebihan sekali, apalagi yang terakhir. Aruna jadi tidak tau harus bangga pada dirinya atau khawatir karena sudah selama itu mengagumi orang dalam diam. Untung saja perasaannya tidak berubah menjadi obsesi karena kalau iya, bisa dibayangkan seperti apa kisah ini nanti.

Siswa yang dijadikan topik pembicaraan pun muncul, membuat kerumunan mulai menghambur. Aruna pun melirik Nero sekilas sebelum akhirnya buru-buru duduk di tempatnya.

"Eh, roti lagi! Buat gue, ya? Lo 'kan tadi udah makan di kantin!" ucap cowok berambut cepak yang selalu menempel Nero.

Dengan gerakan cepat Nero langsung mengambil roti yang dimaksud dan mengamankannya ke dalam tas.

"Idih, dasar pelit!"

Nero mencibir, "Ini roti ditaruh di kolong meja gue, bukan lo."

Di dalam hati, Aruna tertawa senang karena mendengar ucapan cowok itu. Perjuangannya pergi ke toko roti di pagi hari ternyata tidak sia-sia walaupun ia melukai seseorang....

"Aduh, gimana kabar kakak-kakak tadi, ya?" gumam Aruna saat kejadian tadi kembali berputar di ingatannya.

Rasa bersalah yang sempat tertutup oleh bunga-bunga bahagia pun kini kembali datang. Aruna mengernyitkan alis sambil menghela napas pendek. Ia tidak suka dengan perasaan ini, ia benci terbebani dengan rasa bersalahnya sendiri.

Ia harus menyelesaikan semuanya, secepatnya.

Tiba-tiba, muncul ide cemerlang di kepalanya, membuat gadis itu langsung tersenyum lebar sambil mengangguk-angguk pelan. Dia sama sekali tidak sadar kalau dari tadi ada sepasang mata yang sedang menatapnya heran.

***

Sore itu, Aruna bediri di depan toko roti langganannya. Tangannya menempel pada kaca, tepat di sisi matanya, membentuk teropong yang sebenarnya tidak terlalu berguna. Gadis itu memincing, memeriksa semua sudut-sudut ruangan. Namun, ia tak menemukan apa yang dicarinya.

"Kenapa nggak ada, ya? Apa udah ganti shift?" gumam Aruna sambil meremas-remas jarinya. "Aku masuk aja kali, ya? Nanya ke orang ... kali aja dia lagi ke mana gitu."

Saat gadis itu sibuk dengan pikirannya, suara derap langkah konstan yang disusul dengan kalimat sederhana berhasil menarik perhatiannya, "Lagi ngapain, Dek?"

"Ah? Oh, ini lagi cari orang," jawab Aruna sekenanya. "Tadi pagi aku bikin repot Kakak yang kerja di sini."

Aku cek sekali lagi, tapi kalau tetep nggak ada juga, ya udah aku coba cari ke dalam.

Sekali lagi Aruna meneliti ke dalam. Pasti ia lebih mirip penguntit sekarang. Mata gadis itu menjelajah, melewati para pekerja juga pelanggan di sana. Namun, tak ada satu pun yang mirip dengan orang yang ia maksud ... atau bisa jadi ingatan Aruna yang sudah tidak baik.

Tidak ada pilihan lain.

Aruna mengambil langkah mundur sambil menghela napas panjang. Ia pun membalikkan badan hendak masuk ke dalam toko, tapi jalannya terhalangi oleh seseorang.

"Permisi," tegur Aruna dengan lembut. "Saya mau masuk ke dalam, nih. Boleh tolong kasih jalan?"

Gadis itu bergeser ke kanan, berniat menghindari orang di hadapannya. Namun, ternyata orang di depannya melakukan hal yang sama, membuat jalan Aruna lagi-lagi terhalangi. Merasa janggal, gadis itu pun kali ini bergeser dengan cepat ke kiri, tapi hasilnya pun tetap sama seperti sebelumnya. Jalannya dihalangi lagi.

Ini orang lagi ngapain, sih?! Bikin takut aja! Apa aku teriak aja, ya? Jangan-jangan penculik! Masa sih di tempat ramai gini?!

Merasa panik, Aruna pun menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya bersuara, "Minggir atau saya teriak, nih!"

"Gue pikir lo nyari gue?"

