Hold Up

Od ShiningDao

662K 41.8K 20.5K

SOONHOON Fanfiction presented by ShiningDao Bagaimanakah kehidupan percintaan sepasang kekasih yang merupakan... Viac

01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
NOTICE PLEASE !
27
28
29
30
31
Promoting New Story
32
33
34
35
TERPANCING TAGGED-AN
36
NEW FANFICTION ALERT
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47. Special Chapter
48
49. Special Valentine Chapter
50. Special Chapter (2)
51
52. Hello And Goodbye
53. Alpha & Omega
54. Alpha & Omega (2)
55
56
57
58. Special Hoshi's Day
59
60. Love U 1K!
61
62. Alpha & Omega (3)
63
64
65
66. Special Chapter (3)
67
69. Special Woozi's Day
70. Special Chapter (5)
71. Special Chapter (6)
72. 12 Shades of Soonhoon
73
74. Special Chapter (7)
75. Special Chapter (8)
76
77
78
30 Facts of Nochu
79
80. Special Chapter (9)
81. Special Chapter (10)
82
83
84
85
86. Special Chapter (11)
87
88
89
90. Special Chapter (12)
91. Pieces of ANGST :)
92
93. First Snow (Special Chapter 13)
94
95. Special Woozi's Day
96
97. Special Chapter (14)

68. Special Chapter (4)

3.8K 320 109
Od ShiningDao

Hold Up


Let's Read!

Langit di luar sana sudah berubah warna dari jingga menjadi biru tua.

Seperti biasa, Wonwoo akan menghabiskan waktu senggangnya dengan membaca setumpuk buku komik yang di susunnya rapi berdasarkan seri.

Tapi entah mengapa buku komik di genggamannya sore ini tampak tak semenarik biasanya, namja berwajah stoic itu beberapa kali melirik ke depan sana.

Tepatnya pada seorang namja mungil yang sedang memilah pakaian dari lemari.

Jihoon, namja mungil itu sudah beberapa kali memilah dan mencoba pakaian yang di pilihnya di depan kaca.

Bukan memilih piyama tidur, tapi baju santai yang biasa di pakainya saat hangout.

Apakah Jihoon akan pergi keluar malam ini? Kemana? Dengan siapa?

Pertanyaan itu sudah daritadi merecok di pikiran Wonwoo. Jika saja hubungan mereka masih baik seperti biasa, mungkin tanpa pikir dua kali ia akan segera bertanya, tapi mengingat jika dirinya dan Jihoon belum berbicara sejak masalah kemarin itu membuat Wonwoo mengurungkan niatnya.

Tapi dia penasaran sekali!

Jihoon bukan tipe yang terlalu memikirkan penampilan untuk keluar bersama teman, tapi apa gerangan yang membuat Jihoon harus ekstra sekali memilih pakaian yang pas?

Apa jangan-jangan... Jihoon akan berkencan?

Dengan siapa?

Tok tok tok

Baik Jihoon dan Wonwoo menoleh ke arah pintu, berpandangan sepersekian detik, namun dengan cepat Wonwoo membuang muka.

Jihoon menghela, ia berjalan ke arah pintu dan membukanya.

Mungkin Seungcheol hyung. Pikirnya

Cklek

"Hai, Jihoon." sapaan ramah menyambut Jihoon begitu membuka pintu

Ternyata benar.

Seungcheol yang sudah rapi dengan setelan kasualnya, berdiri dengan senyum tampan di depannya.

Tentu senyuman itu berhasil membuat Jihoon turut mengukir senyum serupa.

"Hai, Hyung." Jihoon memasang raut tak enak, "Maaf aku belum siap."

Seungcheol terkekeh, "Tidak, Tidak. Itu bukan salahmu, hanya aku yang datang terlalu cepat."

Benar, ini baru pukul enam lewat tiga puluh.

"Ah, Kalau begitu masuklah dulu, Hyung. Aku akan segera bersiap."

Seungcheol mengangguk, ia masuk ke dalam kamar Jihoon, mengedarkan pandangan ke penjuru kamar sampai akhirnya berhenti pada sosok Wonwoo yang berselojor di ranjang dekat jendela.

"Hai"

Jihoon yang melihat Wonwoo tak merespon, pun segera membantu Seungcheol untuk memulai percakapan.

"Seungcheol hyung, itu Jeon Wonwoo, sahabat dan juga teman sekamarku." ujarnya antusias, setelah itu menatap Wonwoo, "Wonu, Ini Seungcheol hyung. Choi Seungcheol hyung, Senior kita yang juga menjabat sebagai ketua OSIS"

Wonwoo menatap Seungcheol datar dan mengangguk. "Aku tahu. Salam kenal, Sunbae."

Seungcheol tersenyum, "Salam kenal juga."

"Jja, Kalau begitu hyung duduklah dulu, Anggap saja kamar sendiri." Jihoon melempar cengiran lebarnya yang membuat Seungcheol gemas

Namja Choi itu mengusak rambut Jihoon, "Nde."

Selagi Jihoon ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya, Seungcheol hanya duduk diam di kursi belajar Jihoon, ia tersenyum melihat beberapa foto yang terpajang di meja belajar Jihoon.

Foto Jihoon kecil bersama orang tuanya.

Ternyata Jihoon memang sudah menggemaskan sejak dulu.

"Sunbae."

Seungcheol menoleh saat Wonwoo memanggilnya, "Ya?"

"Kalian mau pergi?"

"Ah, Jihoon tak memberitahumu?"

Wonwoo menggeleng, "Kami sedang bertengkar."

Seungcheol mengangguk paham, tak berniat bertanya lebih karna ia tidak ingin ikut campur.

"Aku meminta Jihoon menemaniku mencari hadiah."

"Kalian sudah akrab, ya?" Wonwoo bertanya dengan tatapan mengintimidasi. Ia agak curiga kenapa Seungcheol sangat baik pada Jihoon, padahal setahunya Jihoon dan Seungcheol tidak dekat.

Seungcheol melempar senyum tipis, lesung pipinya terlihat. Jika saja Wonwoo belum punya kekasih, mungkin ia akan jatuh cinta melihat senyuman itu.

"Mungkin." jawab Seungcheol sambil menggedikkan bahunya. "Tapi aku nyaman saat bersamanya, Jadi yah.. begitulah."

Wonwoo menyergitu, "Sunbae, Kau menyukainya?"

Cklek

Pintu kamar mandi terbuka.

Seungcheol dan Wonwoo tersentak, sementara Jihoon melempar tatapan bingung.

"Huh? Siapa yang suka siapa?"

Seungcheol tersenyum penuh arti pada Wonwoo, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Jihoon, "Aniyo."

Jihoon hanya mengangguk percaya, ia berjalan ke arah meja nakas untuk menyisir rambutnya, tak lupa mengambil ponsel dan topinya.

"Ayo, Hyung, Aku sudah selesai."

"Eum." Seungcheol berdiri, mengikuti Jihoon.

"Wonu-ya, Aku pergi dulu." pamit Jihoon dengan canggung.

Jujur, dia masih takut pada Wonwoo.

Hanya anggukan yang menjadi respon Wonwoo, setelahnya namja itu kembali menyibukkan diri dengan komik-komiknya.

"Jja." Seungcheol tersenyum ke arah Jihoon, membuat raut Jihoon yang tadinya sedih mendadak luntur.

Senyuman Seungcheol memang sangat menenangkan.


...



"Wah, ramai sekali."

"Heum, Ada pertunjukan musik jalanan di depan sana."

Jihoon ber-oh ria, rasanya sudah sangat jarang ia berjalan-jalan di tempat ramai seperti ini sejak pindah ke asrama.

Ia mengedarkan pandangannya, banyak toko-toko juga stand makanan yang berjejer di sepanjang jalan, mungkin ini sebabnya Seungcheol membawanya ke sini untuk mencari hadiah.

