BRAVE

De candyzzle

2K 139 51

A story between a 'brave' girl and an 'annoying' boy who hate each other. But like everyone says, "hate turns... Mai multe

Prologue
Chapter 1
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7

Chapter 2

184 20 6
De candyzzle

“Kau sudah bangun rupanya.” Kata ibuku saat aku masuk dapur.

Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 5 sore waktu New York. Ah, aku tidur cukup lama ternyata.

“Iya, mom. Aku mengantuk sekali tadi, maaf aku tidak membantumu memasak.” Sahutku.

Ibu tersenyum, “Tidak apa-apa. Um, tapi bisakah aku meminta tolong padamu?”

“Tentu saja. Katakanlah.”

“Terigu juga telur sudah tinggal sedikit dan aku memerlukannya untuk besok, aku akan membuat kue kesukaanmu dan ayah. Bisa tolong belikan di supermarket?” pinta ibuku.

Aku mengangguk, “Baiklah, aku berangkat sekarang kalau begitu, hari sudah mulai gelap.” Lalu aku beranjak ke kamarku untuk mengambil baju hangat.

Ambil uangnya di dompetku, Jaq.” Ibu sedikit berteriak dari dapur.

Setelah berpamitan pada ibu, aku mulai menyusuri jalan perumahanku. Sepi sekali disini, beda dengan di Afrika. Biasanya jam segini aku sedang berjalan-jalan untuk menikmati pemandangan matahari terbenam.

10 menit berlalu dan aku belum juga menemukan supermarket dekat sini. Aku jadi menyesal karena memilih untuk berjalan kaki, padahal di garasi ada sepeda.

“Hey manis, sendirian saja?” tiba-tiba muncul 3 orang pria saat aku menyusuri jalan kecil di pinggiran kota.

Aku mencoba menghiraukan mereka yang terus menggodaku dan mendekatiku. Ya Tuhan, lindungi aku.

“Kau mau kemana? Kemarilah sebentar saja, ada minuman yang bisa kita nikmati.” Ucap salah satu dari mereka lagi.

Dapat kupastikan bahwa mereka adalah pengangguran yang hanya menghabiskan uang hasil curiannya untuk berjudi atau minum minuman keras. Aku benci sekali dengan orang-orang seperti itu.

Tak sadar, dua orang dari mereka sudah menarik tanganku. “Ayolah, jangan jual mahal!” ujar salah satunya.

Aku mencoba melepas genggaman kuat mereka namun hasilnya nihil. “Lepaskan aku, bodoh!” kataku terus mencoba melepas tanganku.

“Apa kau bilang?! Dasar gadis kurang ajar!”

Aku tersungkur ke jalan akibat pukulan dari salah satu diantara mereka yang tadi tidak ikut menarik tanganku. Pipiku memanas akibatnya.

“Lepaskan! Tolong!” aku berteriak mencari pertolongan namun aku yakin tidak akan ada satu orangpun yang akan menolongku melihat keadaan jalanan yang sangat sepi ini.

Seseorang tolonglah aku!

“Hei, lepaskan!” tiba-tiba kudengar suara seorang pria disusul dengan suara pukulan yang keras.

Dua orang yang masih menarikku akhirnya melepaskanku dan menghampiri satu orang lagi yang sedang tergeletak dijalan akibat pukulan tadi. Terjadilah adu hantam di hadapanku sekarang.

Aku menemukan satu tempat sampah lalu bersembunyi dibaliknya karena tidak kuat melihat aksi saling pukul antara berandal-berandal tadi dengan satu pria berjaket kulit yang kurasa sedang mencoba menyelamatkanku itu.

Ya Tuhan, mana mungkin dia bisa menang? 3 lawan 1, bayangkan saja!

Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku, dalam hatiku berdoa agar aku baik-baik saja. Ibu, aku ingin pulang, batinku.

“Hey, apa kau terluka?”

Aku membuka mataku dan menemukan pria berjaket kulit tadi dihadapanku, pelipisnya berdarah. Kemudian aku memeriksa keadaan sekitar, dapat kulihat ketiga berandal tadi sedang berlari menjauh dari sini.

“Ya Tuhan, kau terluka!” aku segera keluar dari balik tempat sampah dan menghampiri pria yang sudah menolongku ini.

“Jacquelyn?”

Aku mengernyitkan dahiku mencoba mengingat siapa pria di hadapanku ini, “Kau?!”

***

“Hei, pelan sedikit! Ini sangat perih.”

“Maaf.” Aku kembali membersihkan luka yang cukup parah di pelipis kirinya.

