The Red Fox [NARUHINA]

Af SE_I30

44.9K 4.3K 141

Hyuuga Hinata adalah pewaris dari klan tertua di Jepang. Pewaris dari kemampuan yang sudah turun temurun di t... Mere

Episode 1: Pertemuan.
Episode 2: Mereka yang berada dalam kegelapan.
Episode 3: Kenangan yang Tertimbun Dalam Hati.
Episode 4: Awal Malam yang Panjang.
Episode 5: Di bawah Bulan Purnama.
Episode 6 : Perasaan dan Kutukan.
Episode 7: Hati yang tidak bertemu.
Episode 8: Yin dan Yang.
Episode 9: Doa Sang Cermin.
Episode 10: Pembawa Pesan.
Episode 11: Awal dari Takdir, Bagian 1.
Episode 12: Awal dari Takdir, Bagian 2.
Episode 13: Awal dari Takdir, Bagian 3.
Episode 14: Awal dari Takdir, Bagian 4.
Episode 15: Awal dari Takdir, Bagian akhir.
Episode 16: Murid Pindahan.
Episode 17: Dream and Reality.
Episode 18: Like Before.
Episode 20: Ketika benang menjadi kusut.
Episode 21: Babak Baru.
Episode 22: Kamu tidak sendiri.
Episode 23: Festival.
Episode 24: Klimaks
Episode 25: The Ending.
Omake

Episode 19: Alasan dan Masa Lalu.

1K 120 2
Af SE_I30

"Aku ingin bertemu denganmu... Hinata-chan..."

Sentuhan yang terasa dingin di pipinya, jemari yang panjang itu menelusupkan rambutnya ke belakang kuping sebelum menarik dagunya untuk maju. Mungkin tidak apa-apa, karena ada tarikan dari dalam dirinya, yang juga menginginkan sentuhan dari pemuda pirang di depannya. Yah... mungkin tidak masalah, karena dia adalah Naruto...

"Hinata-chan..."

Manik biru laut itu mengerjap beberapa kali, saat sebuah dorongan yang ia rasakan membuat Naruto tersadar. Dorongan dari kedua tangan kecil milik Hyuuga Hinata. Gadis manis itu menunduk sehingga membuat Naruto tidak bisa melihat wajahnya.

"A-Ano! A-aku harus pergi sekarang, ini uangnya." Dengan terburu-buru Hinata mengeluarkan uang 200 yen pada Naruto. "J-Jaa sampai besok di sekolah Naruto-kun!"

"U-Eh-Oh! I-iya sampai jumpa besok Hinata..."

Naruto yang masih linglung hanya bisa menatap kepergian Hinata yang sudah menghilang cepat dari balik pintu. Selang beberapa menit kemudian, wajah siluman rubah itu memerah dengan kepulan asap yang keluar dari atas kepalanya. Naruto berjongkok sembari menutup wajahnya yang panas.

"Apa yang sudah aku lakukan-dattebayo..."

Naruto menggelengkan kepalanya berulang kali, bahkan tanpa ia sadari satu ekornya muncul dan bergoyang riang. Saat cucu dari Kurama menyadari ekornya yang menyembul keluar, wajahnya semakin merah padam dan kalang kabut, mencoba menghentikan ekornya yang mengibas-ngibas riang.

"Uh... ayolah sadar Uzumaki Naruto!" umpatnya setengah kesal. Naruto memeluk ekor berwarna orange itu sembari menggunakannya untuk menutupi wajahnya. "Hinata... kau curang-dattebayo, menyerangku dengan senyuman seperti itu..."

...

Hinata berlari tergesa-gesa menyusuri jalanan perumahan yang sudah mulai sepi. Sebelum ia akhirnya berhenti di dekat tiang lampu dengan nafas yang memburu. Pewaris Hyuuga itu bersandar pada dinding dan mencoba mengatur nafasnya yang berantakan. Setelah tenang, Hinata jadi bisa mendengar suara detak jantungnya yang bergemuruh. Ditambah dengan wajahnya yang masih terasa panas, Hinata yakin wajahnya saat ini sudah semerah tomat.