"Hyung ingin mencari hadiah yang seperti apa?" tanya Jihoon

Seungcheol terlihat berpikir, "Aku juga masih bingung. Menurutmu apa yang di sukai oleh seseorang yang sifatnya ceria dan optimis?"

"Namja atau yeoja?"

"Namja" jawab Seungcheol

Jihoon mengangguk paham, ia melihat satu persatu toko yang berjejer, sampai pada akhirnya berhenti di satu toko yang memajang aneka pernak pernik juga boneka lucu.

"Bagaimana kalau kita ke toko itu, Hyung?" tunjuk Jihoon pada toko yang di maksudnya

Seungcheol tersenyum, mengangguk dan mengenggam tangan Jihoon, "Ayo"

"Eh?" Jihoon melihat genggaman Seungcheol di tangannya

Seungcheol yang menyadari itu menyenggir, "Agar kau tidak terseret pengunjung yang ramai."

Jihoon mengerucutkan bibirnya kesal, "Memangnya hyung kira aku anak kecil?"

"Kau sangat menggemaskan, Semua orang akan berpikir kau masih siswa sekolah dasar."

"Yak, Hyung!"

Seungcheol tertawa, Jihoon yang melihat itu pun jadi ikut tertawa.

"Selamat datang~"

Sambutan menyapa mereka begitu masuk ke dalam toko.

Jihoon tak kuasa menahan decakan kagumnya melihat benda-benda yang terpajang di sana.

Walaupun toko ini dominan di kunjungi para muda-mudi bersama pasangan mereka, namun tak sedikit juga yang datang bersama teman dan keluarga.

Ah... Mendadak Jihoon merindukan Wonwoo. Biasanya ia selalu mengajak Wonwoo untuk membantunya memilih pernak-pernik lucu seperti piercing dan juga gelang persahabatan.

"Hyung, Lihat ini." Jihoon menarik Seungcheol, menunjukkan gelang rajut yang terlihat sederhana namun manis. "Woah... Ini bagus sekali, kan?"

Seungcheol mengangguk, tersenyum ke arah Jihoon, "Nde."

"Ku pikir ini cocok dengan teman, Hyung." ujar Jihoon, "Karna dia ceria dan optimis, Bagaimana dengan warna kuning?" tambahnya, ia terlihat antusias memperlihatkannya pada Seungcheol

"Itu bagus. Kau sangat pandai memilih hadiah, Jihoon-ah."

Jihoon terkikik, "Aniyo, Jangan memujiku seperti itu, Hyung."

"Kalau begitu aku akan membelinya dua. Untuknya satu dan untukmu satu." Seungcheol mengambil dua gelang dengan warna yang sama dan langsung membawanya ke kasir

Jihoon terkejut, ia segera menahan Seungcheol, "Eh? Tidak usah, Hyung. Aku memilih itu untuk teman Hyung."

"Tidak masalah, Karna sifatmu juga ceria dan optimis, Kau cocok memakainya."

Jihoon masih keberatan, Sungguh ia merasa tak enak, "Hyung—"

"Tidak ada penolakan, Heum?"

Mau tak mau Jihoon mengangguk, bibirnya merengut membuat Seungcheol terkekeh sanking gemasnya.


...




Soonyoung tidak mengerti kenapa Jihoon terus menghantui pikirannya.

Seharusnya ia tak perduli apa yang Jihoon lakukan, dengan siapa namja itu pergi atau apapun itu yang berhubungan dengan Jihoon.

Tapi mengapa mendadak seluruh atensi dalam dirinya mengarah pada Jihoon?

Ia menutup kasar buku ilmiah di tangannya, nyatanya hampir berjam-jam tak ada satupun pelajaran yang melekat di otaknya, melainkan bayangan Jihoon yang terus berputar di sana.

"Hah... " helanya. Sepertinya ia butuh mencari udara segar agar otaknya tak panas.

Mengambil ponselnya, Soonyoung keluar dari kamar.

Ia memasukkan tangannya ke dalam kantong celana. Udara malam di musim kemarau kian dingin, sepertinya pilihan yang buruk karna dirinya tak membawa jaket.

Namun walaupun udara dingin, masih banyak siswa-siswa yang berkeliaran di lobi gedung ataupun duduk-duduk di Taman.

"Kau yakin Seungcheol Sunbae pergi dengan Jihoon?"

Kaki Soonyoung berhenti sebelum dirinya menginjak anak tangga, ia menajamkan pendengarannya, tidak berniat melihat siapa yang berbicara barusan, melainkan dengan topik pembicaraan mereka.

Sekumpulan siswa memang sering berkumpul di tangga, tapi baru kali ini Soonyoung tahu jika mereka suka membicarakan orang.

"Iya, Bahkan aku melihat Seungcheol Sunbae memberi tumpangan di mobilnya"

"Wah... " seruan terkejut dan juga kagum terdengar dari para penggosip itu.

Bukan rahasia lagi jika Seungcheol tak pernah memberi tumpangan untuk duduk di mobil kesayangannya, Dan melihat Seungcheol memberi Jihoon duduk di dalam sana seperti melihat keajaiban.

"Tak heran, Jihoon itu manis, bahkan cantik, Tak mungkin Seungcheol Sunbae tak terpikat."

"Ayo taruhan, Malam ini mereka pasti sedang berkencan."

"Jangan konyol, Mungkin Jihoon hanya memanfaatkan Seungcheol karna sudah bosan mengejar Soonyoung. Hahaha"

Tangan Soonyoung mengepal, ia tidak jadi melanjutkan niatnya untuk mencari udara segar.

Membanting pintu kamar, Soonyoung tak perduli jika benda itu akan rusak nantinya, setindaknya itu lebih baik di banding ia melempar tinju ke sembarang orang.

Hatinya mendadak panas, bahkan kepalanya sudah terasa berasap.

Apa kata mereka tadi?

Jihoon hanya memanfaatkan Seungcheol karna sudah bosan mengejarnya?

Lee Jihoon? 

Bosan padanya?

Pertanyaan itu terus terulang-ulang di pikirannya.

"Ada apa denganku?" gumamnya. Ia melihat tangannya yang masih terkepal kuat, bahkan buku-buku jarinya sampai memutih.

Sungguh, ia tak mengerti kenapa emosi menguasai dirinya hanya karna mendengar nama Jihoon.

"Sadarlah, Kwon Soonyoung!" bentaknya pada diri sendiri

"Kau harusnya benci padanya!"


...



"Ugh... "

Jihoon meremang saat udara dingin menusuk kulitnya, ia merutuk karna lupa membawa jaket.

Grep

"Eh?" langkah Jihoon terhenti saat sebuah benda besar nan hangat menyelimuti punggungnya, bahkan membuat tubuhnya tenggelam.

Parfum beraroma white musk yang maskulin menusuk hidungnya.

Itu jaket Seungcheol.

"Pakailah jaketku, Aku tidak tega melihatmu kedinginan."

"Hyung... " Jihoon merona, Ia mengeratkan jaket Seungcheol di tubuhnya, Tidak berbohong jika benda itu menyelamatkannya menghalau udara malam yang sangat dingin. "Terima kasih, Maaf merepotkan."

Seungcheol mengacak rambut Jihoon, "Aigo, Kenapa kau sungkan sekali padaku?"

"Habisnya hyung baik sekali padaku."

"Jadi aku harus jahat padamu agar kau tak sungkan lagi?" goda Seungcheol

Jihoon yang tahu jika Seungcheol hanya menggodanya pun bersunggut, "Hyung, Kau sangat nakal."

"Uh... Kalau aku nakal, Tidak mungkin bisa menjadi ketua OSIS" tambah Seungcheol lagi. Melihat Jihoon yang bersunggut dengan bibir menggerucut membuat rasa gemasnya pada pemuda itu bertambah berkali-kali lipat.

"Aish, Hyung-ah" Jihoon kalah

"Hahaha," Seungcheol tertawa lebar, "Mian, Hanya bercanda."