“Kau tidak apa, anak muda? Sekali lagi, terima kasih karena sudah menolong putriku.” Ujar ibuku. Sekarang aku sudah kembali kerumah dan mengobati pria dihadapanku ini. Dasar menyusahkan! Oops, tapi dia begini akibat dari menolongku tadi.

“Aku baik, nyonya.” Ujarnya tersenyum pada ibuku. Ugh, berpura-pura kuat, aku benci itu.

“Jaq, obati lukanya dan beri ia minum. Dan kau, beristirahatlah sebentar disini hingga keadaanmu membaik, aku harus kembali memasak.” Perintah ibuku lalu masuk kedalam dapur.

“Terima kasih.” Katanya.

Aku memutar mataku, “Tidak usah berpura-pura kuat. Aktingmu lihai sekali!” kataku sambil menekan kapas yang kupakai untuk membersihkan lukanya.

Ia mengaduh kesakitan, “Aku bilang pelan sedikit! Ini sangat menyakitkan, kau tahu?!”

“Ugh, bagaimana bisa kau tahu namaku?!” tanyaku tidak menghiraukan ucapannya.

“Hey, kau tidak tahu siapa aku.” Jawabnya dengan seringaian yang menjijikan.

“Tentu aku tahu, kau adalah anak buah dari seorang Louis Menyebalkan Tomlinson yang tidak kalah menyebalkannya!”

“Jaga ucapanmu! Kami tidak pernah menganggap salah satu diantara kami ‘anak buah’ karena kami semua adalah penguasa.”

“Menjijikan!” kataku lagi, “Sudah selesai. Kau bisa pulang sekarang.” Aku mencoba mengusirnya.

“Aku tidak mau, ibumu bilang aku harus beristirahat sebentar disini. Tolong ambilkan minum, aku haus!”

Aku membelalakan kedua mataku, “Hey! Kau pikir kau ini siapa?!”

“Aku Zayn Malik. Kau pasti sudah tahu, bukan? Sekarang cepat ambilkan aku minum atau aku akan bilang pada ibumu bahwa kau mengusirku.”

Aku menekan keras rahangku menahan amarah. Sialan, ibuku pasti marah jika tahu kalau aku mengusir pria jelek ini.

Argh, kenapa harus dia yang menolongku?! Kenapa harus seorang Zayn Jelek Malik yang harus menolongku tadi?!

***

“Terkadang aku menyesal atas perilaku diriku di sekolah.”

“Lantas mengapa kau terus bersikap angkuh?” tanyaku.

Ia menggidikkan bahunya, “Mungkin sudah menjadi kebiasaanku.”

Aku tertawa kecil, “Kita ini sudah dewasa, Zayn.. Kita bisa memperbaiki diri kita.”

Hening. Zayn tidak menjawab, kulirik sedikit ternyata ia tengah menatap awan gelap diatas sana. Sedang merenung, mungkin?

“Aku harus segera pulang.” Ucapnya kemudian. Aku mengangguk.

“Oke, sekali lagi terima kasih. Um, maaf karena menolongku tadi, kau jadi babak belur.” Kataku lalu Zayn tersenyum.

“Tidak masalah.” Ia mengambil jaket kulitnya lalu pergi begitu saja dari balkon rumahku.

Aku menggidikkan bahu dan menipiskan bibirku lalu masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya mengunci pintu.

“Bagaimana keadaannya?” tanya ibu saat aku tengah menikmati kartun favoritku di televisi. Oh, maksud ibu sudah pasti keadaan Zayn.

“Dia membaik dan sudah pulang.” Jawabku sambil mengunyah keripik kentang keju buatan ibu.

“Syukurlah. Dia tampan, eh?” ibuku terkekeh.

Aku menautkan kedua alisku, “Dia itu salah satu pria memuakkan di sekolahku yang tempo hari kuceritakan padamu, mom.” Jelasku membuat ibuku sedikit memasang raut wajah terkejut.

“Benarkah? Tapi ia terlihat baik dan tidak memuakkan.” Ibuku kembali terkekeh lalu masuk ke dalam kamarnya.

Andai saja ibu tahu bagaimana raut wajah menyebalkan Zayn jika sedang mentertawaiku saat Louis meledekku habis-habisan. Kurasa panci juga spatula kesayangan ibuku sudah mendarat di wajah Zayn saat itu juga.

***

Aku menatap cermin dengan murka saat menemukan lebam di sekitar pipiku. Sial, bekas pukulan berandal bodoh semalam malah semakin membesar. Badanku juga terasa sangat pegal, mungkin akibat tembok yang kuhantam ketika aku didorong saat itu. Rasanya ingin sekali aku membolos sekolah, namun aku masih tahu diri. Aku ini murid baru, masa sudah membolos pada awal-awal sekolah?