Gadis manis itu memejamkan matanya, sensasi aneh yang ia rasakan ketika Naruto menyentuhnya masih ia rasakan. Sentuhan dari jemarinya yang dingin, namun malah membuat dadanya terasa hangat. Seakan dia memang merindukan sentuhan itu, seakan ia sangat menginginkannya. Tapi meski begitu ada rasa sesak yang gadis itu rasakan.

'Hinata-chan.'

Panggilan yang Naruto lontarkan tadi, jelas bukanlah untuknya. Bisikan lembut itu jelas bukan ditujukan untuknya. Dan tatapan penuh cinta itu jelas ditujukan bagi 'Hinata-chan', kekasihnya dulu. Manik lavender itu menyayu dengan sinarnya yang meredup.

"Aku... Hinata, Naruto-kun. Bukan Hinata-chan..." ujar Hinata lirih.

...

Matahari mulai menanjak naik saat Uzumaki Naruto pulang dari tempat kerjanya. Pemuda pirang itu segera bersiap untuk berangkat sekolah. Beruntungnya dia bisa mendapatkan kerja paruh waktu dengan shift malam. Pemilik toko tempat ia bekerjapun tidak terlalu mempermasalahkan wajahnya yang terlihat seperti anak SMU. Dan tidak banyak bertanya mengenai identitasnya, sehingga Naruto bisa santai tanpa menggunakan kemampuannya untuk memanipulasi bos-nya.

Pemuda pirang itu menguap lebar dengan tampang suntuknya. Ia baru saja selesai membersihkan diri dan tengah memakai seragam Konoha sebelum berjalan keluar kamarnya. Begitu ia membuka pintu geser, sosok seorang perempuan dengan kimono hijau daun terlihat. Gadis manis dengan rambut pirang panjangnya yang ia ikat rendah serta manik violetnya yang tajam.

"Selamat pagi Naruto-sama," ujar gadis itu memberi hormat.

Naruto tersenyum cerah dan balas menyapa gadis itu, "Pagi Shion, maaf merepotkanmu setiap pagi."

Gadis yang bernama Shion itu menggeleng pelan sebelum tersenyum manis. "Tidak masalah Naruto-sama, lagi pula suatu kehormatan bagi saya untuk membuatkan bekal anda."

Sebelah alis gadis itu turun saat ia melihat dasi yang dikenakan Naruto tidak rapi. Shion melangkah maju lalu menunduk kecil, "Mohon maaf Naruto-sama." Usai meminta izin, Shion lalu merapikan dasi pemuda pirang itu.

Naruto tiba-tiba tertawa kecil, membuat Shion menatapnya heran. Menyadari tatapan Shion, cucu dari Kurama itu menggaruk pipinya dengan telunjuknya. Wajahnya terlihat menahan malu sebelum berujar gugup, "Aku hanya teringat kenangan dulu, saat kau dan Hinata-chan mempermasalahkan baju apa yang pantas aku kenakan untuk menemui Dewi Tsunade."

"Ah~ saat itu Nona Hinata sangat ingin anda memakai kimono merah marun, sementara menurutku anda sangat cocok dengan warna kuning cerah." Shion ikut tertawa begitu ia mengingatnya.

"Yah, dan kalian menghabiskan hampir separuh hari hanya untuk berdebat." Naruto ikut menambahkan hingga membuat keduanya tertawa.

Ketika keduanya berhenti tertawa, hanya keheningan akan suasana nostalgia yang menyelimuti. Shion tersenyum getir kala ia mengingat malam kematian wanita bersurai indigo itu. Senyum hangat yang sampai akhir hanyatnya selalu ia tunjukkan.

Shion tersentak kecil saat ia teringat sesuatu, "Naruto-sama, sudah waktunya untuk anda berangkat."

"Oh, kau benar. gawat aku tidak boleh terlambat!"

Naruto segera berlari kecil menuju ruang sebelah untuk mengambil bekalnya. Shion mengikuti di belakangnya sambil tertawa ringan.

"Anda benar-benar menikmati waktu anda di sekolah manusia itu, Naruto-sama."