Jihoon menggelengkan kepalanya, "Aku sangat tak menyangka kalau ternyata Hyung itu punya sifat seperti ini."

"Eh? Sifat seperti apa memangnya?"

"Menyebalkan."

Seungcheol kembali tertawa, namun kali ini sampai terbahak memegang perutnya

"Tidak ada yang lucu, Hyung."

"Ah, Maaf, Maaf." Seungcheol sudah berhasil mengendalikan tawanya, "Apakah aku terlihat sangat serius saat di sekolah?"

Kepala bertopi putih milik Jihoon mengangguk, "Bahkan saat Hyung diam, Hyung terlihat galak."

"Aku sering mendengar itu."

Jihoon berdehem, "Kalau mereka tahu Hyung punya sifat seperti ini, Pasti tidak akan ada yang takut pada Hyung lagi."

"Jadi kau?"

"Aku?"

"Kau tak takut padaku lagi?"

Jihoon menggedikkan bahunya, "Aku tidak takut dengan siapapun."

Seungcheol memasang wajah ragu, menggoda Jihoon lagi, "Yakin? Bahkan kau berlari ketakutan saat Soonyoung menangkapmu hendak membolos bersama teman-temanmu."

Jihoon malu saat teringat kejadian itu lagi, "Aish, itu sudah lama, Hyung. Jangan membahasnya lagi."

"Arra, Arra. Ayo kita pulang, Ini sudah hampir jam sepuluh."

Jihoon mengangguk, Mengekori langkah Seungcheol.

"Jja, Masuklah." Seungcheol membukakan pintu mobilnya untuk Jihoon

Jihoon melempar senyum, "Gomawo, Hyung.

"Eum."


...




BRAK!

'Maafkan aku, yeobo. Akh... '

Soonyoung tidur dengan gelisah, keringat mengucur dari dahinya, sesekali bibir pucatnya bergumam tak jelas.

"Eomma... " tes, Air mata mengalir dari mata terpejam Soonyoung, "Jangan sakiti, Eomma... "

Keringat mengucur deras, begitupun air matanya, rambutnya yang lepek juga bibirnya yang bergetar membuatnya terlihat sangat buruk.

Pasti tidak ada yang akan menyangka jika seorang Kwon Soonyoung punya sisi lemah seperti ini.

"Hah!" Ia tersentak bangun dengan nafas memburu.

Matanya berkedip cepat, menatap sekeliling, dan baru bisa mendesah lega karna kejadian buruk di dalam mimpinya sudah hilang.

"Mimpi itu lagi." desisnya

Ia mengacak rambutnya, "Sudah lama tapi tetap saja tak bisa lupa. Sungguh sial mempunyai ayah sepertinya."



...




Pagi ini matahari cerah sekali, secerah senyuman Jihoon yang terlihat begitu dirinya masuk ke kelas.

Di sebelahnya, Wonwoo menahan senyum.

Mood Jihoon sedang bagus.

Wonwoo memutuskan berbicara dengan Jihoon tadi pagi, Ia rasa sudah cukup mendiamkan Jihoon beberapa hari karna sahabat mungilnya itu melakukan intropeksi diri dengan baik.

"Wonu-ya, Nanti kita makan siang bersama, Eotte?" tanya Jihoon dengan semangat, ia bahkan memasang senyum lebarnya yang membuat Wonwoo silau.

Bercanda.

Wonwoo berpikir sejenak, tapi setelah itu mengangguk, "Boleh."

"Yey! Aku akan mentraktirmu makan sampai puas."

Wonwoo hanya tersenyum. Ia membiarkan Jihoon sibuk dengan ponselnya, sementara Wonwoo seperti biasa, membuka buku untuk mengulang pelajaran.

Wonwoo bukan kutu buku, dia hanya suka mengulang pelajaran sebelum kelas di mulai agar gelar peringkat pertamanya tidak di geser siapapun.

Jika kalian ingin tahu, Keluarga Wonwoo sangat keras untuk urusan nilai, Hal itu terkadang membuat Wonwoo merasa hanyalah robot yang di atur oleh keluarganya untuk selalu sempurna.

Sampai akhirnya ia bertemu Jihoon, saat itu lah ia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa perlu terlihat sempurna dan di buat-buat.

Maka dari itu Wonwoo sangat menyayangi Jihoon, bahkan melebihi keluarganya sendiri.

Dan satu rahasia lagi, Hanya Jihoon lah yang tahu jika dirinya sudah punya kekasih.

Alasannya... Mungkin ia akan memberi tahu nanti.

"Woah... Seungcheol Sunbae datang"

Para siswa berbisik-bisik melihat sosok ketua OSIS itu masuk ke kelas mereka, Jihoon melempar tatapan bingung begitu sadar jika Seungcheol berjalan ke mejanya dan Wonwoo.

"Selamat pagi." Seperti biasa, Seungcheol dan senyum tampannya.

"U-Uh oh, Selamat pagi, Hyung." balas Jihoon gagap, jujur ia agak risih karna tatapan berpasang-pasang mata itu tertuju ke arahnya.

Ada yang memasang tampang terkejut, sinis, bahkan penasaran.

"Wah, Jihoon memanggilnya Hyung."

"Mereka sudah sedekat itu?"

Seungcheol tertawa kecil mendengar bisikan-bisikan dari para siswa, beda dengan Jihoon yang terlihat panik.

"Aku membawakan kalian roti isi dan susu." Seungcheol meletakkan sekantong paper bag di hadapan Jihoon dan Wonwoo. "Anggap saja ucapan terima kasihku untuk semalam."

Wonwoo memicing ke arah Seungcheol. Sebenarnya apa maksud Seungcheol memberi perhatian secara terang-terangan pada Jihoon di hadapan para siswa, bahkan ia yakin kalimat terakhirnya itu bisa membuat mereka berspekulasi yang tidak-tidak.

Jihoon yang sama sekali tidak berpikiran buruk, membalas senyuman Seungcheol, "Terima kasih, Hyung. Maaf merepotkamu sampai harus datang ke kelas kami."

"Aniyo, Tak masalah." balas Seungcheol, "Kalau begitu aku kembali ke kelasku dulu. Sampai jumpa, Jihoon."

"Nde, Hyung."

Selepas Seungcheol keluar dari kelas, meja Jihoon langsung di seroboti oleh para siswa yang masih penasaran dengan kedatangan Seungcheol yang tiba-tiba.

"Jihoon, Kenapa Seungcheol Sunbae kesini?"

"Kau sudah dekat dengan Seungcheol Sunbae, ya?"

"Jihoon, Kau berpacaran dengan Seungcheol Sunbae?"

"Bagaiamana dengan Soonyoung Sunbae?"

"Yak! Yak! Yak! Bisakah kalian pergi dan tak membuat keributan?"

Teriakan Wonwoo membuat para siswa yang tadi berisik pun mendadak kicep. Wonwoo jarang marah, tapi sekalinya marah, akan lebih menggerikan di banding harimau jantan.

"M-Mian... " satu persatu dari mereka membubarkan diri, ada yang merutuk, tapi Wonwoo tak perduli.

"Yaampun, Mereka benar-benar menggerikan." decak Wonwoo

Jihoon terkekeh, "Kau seperti ibuku."

"Apa? Jadi kau ingin bilang jika aku cerewet?"

"Hahaha... Eomma tidak cerewet, tapi suka mengomel."

Wonwoo memutar bola mata malas, "Ya, Ya, Terserah."

"Aigo... Lihatlah siapa yang sedang marah~" goda Jihoon, ia memeluk lengan Wonwoo, "Jangan marah lagi, Aku hanya bercanda." Jihoon memasang kitty eyesnya

Baiklah, Siapa yang bisa menolak aegyo Jihoon yang menggemaskan itu? Bahkan Wonwoo saja gagal.

"Dasar menyebalkan."