"Jangan gila, deh! Siapa juga yang nyariin ka--"

Ekspresi kesal di wajah Aruna memudar, digantikan rasa terkejut yang luar biasa begitu ia mengangkat kepala. Bodohnya ia yang tidak menyadari bahwa orang tadi masih di belakangnya. Dan sialnya lagi, orang tadilah yang Aruna cari.

"Eh, i-iya... k-kamu kakak-kakak tadi pagi!" ujar Aruna dengan polos.

Pipi Aruna memanas, ia ingin memutar waktu karena ucapan kasar yang ia lontarkan sebelumnya. Mulut Aruna memang kotor sekali.

"Arjuna," ucap cowok di hadapan Aruna.

Berbeda dengan pakaiannya tadi pagi, cowok itu sekarang mengenakan kaos hitam dan celana jeans. Tangannya memegang helm dan sebuah jaket tersampir di pundaknya.

"Kakak, anu, Kakak udah ganti shift, ya?" tanya Aruna yang melihat semua perubahan itu.

"Arjuna, nama gue Arjuna," ucap Arjuna dengan datar.

Aruna tidak paham dengan maksud cowok itu menyebutkan namanya berkali-kali. "Ya, aku tau nama kakak siapa. Tadi pagi 'kan aku yang nanya."

Arjuna pun mendengkus pelan mendengar ucapan polos gadis itu. "Kalau udah tau, ya di pake," gumamnya.

"Hah? Kakak ngomong apa? Nggak kedengeran."

Helaan napas terdengar lagi. "Panggil gue Arjuna. Nggak perlu pake Kakak."

"Oh. Oke, Kak Juna," ucap Aruna sambil menganggukkan kepala.

Itu masih pake 'Kak'.

Aruna bisa melihat bagaimana cowok di depannya menghela napasnya lagi. Rasa canggung mendadak muncul dan Aruna baru ingat alasannya ke sini.

Gadis itu langsung melepas ransel dan mengambil sesuatu dari dalamnya. Sebuah kantong plastik bening yang terlihat jelas isinya. Setelah kembali mengenakan ranselnya, Aruna pun menyodorkan kantong plastik itu ke hadapan Arjuna.

"Ini buat kakak, sekali lagi maaf karena kejadian tadi pagi," ujar Aruna sambil memasang senyum polosnya.

Arjuna mengeryit, lalu Aruna bisa melihat bagaimana sudut bibir cowok itu terangkat. Apa yang lucu? Aruna hanya berniat baik dengan memberikan koyo, plester, juga permen. Atau jangan-jangan ia kurang banyak kasihnya?

"Kak--eh, maksudnya, Juna. Bisa tolong terima? Tanganku lama-lama pegal," ceplos Aruna sambil menggoyangkan pergelangan tangannya yang mulai pegal.

Arjuna mengerjap bingung. "Lo serius?"

"Ya, Kakak pikir tadi pagi aku bohong? Aku ini orang yang bertanggung jawab, loh!" jawab Aruna dengan serius.

"Tapi, gue nggak apa-apa. Nggak perlu itu semua," ucap Arjuna sambil mengangkat kedua tangannya sebagai isyarat menolak.

Mendengar itu, Aruna pun mendesis jengkel. "Kak, kalau dikasih itu diterima dulu. Baru keluarin komentar."

Lalu, tanpa memberi kesempatan pada cowok di depannya untuk menjawab, Aruna langsung menyodorkan benda yang ia bawa dengan paksa.

***

Hi! Aku lithromantic mau minta maaf karena lama banget updatenya ... WKWKWKWK SOALNYA TUGAS KULIAH ONLINE PERLAHAN MEMBUNUHKU.
oke, baik. terima kasih untuk yang masih mau membaca, terima kasih juga untuk yang baru membaca.
lop yu ol.

Continue lendo

Você também vai gostar

575K 27.5K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
PUNISHER De Kak Ay

Ficção Adolescente

1.3M 114K 43
"Kenapa lo nolongin gue, hm? Kenapa nggak lo biarin gue mati aja? Lo benci 'kan sama gue?" - Irene Meredhita "Karena lo mati pun nggak ada gunanya. G...
RAYDEN De onel

Ficção Adolescente

3.8M 230K 69
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
ALZELVIN De Diazepam

Ficção Adolescente

5.8M 323K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...