“Bawa payung ini, kurasa hujan akan bertahan sampai kau pulang sekolah nanti.” Kata ibuku.

Hari ini New York tengah diguyur hujan yang cukup deras. Kurasa hari ini adalah hari buruk untukku. Lebam, badan terasa pegal, dan hujan. Lengkap, bukan?

“Baiklah. Aku berangkat, mom.” Pamitku pada ibuku setelah sebelumnya ayah berpamit terlebih dahulu padanya seraya mencium kening ibuku.

Beberapa menit berlalu, sejurus kemudian aku sudah sampai di BHS. Bodoh, bajuku basah karena payung yang diberikan ibu tadi sedikit sulit saat kubuka.

Aku berlari kecil kearah lokerku untuk mengambil buku matematika. Belum sempat kuraih buku itu, ada rasa lengket di tanganku saat kubuka pintu loker. Madu juga selai kacang? Menjijikan, siapa yang berani melumurkannya di pintu lokerku?!

Oh, tentu saja ini ulah para pria bodoh itu.

Aku membersihkan tanganku menggunakan tissue yang selalu kusimpan dalam tas, namun karena masih terasa lengket, kuputuskan untuk membersihkannya di toilet. Kebetulan, aku juga ingin mengeringkan bajuku yang sedikit basah tadi.

Waktu sudah menunjukkan pukul dimana seharusnya aku sudah berada di dalam kelas. Setelah yakin tanganku bersih dari noda madu dan selai kacang tadi, juga bajuku yang mulai mengering, aku segera menuju kelas. Namun sesuatu terjadi saat aku mencoba membuka pintu toilet.

Shit.

Pintu terkunci dari luar.

“Hei, buka pintunya!” Teriakku sekencang mungkin.

Nihil. Hasilnya nihil. Tidak ada satupun diluar sana yang mencoba menolongku.

“Apalagi ini?!” ucapku, “Buka pintunya, bodoh!” teriakku lagi.

Tiba-tiba muncul selembar kertas dari sela-sela pintu bagian bawah. Kuambil kertas tersebut dan kubaca tulisan di dalamnya yang menggunakan tinta spidol hitam.

EAT THAT SHIT, FREAK AFRICAN!

Kuremas kertas itu dengan kuat, “Brengsek! Pengecut! Kau tahu? Nyalimu itu tidak lebih dari seukur kotoran kadal!” Aku kembali berteriak lalu memukul pintu toilet sekencang mungkin.

Nikmati harimu di dalam sana, gadis aneh!” Terdengar suara dari luar sana yang bisa kupastikan itu adalah suara Louis. Setelahnya, dapat kudengar tawa dari beberapa orang pria. Sudah jelas itu adalah tawa dari pria-pria dungu itu.

Aarrgh!

Aku merasakan linu di bagian pipiku. Lengkap, sangatlah lengkap. Lebam dipipi yang membuatku tidak bisa bicara bebas, badanku yang semakin terasa pegal –bahkan sekarang terasa sakit-, hujan yang membuat bajuku basah, dan sekarang? Terkurung dalam toilet entah untuk berapa lama.

Aku menatap cermin masih dengan amarah yang menjadi. Aku berpikir keras bagaimana caranya aku bisa keluar dan kembali ke kelas pagi ini. Aku menghentakkan kakiku kasar setelah mendengar bunyi bel tanda pelajaran dimulai.

Ya Tuhan, ini baru hari kedua aku resmi menjadi seorang siswi disini, tapi aku sudah merasa amat sangat tidak nyaman.

Sejurus kemudian aku menuju pojok toilet dan duduk disana. Brengsek, dingin pagi ini mulai menusuk tulangku, ditambah dengan bajuku yang belum kering betul. Ugh, rasanya aku ingin pulang dan bersembunyi dibalik selimut. Badanku terasa makin tidak karuan, tulangku semakin sakit karena dingin yang terus menusuk, dan mataku terasa sangat berat.

***

Aku membuka mataku dan merasakan pusing yang luar biasa. Kemudian aku melihat keadaan sekitarku yang dipenuhi dengan nuansa putih. Tunggu, seingatku toilet sekolah itu berwarna abu dan aku yakin betul kalau tadi aku tertidur di toilet.

“Kau sudah sadar, nona Heatherton.” Ucap seorang wanita paruh baya di sebelahku.

“Aku dimana?” tanyaku heran.