"Hehe~"

"Saranghae, Wonu-ya~"

Wonwoo memasang raut ngeri, menggeser Jihoon, "Jangan berani-berani jatuh cinta padaku, Lee Jihoon."

"Sepertinya tak buruk untuk jatuh cinta pada sahabat sendiri. Jadikan aku kekasih keduamu, Wonu-ya~"

"Aish, Lee Jihoon!"

"Hahaha!"


...



Soonyoung masih berada di ruangan kesiswaan.

Padahal bel masuk sudah berbunyi setengah jam yang lalu.

Namja kelahiran Juni itu merenung di tempatnya.

Tadi pagi ia tak sengaja berpapasan dengan Jihoon lagi, Namun namja mungil itu hanya menunduk, Lalu pergi.

Bukankah seharusnya Soonyoung senang?

Tapi kenapa ia merasa tidak suka?

Terhitung sudah seminggu Jihoon tidak pernah menduduki kursi di ruang ke siswaan, Bahkan kertas baru yang sudah Soonyoung letakkan di halaman milik Jihoon, Masih bersih dan belum tercoret satu kasus pun.

Akhir-akhir ini ia juga sering melihat Jihoon bersama Seungcheol. 

Dia bukannya bodoh untuk mengerti jika Seungcheol sedang mendekati Jihoon.

Tapi untuk apa? Karna dia menyukai Jihoon?

Soonyoung berdecih tanpa sadar.

Tok tok tok

"Sunbae, Ada seorang yeoja yang mencarimu di gerbang."

Soonyoung menghela, "Baiklah."

Ia merapihkan penampilannya, dan keluar dari ruangan.

Kaki jenjangnya menyusuri koridor yang sudah sepi, Ia tak sadar jika kakinya bukan melangkah ke gerbang sekolah, melainkan berbelok ke arah kelas tingkat dua.

Suasana kelas sangat hening dan kondusif, Mungkin mereka sedang ada tes.

Namun bukan itu yang menjadi perhatian Soonyoung, tapi sosok mungil yang tampak serius menulis di lembaran kertas miliknya.

Kening mulus itu berkerut sesekali, bibirnya bergumam kecil, lalu mengedarkan matanya sambil berpikir.

Tanpa sadar Soonyoung tersenyum.

Namun pada saat mata mereka tak sengaja bertabrakan, Soonyoung kembali memasang raut datar dan segera berlalu.

"Huft... "



...




Tes mendadak.

Jihoon frustasi setengah mati melihat soal tes di hadapannya, berbeda dengan Wonwoo yang terlihat santai dan mengisi satu per satu pertanyaan dengan lancar.

Walaupun Wonwoo tak pernah pelit membagikan jawaban padanya, Namun Jihoon tak ingin selalu bergantung pada Wonwoo untuk urusan akademik. Hal itulah yang membuat jarak nilai tes dan ujian di antara mereka sangat kontras.

Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, deretan soal yang harus di pecahkan dengan rumus matematika itu membuat otaknya panas.

"Ji, Kau yakin tak mau menyalin milikku?"

Jihoon menoleh pada Wonwoo, mengerucutkan bibirnya dan menggeleng, "Yang ada Seongsaengnim heran jika nilai matematika ku mendadak bagus."

Wonwoo terkekeh pelan, "Baiklah. Bilang padaku kalau kau butuh bantuan."

Jihoon hanya berdehem, kembali menenggelamkan diri dalam soal-soal yang baru di selesaikannya tiga di antara sepuluh.

Dia janji, setelah kelas ini selesai, Jihoon akan membeli ice cream yang banyak untuk mendinginkan otaknya.

"Kenapa harus ada soal-soal seperti ini? Apakah aku harus menggunakan rumus juga hanya untuk sekedar naik tangga?" gerutunya

Ia mengedarkan pandangan, mungkin bisa mendapat sedikit pencerahan, Tapi justru yang di dapatnya malah membuat otaknya semakin buntu.

Soonyoung sedang di depan jendela kelas mereka!

Dan sedang menatapnya!

Tapi itu hanya bertahan tak lebih dari dua detik, karna Soonyoung sudah lebih dulu pergi dengan raut datarnya.

Huh.

Jihoon berdecih, Ia menjatuhkan kepala di meja, "Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada orang seperti dia."

"Kau mengatakan sesuatu, Ji?" tanya Wonwoo

Jihoon tergagap, Dia kira Wonwoo tak mendengar lirihannya.

"A-Aniyo."

"Okay." Wonwoo menggedikkan bahu dan kembali mengerjakan soalnya

Jihoon menghela nafas, "Aish... "


...



"Soonyoung!"

Soonyoung tersenyum saat namanya di panggil, ia berjalan ke arah orang itu dan memeluknya.

"Apa kabar, Noona?"

Yeoja itu membalas pelukan Soonyoung, "Baik. Bagaimana denganmu?"

"Aku baik, dan semakin baik karna Noona datang."

Pelukan mereka terlepas, Yeoja itu mengelus rambut Soonyoung, "Manis sekali."

Keduanya melempar senyum.

"Noona cuti kerja lagi?"

Mengangguk, Yeoja itu menyodorkan sebuah paperbag untuk Soonyoung. "Sekalian membawakan bekal untukmu."

Soonyoung menerimanya, "Terima kasih, Noona."

"Besok aku sudah harus kembali ke Jepang, Jadi hari ini aku akan menghabiskan hari seharian denganmu, Eotte?"

Soonyoung tersenyum dan mengangguk, "Baiklah. Bagaimana jika nanti kita makan siang bersama di Kantin?"

Yeoja itu mengangguk, "Joha. Kalau begitu kau masuklah ke Kelas. Noona akan menunggu di Taman."

"Arraseo, Sampai jumpa, Noona."



...



Jihoon menepati janjinya.

Tumpukan ice cream bermacam jenis di beli Jihoon, membuat Seungcheol dan Wonwoo melonggo.

"Ji, Kau yakin akan menghabiskan ini semua?" tanya Seungcheol, ia agak ngeri melihat Jihoon yang mengunyah ice cream dengan brutal, bahkan giginya yang menjadi ngilu.

Jihoon menggeleng, "Hyung dan Wonu juga."

"Kau membuat kami masuk rumah sakit?"

Jihoon merengut, "Kalau tidak mau di habiskan juga tak apa, Nanti aku memakannya sendiri saja." ketusnya

Mood-nya sedang tak bagus, selain karna tes matematika tadi, sosok Soonyoung dan seorang yeoja yang duduk di salah satu meja kantin membuatnya kesal.

"Ji, Kalau kau masih mengharapkannya, Aku akan marah padamu lagi." bisik Wonwoo saat sadar arah mata Jihoon

Jihoon mendelik, "Siapa bilang? Aku hanya kesal karna mereka juga membeli ice cream yang seharusnya menjadi milikku semua"

Wonwoo memutar bola mata.

Alasan Jihoon sungguh konyol.



...




"Noona, Kau terlihat kurus."

Sosok Noona yang di sebut Soonyoung terkekeh, "Ku rasa itu hal yang wajar. Akhir-akhir ini pekerjaanku sangat banyak, Bahkan mulai bulan depan aku rasa akan sangat susah mencari waktu untuk pulang ke Korea dan menemuimu."

Soonyoung mengangguk paham, "Kau tidak perlu repot-repot menemuiku kalau pekerjaanmu sedang banyak, Noona. Jagalah kesehatanmu. Aku bisa menjaga diriku di sini"

Yeoja itu tersenyum bangga, ia mengenggam tangan Soonyoung, "Kau banyak berubah." lalu rautnya berubah sendu, "Maafkan aku yang tidak bisa selalu menemanimu, Ini semua salahku."

Soonyoung hanya diam, ia benci melihat raut sedih itu.

"Jika saja aku tak memilih pergi, Mungkin aku bisa menemani hari-harimu dulu."

"Jangan mengungkit masalah itu lagi, Noona." suara Soonyoung bergetar, hatinya selalu sakit setiap kali mengingat kenangan masa lalunya

"Mian."