"Tentu saja, ada banyak hal menarik yang baru pertama kali aku rasakan. Kau juga harus mencobanya Shion! Terlebih lagi..."

Shion memiringkan kepalanya sedikit saat Naruto menggantungkan ucapannya. Manik violet itu sempat melebar sedikit saat mendapati raut tak biasa dari Naruto. Pemuda itu tersenyum tulus, penuh kasih dengan tatapan lembut. Tatapan serta raut yang amat Shion kenali, tatapan yang hanya Naruto tunjukkan saat mengingat orang yang ia cintai.

"Ada Hinata di sana..."

Dan kalimat itu berulang kali menggema di kepala Shion, seakan terperangkap dan tak tahu jalan keluar.

"Hi-Hinata...?"

Naruto berbalik dan tersenyum cerah dengan sedikit semburat merah di pipinya. "Yeah, Hyuuga Hinata ada di sana, karena itu sekolah jadi semakin menyenangkan-dattebayo!"

...

Gaara menghentikan kegiatannya yang tengah menemani anak-anak rubah bermain. Manik hijau pudarnya mengikuti sosok gadis pirang yang berjalan pelan menuju paviliun belakang. Siluman rakun itu tersenyum tipis ke arah anak-anak rubah sebelum pamit untuk pergi. Ia melangkah ringan dan berhenti sebentar saat melihat Shion tengah menatap kolam dengan tatapan menerawang.

"Ada yang mengganggu pikiranmu, Shion?"

Gadis itu segera menoleh begitu mendengar suara Gaara. Senyum tipis Shion berikan saat pemuda merah itu menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Shion kembali melempar pandangannya menuju ikan-ikan koi yang berenang dengan tenangnya.

"Kau selalu kemari setiap ada hal yang mengganggu pikiranmu." Gaara kembali berujar saat Shion tak kunjung menjawab pertanyaannya.

Gadis manis itu menghela nafas pendek, ada rasa enggan untuk bercerita. Namun ia tahu, hanya Gaara yang bisa ia tanyai meski itu berarti ia harus menyiapkan mental untuk mendengarnya.

"Apa kau tahu... alasan Naruto-sama pergi ke sekolah para manusia adalah karena Hinata-sama?"

"Yeah..."

"Jadi, Hinata-sama benar-benar terlahir kembali..."

Pemuda merah itu menoleh, menatap dalam diam sosok Shion yang hanya menatap kolam dengan tatapan sayu. Nada lirih yang gadis itu keluarkan sudah sering kali Gaara dengar. Dan tatapan sayu itu sudah ribuan tahun Gaara lihat setiap gadis itu datang ke paviliun ini.

Gaara tidak mengerti cinta, dia tidak mengerti harus bagaimana untuk menghibur gadis itu. Dia hanya bisa melakukan satu hal, yaitu menepuk puncak kepala gadis itu lalu mengusapnya pelan. Dan duduk di samping Shion sampai gadis itu merasa lebih baik.

"Seandainya saja itu kau Gaara," Shion berujar tiba-tiba dengan nada pelan. "Mungkin semua akan terasa mudah dan tidak seperih ini."

Pemuda itu masih diam, namun ia mampu menangkap arti dibalik kata-kata Shion.

'Seandainya yang aku cintai itu kau, Gaara. Dan bukan Naruto.'

...

Naruto menggaruk belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Dia hanya bingung, dan rasa herannya itu membuat tangannya gatal untuk menggaruk. Manik biru lautnya melirik untuk yang kesekian kalinya pada sosok gadis manis yang tengah serius mencatat apapun yang diterangi guru berpakaian seba hijau itu.

Sudah sejak pagi, Naruto merasakan keanehan dari Hinata. Gadis itu sama sekali tidak mau menatapnya, tidak mau berbicara dengannya. Dengan kata lain, Hyuuga Hinata tengah menghindari dirinya. Dan hal itu membuat Naruto menggaruk kepalanya berulang kali.

"Jaga jarakmu dariku Uzumaki Naruto," ucapan dingin itu membuat Naruto mengerutkan alisnya, menatap Kiba tidak mengerti. Pemuda dengan rambut coklat itu mendorong bahu Naruto sambil menatapnya tajam. "Kau sedang kutu-an, benarkan?"