“Di ruang kesehatan. Tadi kau ditemukan pingsan di dalam toilet.” Jawab wanita yang bernama Clarisse ini –aku melihat name tag di bajunya-

“Pingsan? Kukira aku hanya tertidur?”

Ia terkekeh, “Jika kau tertidur, tidak mungkin kau tidak sadar saat seseorang menggendong dan membawamu ke dalam sini.”

“Seseorang? Siapa?” aku mengangkat satu alisku.

“Ia bilang namanya Zayn, siswa tingkat dua. Setingkat denganmu, bukan?” tanyanya lagi.

Tidak, tidak mungkin. Sudah jelas bahwa ia yang mengunciku di toilet, tapi kenapa ia malah menolongku sampai membawaku kesini?

“Ya.” jawabku singkat, masih bertanya-tanya pada diri sendiri, bagaimana bisa Zayn menolongku.

“Baiklah, kau bisa pulang setelah ini. Kelas hari ini akan usai setengah jam lagi.” kata Clarisse lagi, “Dan jangan lagi melewati sarapanmu atau kau akan pingsan untuk kedua kalinya.” Lanjutnya membuatku tersenyum dan mengangguk.

“Terima kasih.” Jawabku lalu Clarisse keluar dari ruangan yang berisikan satu tempat tidur, meja, dan lemari yang penuh dengan obat-obatan.

Kenapa ia menolongku lagi? Padahal seingatku aku mendengar suara tawanya tadi pagi saat Louis memberi kertas padaku. Apa dia punya kelainan jiwa? Oh, mungkin ia mempunyai kepribadian ganda? Err, ini membuatku pusing.

Setengah jam berlalu dengan cepat, aku bersiap menuju loker untuk mengembalikan beberapa buku yang hari ini sama sekali tidak kupakai akibat kejadian sialan tadi pagi.

“Jaq!” seseorang memanggilku.

“Erin.” Aku menoleh dan tersenyum kearahnya.

Ia mengerutkan dahinya, “Kau darimana? Seharian ini aku tidak melihatmu di kelas maupun kantin, kau membolos?!”

Aku memutar mataku, “Sial, aku tidak senakal itu. Tadi pagi aku mengalami kejadian tidak terduga.” Jawabku.

“Oh, jangan bilang kalau kau—“

“Ya, ulah siapa lagi kalau bukan ulah mereka.” Belum sempat Erin melanjutkan kalimatnya, aku sudah terlebih dulu melakukannya.

“Ya Tuhan! Mereka melakukan apa padamu?” 

“Aku tidak mood membahasnya disini, bisa kita keluar dulu dari sekolah?”

Erin mengangguk, “Bagaimana kalau di kafe?” ajaknya membuat senyuman muncul diwajahku.

“Oke, tapi tidak lama karena aku harus segera pulang.”

***

“Apa?! Jaq, sudah berapa kali kuperingati agar kau lebih berhati-hati dan tidak membuat masalah dengan mereka?!” ucap Erin saat aku menceritakan kejadian yang menimpaku pagi ini.

Aku memutar mataku, “Tapi aku butuh pembelaan diri. Aku tidak mau diremehkan dengan manusia macam mereka.” Jawabku lalu menyesap segelas coklat panas yang kupesan.

“Tapi akibatnya seperti ini, bukan? Dan hei! Apa kau sudah lebih baik? Aku akan mengantarmu pulang sekarang.”

“Aku baik. Tadi aku sudah makan dan minum obat di ruang kesehatan saat menunggu jam pulang.”

Erin menepuk jidatnya, “Lebih baik mulai sekarang kau tidak perlu melawan lagi, Jaq.”

“Kenapa?” Aku mengerutkan dahiku.

“Aku takut sesuatu yang lebih buruk terjadi padamu! Sudah kubilang kalau mereka itu kejam!”

“Ya Tuhan, kau berlebihan. Aku bisa mengatasinya, kau tidak perlu khawatir.” Ucapku membuat Erin memutar kedua matanya.

“Terserah apa katamu, yang jelas aku sudah memperingatimu.”

Aku terkekeh, “Terima kasih, nona Kendrick! Mulai hari ini aku nobatkan kau sebagai sahabatku, kau pasti senang.”

“Ewh, kau menjijikan!” kata Erin lalu kami tertawa.

.

TO BE CONTINUED.

Continuă lectura

O să-ți placă și

193K 16.4K 86
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
1.4M 121K 64
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
135K 9K 40
KIM TAEHYUNG narenda, yaitu mafia yg terkenal dengn kekejamannya JEON KOOKIE liviendra, yaitu seorang namja cantik yg ditinggal mati kedua orang tua...
57.7K 5.4K 68
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...