Setelah itu hening melanda keduanya, Soonyoung balas mengenggam tangan yeoja itu.

"Terima kasih karna selalu mengertiku, Noona."

Yeoja itu mendongak, menatap Soonyoung yang masih menunduk.

"Eomma mempercayakan aku untuk selalu menjagamu. Hanya kau lah satu-satunya keluargaku yang ada di dunia ini, Soonyoung-ah."


...





"Hah... "

Entah sudah helaan nafas yang keberapa kalinya keluar dari bibir Soonyoung.

Pemuda bermarga Kwon itu mendongak, menatap langit mendung di atas sana.

Di sebelahnya, Sang kakak menatapnya sedih.

"Sudah mau turun hujan, Ayo pulang."

Suasana pemakaman umum yang sepi nan hening membuat lirihan kakaknya terdengar jelas. Soonyoung membasahi bibirnya yang kering, "Noona, Apakah Eomma sedang melihat kita di atas sana?"

"Tentu. Eomma selalu bersama kita di manapun."

Soonyoung menatap pusara makam ibu mereka, "Tapi kenapa aku selalu merasa kesepian?" Ia mengelus nisan yang tertulis nama ibunya, "Aku merindukanmu, Eomma."

Sang kakak tak bisa menahan air matanya, Ia tahu Soonyoung selalu menyimpan semua kesedihan dan lukanya di balik wajah dinginnya, Namun melihat secara langsung Soonyoung menunjukkan kelemahannya, Hatinya seperti hancur berkeping-keping.

"Soonyoung-ah... " Keduanya berpelukan, Layaknya kembali ke masa kecil, Saat di mana mereka belum mengenal semua pesakitan ini, saat dimana kehidupan mereka bahagia layaknya keluarga lainnya.

Dan bersamaan dengan jatuhnya tetesan air membasahi bumi, Saat itu jugalah Soonyoung menangis.

Menangisi takdir hidupnya yang menyedihkan.

...

"Aigo, Kenapa jadi sering sekali hujan." gerutuan terus terdengar sepanjang Jihoon berjalan.

Ia kesal sekali karna baru bisa kembali ke asrama setelah jam menunjuk pukul tujuh malam. Ini semua karna hujan yang tiba-tiba turun dengan deras, dan sialnya saat itu ia masih berada di sekolah karna harus mengerjakan soal remedial dari sang guru matematika tercinta.

"Eh?" Langkah Jihoon terhenti saat melihat sosok Soonyoung dalam keadaan basah kuyup berjalan lunglai menuju gedung asramanya.

Dia tak salah lihat kan?

"Soonyoung-ah" Jihoon memanggil, Soonyoung mendongak ke arahnya, membuat Jihoon tercenggang.

Raut itu... Baru kali ini Jihoon melihat raut rapuh itu di wajah Soonyoung.

"Jihoon... " Suara itu lirih serupa desiran angin, Namun Jihoon bisa mendengarnya dengan jelas.

Sebesit rasa khawatir memenuhi hatinya, Jihoon ingin mencoba tak perduli, Namun sebagian hatinya seakan mendesak ia untuk segera mendekati Soonyoung.

Seakan kalah oleh perasaannya, Jihoon tak sadar jika ia berlari ke arah Soonyoung sebelum tubuh itu jatuh ke dinginnya tanah.

...

Cklek!

"Wonwoo, Bantu aku."

Wonwoo yang tadi sedang membaca buku, Langsung terkejut begitu melihat Jihoon yang masuk dengan mengendong Soonyoung di punggungnya.

Yatuhan, Apa apa?

Tahu jika Jihoon tak kuat menahan bobot itu di punggungnya, Wonwoo segera mengambil alih tubuh Soonyoung

"Tidurkan ia di ranjang ku saja, Won." Nafas Jihoon masih memburu, antara karna kelelahan dan juga panik.

Wonwoo menurut, ia menidurkan tubuh kuyup Soonyoung di ranjang Jihoon. Belum berniat meminta penjelasan karna dia tahu sekarang bukan saat yang tepat.

"Won, Bisakah tolong ambilkan aku air dan juga handuk? Sepertinya Soonyoung demam."

"Arra."

Setelah Wonwoo berlalu, Jihoon segera menganti pakaian Soonyoung dengan baju miliknya.

Untung saja ia selalu membeli baju dengan ukuran yang besar, jadinya ia tak perlu meminjam baju Wonwoo untuk Soonyoung.

Menahan degupan jantungnya dan juga panas di pipi karna melihat tubuh Soonyoung, Jihoon akhirnya berhasil menggantikan pakaian Soonyoung.

"Ini." Wonwoo meletakkan baskom air yang di bawanya di nakas. "Gantilah pakaianmu juga, Ji. Kau bisa sakit jika masih menggunakan baju basah itu."

Ah iya, Jihoon baru sadar jika bajunya juga jadi basah karna menggendong Soonyoung tadi.

"Nde. Tolong kompreskan handuk itu untuk Soonyoung, Won. Maaf merepotkanmu."

Wonwoo hanya mengangguk. Ia melirik Soonyoung yang masih memejamkan matanya, Wajah itu memang terlihat pucat.

Jika saja bukan karna Jihoon, Wonwoo sangat enggan berurusan dengan Soonyoung.

Setelah meletakkan handuk yang sudah di perasnya ke dahi Soonyoung, Ia menghela, "Ku pikir manusia tak punya perasaan sepertimu tak  bisa sakit dan punya wajah menyedihkan itu."


...




Jihoon masih senantiasa menunggu Soonyoung sadar.

Sesekali ia menguap, melirik jam di ponselnya yang sudah hampir menunjukkan tengah malam.

Wonwoo sudah tidur, setelah berdebat panjang karna Jihoon terus keras kepala menolak perintahnya untuk segera tidur, Akhirnya Wonwoo pasrah dan membiarkan Jihoon melakukan apapun yang dia mau.

Entah sudah berapa kali Jihoon mengganti kompresan Soonyoung, Memastikan namja itu tidak berkeringat, Dan juga berdoa semoga Soonyoung baik-baik saja.

Tanpa di katakan juga orang-orang bisa melihat jika Jihoon masih punya perasaan untuk Soonyoung, Mau seberapa besar usahanya untuk melupakan dan mengabaikan Soonyoung, perasaan dalam hatinya sama sekali tak gontar untuk menghapus nama Soonyoung di dalam sana.

"Hoam... " Jihoon menguap lagi, Kali ini ia Sungguh tak kuasa menahan kantuknya lagi, sampai akhirnya ia jatuh tertidur, Tanpa sadar jika sosok yang di tunggunya sedari tadi perlahan membuka kelopak matanya.



...



Soonyoung membuka matanya yang berat, Ia menyergit saat rasa pusing kembali menghantam kepalanya.

Ia mengedarkan pandangan, Agak asing dengan tempat ini, Namun akhirnya ia mengerti saat melihat sosok mungil itu.

Jihoon tertidur dengan posisi duduk di samping ranjang, Kepalanya menghadap ke Soonyoung, Membuat Soonyoung bisa melihat dengan jelas wajah polos yang tertidur pulas itu.

Soonyoung mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi.

Seingatnya tadi ia pergi ke pemakaman bersama sang kakak, Menangis bersama di sana, Membiarkan tubuhnya di hantam derasnya hujan sepanjang jalan, Bertemu Jihoon di depan gedung asrama, Dan setelah itu ia tak ingat apapun lagi karna semuanya berubah menjadi gelap.

Apakah dia pingsan dan Jihoon yang menolongnya?

Ah... Pantas saja sekarang ia berada di kamar namja itu.

"Shh... " ia berdesis saat kepalanya kembali berdenyut, Soonyoung hendak menyentuh kepalanya, Namun tersadar jika ada handuk di dahinya.

Kompresan.

Benda itu masih basah, Berarti baru di ganti beberapa saat yang lalu.