"Benarkah? Jangan sampai kau menjatuhkan kutu-mu di makananku, Naruto." Shikamaru yang duduk di depan Naruto berkata sambil menjauhkan kotak bekalnya.

Naruto mendengus kesal lalu memukul kepala Kiba gemas. "Enak saja, rambutku bersih dari kutu!"

"Bohong! Buktinya dari pagi kau garuk-garuk kepalamu terus. Pasti kutuan!" Kiba yang kesal karena dijitak, jadi berubah menyebalkan. "Ngaku saja, makanya kalau keramas setiap hari jangan sebulan sekali! Dasar kucing jorok!"

Sudut perempatan kini muncul di pelipis Naruto, "Siapa yang kau sebut kucing jorok? Sudah aku bilang aku tidak kutuan."

"Lalu kenapa dari tadi garuk-garuk kepala terus?" Shikamaru yang malas mendengar perdebatan konyol itu segera memotong sebelum Kiba kembali berujar.

"Aku hanya sedang bingung dengan tingkah Hinata."

Kiba mengernyit heran, "Memang kenapa tingkah Hinata? Bukannya dia biasa saja?"

Naruto menghela nafas lelah sebelum menyahut, "Dia seperti menghindariku, hari ini dia sama sekali tidak mengajakku bicara."

"Mungkin kau berbuat salah makanya dia marah." ujar Kiba sembari mulai menikmati makanannya.

"Tapi aku tidak ingat apa salahku..."

Pemuda pirang itu kembali menghela nafas lelah, ia mengeluarkan kotak bekalnya. Namun sama sekali tidak ada niat untuk membuka bekalnya. Sampai gendang telinganya mendengar suara lembut yang amat ia kenali. Dengan cepat Naruto memutar kepalanya, sampai-sampai Kiba yang duduk di sampingnya hampir tersedak karena kaget.

Manik biru laut itu berbinar saat mendapati sosok Hinata yang berjalan memasuki kantin sekolah. gadis manis itu bersama Sakura dan Tenten tengah asyik melontarkan canda tawa. Sampai Sakura berhenti dan memekik girang lalu berlari menghampiri Sasuke yang memang berkumpul dengan Naruto dan yang lainnya.

Saat kedua manik berbeda warna itu tanpa sengaja bertemu. Waktu seakan berhenti bergerak bagi Naruto, ia menikmati pantulan sosoknya di kedua mata gadis itu. Sampai Hinata memutuskan kontak mata mereka dengan membuang muka. Naruto tersenyum kikuk begitu tiba-tiba ada rasa nyeri di dadanya.

"Hei Shikamaru, bisa kau geseran sedikit? Aku ingin duduk." Sakura berujar dengan tatapan memohon.

Pemuda dengan tatapan malas itu berdecak sebal, namun ia tetap menurut dan bergeser sedikit. Sakura tersenyum cerah dan mengucapkan terima kasih. Gadis musim semi itu segera duduk di sebelah Sasuke dan menyapa pujaan hatinya.

Hinata dan Tenten hanya bisa menggelengkan kepala mereka, memaklumi tingkah Sakura. Begitu mereka berdua sampai, Kiba segera menarik Hinata untuk duduk di sampingnya. Tanpa menyadari tatapan tidak suka yang Naruto berikan. Sementara itu Tenten duduk di samping Shikamaru yang menguap lebar.

"Hinata, apa yang kau bawa hari ini?" tanya Kiba dengan wajah cerah seakan menunggu hadiah natal.

Pewaris Hyuuga itu tertawa kecil, sudah biasa dengan tingkah Kiba. Pemuda dengan gigi taring yang agak menyembul itu memang selalu menyukai makanan yang dibawa Hinata. Terutama jika bekal itu adalah masakan Hinata.

Hinata mengeluarkan kota bekalnya dan membuka tutupnya, "Jaaang~" katanya ceria tanpa tahu efek yang Naruto terima melihat senyum manisnya.

Manik coklat Kiba berbinar, "Belum dimakan saja aku sudah tahu bahwa rasanya pasti enak!"