Siapa lagi yang merawatnya jika bukan Jihoon?

Soonyoung meneleng ke arah Jihoon, Ia sungguh tak mengerti kenapa namja itu masih saja sudi memperhatikannya walaupun selalu di perlakukan buruk oleh Soonyoung.

Oke, Soonyoung mengakui ia telah memperlakukan Jihoon dengan buruk selama ini, Namun ia tak bisa mengendalikan itu karna rasa bencinya akan memuncak setiap kali mengingat jika Jihoon adalah orang-orang berada yang selalu mengandalkan jabatan dan uang mereka.

Awal mula Soonyoung menyimpan benci pada orang-orang kaya adalah pada saat dirinya masih kecil.

Saat itu usianya masih delapan tahun, Ia punya keluarga yang bahagia. Ayah, Ibu dan seorang Kakak perempuan.

Tapi suatu saat, Bisnis ayahnya bangkrut karna di tipu oleh investor kaya yang menjanjikan keuntungan besar.

Hal itu membuat perekonomian keluarga mereka menjadi buruk. Mereka yang awalnya masih bisa menikmati rumah yang nyaman pun akhirnya pindah ke rumah susun di pinggiran kota yang kumuh.

Mulai saat itulah awal mula keluarga mereka tak seharmonis dulu lagi. Ayahnya selalu mabuk-mabukkan dan bersikap kasar, Di perparah sang ibu yang sering sakit-sakitan dan di pukuli oleh ayahnya karna tak bisa memberi uang untuk berjudi.

Soonyoung bahkan tak mengenal sosok ayahnya yang dulu lagi karna itu.

Soonyoung dan kakaknya yang waktu itu masih kecil pun harus berhenti dari sekolah dan mencari pekerjaan serabutan agar mereka bisa membeli makanan.

Setiap hari mereka selalu melihat bagaimana luka dan lebam baru akan menghiasi wajah dan tubuh ibu mereka. Namun sang ibu selalu menyambut Soonyoung dan kakaknya dengan senyuman.

Sampai pada puncaknya adalah malam di tengah hujan yang deras.

Malam di mana sang ayah memukul ibunya yang sedang sakit parah hingga meninggal.

Soonyoung dan sang kakak melihat itu dengan mata kepala mereka sendiri.

Bagaimana darah perlahan mengalir dari kepala ibunya, Dan mata bergetar yang menatap mereka sayu sebelum akhirnya menutup.

Mereka sangat ketakutan, tapu dengan berani sang kakak berhasil meminta pertolongan yang akhirnya membawa ayahnya bisa berada di balik jeruji besi.

Lega dan bingung.

Kejadian itu meninggalkan luka dan trauma yang sangat dalam bagi mereka.

Tanpa kejelasan apapun kakak Soonyoung memilih melarikan diri dan meninggalkan Soonyoung di depan sebuah panti asuhan.

Hanya satu pesan yang Soonyoung ingat saat itu.

'Noona berjanji akan datang saat kau besar nanti. Tunggu Noona, Ya? Noona sangat menyayangimu, Soonyoung-ah. Sampai jumpa'

Soonyoung yang tak mengerti apapun,  Akhirnya masuk ke panti asuhan itu.

Sejak itulah sifat dan kepribadiannya berubah drastis.

Namun karna semua kenangan buruk yang terngiang di ingatannya, Ia berhasil bangkit.

Soonyoung terus belajar, Tidak menyiakan kesempatan untuk bersekolah, Dan akhirnya berhasil mendapat beasiswa dari pemerintah untuk bersekolah lagi

Tapi di sana ia selalu merasa terkucilkan, Tidak mempunyai apapun, Dan juga status anak si pembunuh selalu melekat padanya

Mereka yang mengoloknya adalah orang-orang kaya raya itu, Orang-orang yang selalu bersembunyi di balik tumpukan uang untuk melindungi dari semua kejahatan yang mereka lakukan.

Tidak ada yang mau berteman dengannya karna mereka hanyalah anak-anak orang kaya yang tak pernah mau perduli betapa kerasnya dunia di luar sana selain dunia dongeng bergelimang materi yang di beri orang tua mereka.

Soonyoung yang beranjak remaja mulai mencoba mengabaikan semua olokan itu, Ia bertekad akan menjadi orang yang sukses kelak, Bukan dengan berlindung di balik uang yang berlimpah, Namun dengan pendidikan yang mumpuni.

Mungkin Tuhan mendengar doa-doanya, Soonyoung akhirnya sukses memenangkan satu demi satu kejuaraan olimpiade yang membawanya ke Sekolah ini.

Awalnya ia mengira semua akan sama saja.

Namun saat ia bertemu Jihoon, ia merasa berbeda.

Namja mungil itu punya sifat yang ceria, Tidak malu makan tteokbokki di pinggir jalan, Dan juga sama sekali tidak keberatan memulai pembicaraan dengan Soonyoung yang notabene adalah siswa penerima beasiswa.

Awal pertemuan mereka adalah saat acara penerimaan siswa baru.

Hari demi hari  ia menjadi semakin mengenal Jihoon. Namja itu selalu saja terlambat, Namun akan menyapa Soonyoung dengan ceria begitu masuk ke ruangan kesiswaan, Dan dengan senang hati menerima hukuman yang di berikan.

Dia tak menyimpan curiga saat itu, Tapi karna mulai banyak rumor yang beredar jika Jihoon menyukainya, Soonyoung mulai menjaga jarak dan berusaha tak membuat sikap yang bisa membuat Jihoon merasa di beri harapan.

Dan alasan yang membuatnya muak pada Jihoon adalah karna namja itu masuk ke Sekolah ini bukan karna bakat akademis dan juga cerdas.

Di saat di luaran sana banyak pelajar yang gugur dari seleksi masuk ke Sekolah ini, Jihoon, Hanya karna jabatan sang paman, ia bisa dengan mudah menjadi pelajar di sini.

Bukankah hebat sekali peran sebuah jabatan? Soonyoung ingin bertepuk tangan saja rasanya.

"Hah... " Soonyoung menghela, Ternyata mengingat kembali semua masa lalunya adalah hal yang melelahkan.

Ia melirik Jihoon, beralih pada tangannya yang terkulai di ranjang, meraihnya, dan mengenggam tangan itu, "Ada apa denganku—

—Kenapa aku tidak bisa membencimu juga?"


...



Soonyoung terbangun dengan keadaan yang lebih baik.

Kepalanya masih sesekali berdenyut, Namun panas tubuhnya sudah turun.

Ia menyergit melihat Kamar yang tidak ada siapapun, Tapi akhirnya sadar jika ini sudah pagi.

Berarti Jihoon dan Wonwoo sudah pergi ke Sekolah.

Matahari di luar sana sudah tinggi di atas kepala.

Baguslah, Karna Soonyoung benci hujan.

Namja Kwon itu bangkit perlahan dari ranjang, Ia menyusuri Kamar Jihoon, Agak lucu karna melihat betapa kontrasnya bagian Jihoon dan Wonwoo.

Wonwoo punya selera dekor yang cenderung klasik dan sederhana, Tapi Jihoon malah terlihat seperti tempat bermain anak-anak.

Penuh warna dan ceria, Seperti sifatnya.

Soonyoung berjalan menuju meja belajar Jihoon yang berantakan. Terlihat sekali Jihoon malas mengurus buku-bukunya, Soonyoung berdecak.

Beberapa lembar hasil ujian tes dengan torehan tinta merah ikut merancukan keadaan meja itu, Namun satu benda yang berada di tengah kekacauan itu membuat Soonyoung penasaran.

Sebuah buku dengan sampul biru dan pink pastel yang terdapat tulisan 'Diary'

Apakah ada orang seceroboh Jihoon yang meletakkan buku diary di atas meja?

Sebenarnya dia terlalu polos atau bagaimana?

Agak ragu Soonyoung mau membukanya, Tapi rasa penasaran yang sudah berada di ubun-ubun membuat rasa ragunya tersingkirkan.

Lembaran pertama yang di lihatnya adalah foto Jihoon dan juga Wonwoo, Mereka menggunakan seragam sekolah ini, Belum banyak kertas yang terisi, Mungkin baru setengahnya.

Ah, Berarti ini diary yang baru Jihoon buat?

Lembar demi lembar Soonyoung baca, Cukup menarik karna Jihoon menceritakan semua kegiatannya dalam satu hari di buku itu.

Gerakan tangan Soonyoung terhenti, Ia menyentuh sebuah gelang ikat berwarna merah yang di tempel Jihoon di tengah halaman.

Itu bukan benda yang asing bagi Soonyoung, Karna ia sendiri yang mengikat gelang itu di tangan Jihoon saat hari terakhir acara penerimaan siswa baru.

Setiap senior memang wajib memasang gelang untuk setiap siswa baru.

Soonyoung terkekeh mengingatnya, Dulu ia bahkan tak perlu mencari-cari siswa untuk mau di pasangkan gelang, Yang ada mereka sendiri yang menghampiri Soonyoung.

Namun karna melihat ada seorang siswa yang kesulitan berdesakan dengan siswa-siswa lain sebab tubuh mungilnya, Akhirnya Soonyoung sengaja menyimpan satu.

Siswa yang lain mendesah kecewa sewaktu Soonyoung mengatakan jika jatah gelangnya sudah habis. Saat mereka sudah bubar, Tanpa menanyakan nama si pemuda mungil, ia memasang gelang terakhir yang di simpannya, dan pergi.

Hari berlalu, Dirinya pun sudah tak begitu mengingat wajah namja itu, Tapi pada saat sosok itu datang ke ruang kesiswaan karna terlambat, Soonyoung baru tahu jika namja yang memakai gelang terakhir darinya bernama Lee Jihoon.

"Ternyata kau masih menyimpannya." Tidak sadar Soonyoung jika dirinya tersenyum, Ia kembali membalik halaman dan membacanya.

Ternyata benar dugaan Soonyoung, Jihoon memang jatuh cinta padanya karna perhatian kecil itu, Bahkan di tulis di sana jika Jihoon sengaja terus terlambat dan membuat onar agar ia bisa bertemu Soonyoung setiap hari.

Yaampun.

Terus dan terus semua hal yang di tulis Jihoon terdapat namanya.

Bagaimana dia sangat senang sewaktu Soonyoung mengajaknya bicara, saat Soonyoung menang kejuaraan taekwondo, dan juga sedih karna takut Soonyoung telah mempunyai seseorang yang ia sukai.

"Uh?" Kening Soonyoung berkerut pada satu halaman. Tidak ada apapun yang tertulis di sana, Hanya sebuah gambar hati yang terbelah menjadi dua dan juga emoji sedih.

Halaman berikutnya, hanya ada sedikit tulisan, tidak sepanjang halaman lainnya.

Wonwoo marah padaku.
Dia benar, Tak seharusnya aku menyakiti diriku sendiri dan melupakan batasan untuk berjuang.
Aku harus melupakannya.
Ya, Lee Jihoon harus melupakan Kwon Soonyoung.

Deg

Jatung Soonyoung berdetak kencang, Nyeri.

Ia sudah tahu Jihoon menghindarinya karna mencoba untuk melupakan perasaannya, Tapi kenapa tetap saja Soonyoung tak rela sewaktu membaca langsung tulisan yang di buat Jihoon?

Halaman-halaman selanjutnya penuh dengan emoji sedih dan patah hati.

Soonyoung bisa membayangkan bagaimana sedihnya Jihoon pada saat itu.

Ia tahu bagaimana sakitnya mencoba melupakan orang yang di sayang, Namun kenapa ia tega menyuruh Jihoon melakukan hal yang sama.

"Choi Seungcheol?" Soonyoung mengeratkan rahangnya.

Ia melihat nama si pemuda Choi itu terisi di halaman baru yang di tulis Jihoon.


...


Saat ini Jihoon dan Seungcheol sedang berjalan menuju gedung asrama mereka, karna tak sengaja berpapasan di gerbang sekolah, Maka dari itu mereka memutuskan untuk pulang bersama.

"Jihoon, Temanku sangat menyukai kado yang kau pilihkan."

Jihoon menatap Seungcheol antusias, "Jinjja? Woah, Senangnya"

Seungcheol tersenyum, "Sebagai ucapan terima kasih, Bagaimana jika malam ini aku mentraktirmu makan?"

"Aigo... Tidak usah seperti itu, Hyung. Aku membantu dengan tulus kok." tolak Jihoon

"Aku tahu, Tapi tak ada salahnya kan aku mentraktirmu sesekali? Dan aku juga bisa mengenalkanmu padanya."

"Teman hyung juga ikut?" mata Jihoon berbinar, Ia sangat penasaran dengan teman yang di maksud Seungcheol. Mendengar dari kepribadian mereka yang hampir sama, Mungkin Jihoon akan cocok dengan orang itu.

Seungcheol mengangguk, "Jadi kau mau?"

"Okay!"

"Menggemaskan sekali." Seungcheol mengacak rambut Jihoon, "Hyung jemput jam tujuh malam, Ya?"

"Nde, Hyung."


...


"Oh, Soonyoung?" Seungcheol menyapa Soonyoung saat namja bermata segaris itu berpapasan dengannya di gedung asrama.

Soonyoung hanya memasang raut datar.

"Kau tidak masuk sekolah tadi?" Seungcheol bertanya

"Ya."

Mendapat jawaban singkat itu, Seungcheol memilih tak banyak bertanya. Ia memberi senyumnya, "Baiklah, Kalau begitu aku duluan."

Tapi baru selangkah ia berjalan, Seungcheol kembali berbalik, "Ah, Bisakah aku meminta dua surat izin untuk malam ini? Aku akan pergi dengan Lee Jihoon, Siswa tingkat dua. Nanti malam aku akan mengambil surat izinnya ke Kamarmu, Ya?"

Kepalan tangan Soonyoung mengerat. Tanpa menjawab ia langsung berlalu dan meninggalkan Seungcheol yang menatapnya bingung.


...

"Kau tahu kapan Soonyoung pergi?"

Jihoon menatap Wonwoo yang bertanya barusan, "Molla. Saat aku kembali, Dia sudah tak ada." jawab Jihoon sambil memakai hoodie-nya.

Hari ini dia tak mau membuat Seungcheol menunggu, maka dari itu Jihoon sudah bersiap dari tadi.

"Kenapa kau cuek saja?"

Jihoon menyergit, "Cuek?"

"Aku kira kau akan panik karna tak melihat Soonyoung di Kamar saat kau pulang."

Jihoon berdecak, melipat tangannya di dada, "Aku perduli padanya, Salah. Aku cuek padanya, Juga salah. Sebenarnya kau ingin aku bagaimana?"

"Yaampun, Aku hanya bertanya, Kenapa sensitif sekali."

Jihoon mengerucutkan bibirnya, Tak berniat membalas lagi.

Tok tok tok

"Eh, Cepat sekali Seungcheol hyung datang." gumam Jihoon

Ia berjalan ke arah pintu, Dan pada saat membukanya, Jihoon terkejut.


...


Wonwoo menyergit bingung melihat ternyata Soonyoung lah yang mengetuk pintu tadi. Ia menutup komiknya dan langsung berjalan ke sana, menggeser Jihoon.

"Ada apa kemari lagi?" tanya Wonwoo datar, tanpa melihat, Jihoon tahu jika Wonwoo masih marah pada Soonyoung

Tapi melihat Wonwoo memasang tubuh untuk melindunginya, membuat Jihoon terharu.

"Menemui Jihoon." jawaban singkat dan tak kalah datar dari Soonyoung membuat suasana di antara mereka semakin dingin

Jihoon terperangah, antara masih terkejut dan juga takut.