Hinata tertawa kecil dengan semburat merah di pipinya, "Terima kasih untuk pujiannya. Nah ini silahkan dicoba!"

"Hei Kiba, bekalmu saja belum habis. Jangan malah menghabiskan bekal Hinata." Meski Tenten menegur Kiba, wajah gadis keturunan China itu tidak terlihat keberatan dengan kelakukan pemuda itu.

Kiba hanya menjulurkan lidahnya untuk membalas teguran Tenten. Senyumnya merekah dan segera membuka mulutnya lebar-lebar untuk menyantap karage buatan Hinata. Namun sialnya sumpit yang ia gunakan untuk mengapit karage itu kini berubah haluan ke mulut Naruto secara paksa.

Kiba membulatkan matanya sebelum menatap Naruto yang asyik mengunyah hasil rampasannya. Seakan belum cukup, pemuda pirang itu kembali berdiri dan mengambil sumpit dari tangan Kiba untuk mencomot lauk dari kotak bekal Hinata.

"Kau mengganggu, geseran sana!" tanpa rasa bersalah Naruto mendorong Kiba ke samping sehingga mereka berdua berganti tempat.

"O-Oi yang benar saja Naruto!" Kiba yang baru sadar akibat rasa syok karena karagenya dirampas memukul pundak lelaki pirang itu. "Aku juga mau masakan Hinata!" Kiba berdiri dan mencoba untuk mengambil makanan Hinata. Namun Naruto menggunakan badannya untuk menghalangi Kiba.

Tenten, Shikamaru, Sasuke dan Sakura hanya bisa menatap mereka berdua geli. Sementara itu Hinata hanya terdiam, salahkan Naruto yang tiba-tiba duduk di sebelahnya dan memakan makanannya dengan lahap.

"Wah, benar masakanmu benar-benar enak Hinata!"

Wajah pewaris Hyuuga itu berubah merah dalam sekejap begitu Naruto memujinya. Hinata kembali menunduk saat kedua mata mereka kembali bertemu. Gadis itu mulai memainkan kedua telunjuknya, kebiasaan lamanya setiap kali dia merasa gugup.

"Te-terima kasih Na-Naruto-kun..."

Tenten yang sedari tadi diam hanya menghela nafas pendek. Sebenarnya sudah sejak tadi dia ingin mencak-mencak begitu Naruto merampas karage Kiba. Dia masih tidak bisa mempercayai Naruto dan ingin menjauhkan pemuda pirang itu dari sahabatnya yang berharga.

Namun manik coklatnya melirik pada sosok laki-laki dengan rambut coklat panjang yang duduk dua bangku di depannya. Sosok Neji yang tengah mengawasi mereka dari kejauhan itu memberi tanda padanya. Tanda untuk menahan diri dan membiarkan Hinata dan Naruto.

Gadis keturunan China itu tidak bisa menahan dirinya. Dia perlu tahu alasan mengapa Neji tiba-tiba menaruh kepercayaan pada siluman rubah itu. Neji yang selama ini menganggap siluman adalah mahluk sesat yang tidak bisa dipercayai. Tiba-tiba mengatakan bahwa mereka bisa mempercayai rubah ini. Tenten segera mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan singkat sebelum menatap sosok Neji.

Saat pemuda coklat itu mengangkat wajahnya, tanda bahwa ia selesai membaca pesan yang Tenten kirim. Gadis itu berdiri dan pamit pada teman-temannya untuk pergi lebih dulu. Tak lama kemudian, Neji ikut beranjak dan menyusul gadis itu.

Di belakang sekolah, tempat Tenten duduk menunggu Neji. Gadis dengan rambut yang ia ikat gulung dua itu menoleh, saat suara langkah terdengar. Manik coklat itu menatap lurus ke arah sepasang rembulan yang sudah ia kenal baik itu.

"Aku ingin penjelasan sekarang juga, Neji." Ujar Tenten langsung saat Neji sudah berada di depannya. Gadis itu menyipitkan matanya, "Aku ingin tahu, alasan kenapa tiba-tiba kau menyuruhku untuk mempercayai rubah itu."