Terkejut karna Soonyoung datang menemuinya, dan takut jika Wonwoo akan menghajar Soonyoung saat ini juga.

"Aku pikir dia tak melakukan pelanggaran di Sekolah hingga membuatmu harus rela datang ke kamar kami dan menemui Jihoon secara langsung, Kwon Soonyoung sunbae." tekan Wonwoo di setiap katanya

"Dan ku pikir ini juga bukan urusanmu untuk ikut campur, Jeon Wonwoo." jawab Soonyoung. Ia memutus kontak mata dari Wonwoo dan beralih pada Jihoon yang masih bersembunyi di balik tubuh jangkung Wonwoo, "Lee Jihoon"

Jihoon tercekat, ia merasa ada batu yang mengganjal tenggorokannya saat mendengar Soonyoung menyebut namanya.

Mendadak tembok pertahanan yang sudah susah payah di bangunnya agar bisa acuh pada Soonyoung roboh begitu saja.

"Aku ingin berbicara padamu."

Hati Jihoon menjerit. Jika saja kalimat itu di katakan jauh-jauh hari sebelum dirinya bertekad untuk menjauhi Soonyoung, mungkin tanpa pikir panjang ia akan segera menyetujui dengan antusias layaknya bocah di beri permen.

"Jihoon tidak—"

"Aku tidak berbicara padamu, Jeon Wonwoo." geram Soonyoung, ia menatap nyalang pada Wonwoo, "Jadi bisakah kau tutup mulutmu itu dan jangan ikut campur?"

Rahang Wonwoo mengerat, ia mengepalkan tangannya seakan siap melemparkan tinju ke wajah Soonyoung detik itu juga.

Tak ingin membuat keributan, Jihoon menyela, "Baiklah."

Wonwoo menatap Jihoon tak percaya, namun namja mungil itu hanya memberinya senyum lalu beranjak keluar bersamaan dengan Soonyoung yang melempar decih remeh ke arahnya.

"F*ck!"

BLAM!

...


Tap.

Langkah Jihoon berhenti di anak tangga terakhir.

"Apa yang ingin anda bicarakan, Sunbae."

Soonyoung menyergit.

Sunbae?

Sejak kapan Jihoon memanggilnya Sunbae? Sejak ia menyuruh Jihoon mejauhinya?

"Kau akan pergi bersama Seungcheol malam ini?"

Jihoon tak perlu bingung darimana Soonyoung tahu. Melihat dari jabatan namja itu, Jihoon yakin Seungcheol pasti sudah menemui Soonyoung untuk meminta surat izin.

"Ya." jawab Jihoon singkat

"Sejak kapan kalian dekat?"

"Aku rasa itu bukan urusan anda, Sunbae."

Hening.

"Hah... Jika tak ada yang ingin anda bicarakan, lebih baik aku kembali." tambah Jihoon setelah tak kunjung mendapat respon dari Soonyoung yang masih berdiri di belakangnya.

Baru saja ia hendak meninggalkan Soonyoung, Namja bermarga Kwon itu duluan menahan tangannya.

"Jangan pergi."

Jihoon tertegun.

"Apa maksudmu?" Jihoon memberanikan dirinya berbalik, walaupun setelahnya ia merasa menyesal karna melihat Soonyoung hanya membuatnya kembali semakin berat melepas namja itu.

Soonyoung membasahi bibirnya, matanya bergetar.

"Ku bilang jangan pergi dengannya, Lee Jihoon."


...

"Ku bilang jangan pergi dengannya, Lee Jihoon."

Untuk kedua kalinya nafas Jihoon tercekat.

Ia menunduk, menatap cengkraman Soonyoung yang kian mengerat di pergelangan tangannya.

"L-Lepaskan aku." suara Jihoon bergetar, ia tak mengerti ada apa dengan Soonyoung.

"Tidak." Soonyoung menatap mata Jihoon, "Tidak, sebelum kau berjanji tidak akan pergi dengannya"

Jihoon menarik nafasnya dalam, ia balas menatap mata Soonyoung dengan berani.

"Ada apa denganmu?"

Ia tak ingin kembali menumpuk harapan akan sikap Soonyoung, ia tak ingin kembali di sakiti oleh Soonyoung.

Ia bukanlah Lee Jihoon yang rela jatuh karna cinta

"Lepaskan aku!" Jihoon menghentak tangan Soonyoung membuat cengkramannya terlepas, "Apapun yang ku lakukan sama sekali bukan urusanmu, Biarkan aku melakukan apapun yang ku inginkan."

"Jihoon—"

Jihoon membuang muka, "Bukankah kau yang ingin aku menjauhimu?"

"Aku berhak melarangmu untuk pergi karna aku adalah ketua kesiswaan!"

"Tapi kau tak berhak untuk mengatur jalan apa yang ku pilih untuk kembali menjadi diriku sendiri!"

"Apakah pergi dengan Choi Seungcheol adalah pelarianmu untuk melupakan aku? Kau hanya memanfaatkannya kan?

Jihoon tersinggung.

Ia sama sekali tak pernah berpikir untuk memanfaatkan Seungcheol, Dan yang di katakan Soonyoung sungguh keterlaluan.

"Terserah. Terserah bagaimana kau mau menyimpulkannya." Jihoon menatap Soonyoung nyalang, "Karna mau sebagaimana aku menjelaskannya padamu, Kau juga tak pernah perduli."

Jihoon meninggalkan Soonyoung setelah mengatakan kalimatnya. Ia tak menoleh, sama sekali tak menunjukkan ragu di langkahnya, namun ia bisa mendengar retakan hatinya lagi.

Dan itu semua karna Kwon Soonyoung.

-Tbc-

MONMAAP SEKALI T. T

Sebenarnya nochu mau buat special chapter ini selesai 2 chapter doang, tapi aku kudu otoke karna ini udah 6k+, daripada kepanjangan dan kalian mumet, mending nochu potong buat chapter selanjutnya aja ya 😭😭 Mianhaeyongggg

Beneran kaga nyangka ni chapter bakal panjang beud kea sinetron 🙃 tapi karna udah keburu gereget pengen buat Soon cemburu, makanya keterusan deh buat momen Cheolhoon 🙊

Dan buat yang uda nagih" dan esmosi karna nochu jarang apdet, tenang saja gaess... Nochu masih pantengin WP & nyicil ngetik kok walau hibernasinya lebih banyak. Wkekekek

Uda deng seginu duyu, Jan sleding nochu ya~

Vomment juseyo ❤❤❤
Arigatou Gozaimasu ❤❤❤

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

175K 6.3K 93
Ahsoka Velaryon. Unlike her brothers Jacaerys, Lucaerys, and Joffery. Ahsoka was born with stark white hair that was incredibly thick and coarse, eye...
1.2M 53.3K 99
Maddison Sloan starts her residency at Seattle Grace Hospital and runs into old faces and new friends. "Ugh, men are idiots." OC x OC
1M 39.5K 92
𝗟𝗼𝘃𝗶𝗻𝗴 𝗵𝗲𝗿 𝘄𝗮𝘀 𝗹𝗶𝗸𝗲 𝗽𝗹𝗮𝘆𝗶𝗻𝗴 𝘄𝗶𝘁𝗵 𝗳𝗶𝗿𝗲, 𝗹𝘂𝗰𝗸𝗶𝗹𝘆 𝗳𝗼𝗿 𝗵𝗲𝗿, 𝗔𝗻𝘁𝗮𝗿𝗲𝘀 𝗹𝗼𝘃𝗲 𝗽𝗹𝗮𝘆𝗶𝗻𝗴 𝘄𝗶𝘁𝗵 �...
335K 12.3K 60
𝗜𝗡 𝗪𝗛𝗜𝗖𝗛 noura denoire is the first female f1 driver in 𝗗𝗘𝗖𝗔𝗗𝗘𝗦 OR 𝗜𝗡 𝗪𝗛𝗜𝗖𝗛 noura denoire and charle...