"Seperti biasanya, kau selalu tidak sabaran Tenten." Pemuda itu menghela nafas pendek. Dia sudah tahu, cepat atau lambat Tenten akan menanyainya. Karena gadis itu tidak pernah sekalipun menurunkan kewaspadaan dan perlindungannya setiap berhubungan dengan Hinata. "Kau masih ingat dengan nama 'Kurama' yang dibicarakan youkai cermin dulu?"

Sebelah alis Tenten naik mendengarnya, "Ya, dan youkai itu juga mengatakan kalau Uzumaki Naruto adalah cucu dari Kurama."

"kemarin aku menanyakan tentang nama itu pada Hiashi-sama."

"Eh? Lantas apa yang beliau katakan?!"

Neji tak kunjung menjawab, hanya tatapannya yang sedikit berubah. Tatapan yang tidak Tenten mengerti sebelum ia mendengar jawaban pemuda itu.

"Kurama adalah familiar dari Dewi Tsunade. Sang Dewi Inari yang melindungi daerah Konoha selama ribuan tahun." Ujar Neji setelah agak lama terdiam. Manik lavendernya kini memandang lurus Tenten yang ada di depannya.

"Dan nama Uzumaki Naruto tertulis sebagai pelindung setia dari pendiri klan Hyuuga, di gulungan kuno."

...

"Hoee... hoee..."

Tangisan bayi terdengar menggema dalam gelapnya malam. Sisa-sisa tetesan hujan menjadi pengiring malam yang semakin larut. Sosok gadis dengan rambut pirang itu melangkah, menghampiri sosok laki-laki yang tengah berkabung di depan jenasah seorang perempuan.

"Naruto-sama..." panggilnya lirih.

Suara tangisan bayi kembali terdengar, membuat tubuh Naruto yang semula kaku sedikit tersentak. Ia menoleh, memperlihatkan mata biru yang kehilangan cahayanya. Atensi yang semula tertuju pada wajah gadis di depannya, kini turun menatap gumpalan selimut biru dalam dekapan Shion.

Naruto berdiri dari duduknya dan menatap wajah kecil yang menangis sejak tadi. Shion menepuk pelan bayi kecil itu untuk meredakan tangisannya. Senyum getir hadir di paras cantik siluman rubah itu kala menatap bayi mungil dalam dekapannya.

"Sampai detik terakhir, Hinata-sama berjuang demi bayi kecil ini." Shion berujar pelan sebelum menatap Naruto.

Manik violet itu bergetar, berusaha tegar saat ia menyerahkan bayi mungil itu dalam dekapan Naruto. Pemuda pirang itu menatap dalam diam sosok kecil yang kini telah tertidur pulas. Kulit putih bersih, dengan rambut-rambut halus berwarna biru gelap. Seorang bayi perempuan yang cantik dengan bulu matanya yang lentik.

"Hinata-sama ingin agar anda yang menamainya..."

Manik biru laut itu melebar sebelum berubah sendu dengan air mata yang mengumpul di ujung mata. Sekelebat ingatan datang silih berganti, membuat badan Naruto bergetar pelan.

'Naruto-kun, nama apa yang cocok untuk anak kita nanti?'

'He-hei... a-aku punya sa-satu permintaan, ma-maukah kau mendengarnya?' deru nafas yang tersengal di tengah kobaran api itu mulai melambat. 'A-aku rasa... aku ti-tidak akan bisa me-menemaninya da-dan melihat a-anakku... ja-jadi ma-maukah kamu... me-melindunginya dan me-menamainya...'

"Hotaru... Hyuuga Hotaru..." Naruto berujar lirih, dengan tangan bergetar ia mengusap lembut kening bayi kecil itu. Air matanya telah jatuh sejak tadi, bersamaan dengan perasaan perih yang menyesakkan dadanya. "Seperti kunang-kunang yang kami lihat bersama malam itu, dan seperti cahaya yang diberikan ibumu pada ayahmu."

.

.

.

"Hotaru!" gadis berusia tujuh tahun itu berbalik riang saat suara seseorang memanggilnya. Manik lavender itu berbinar ketika mendapati sosok laki-laki yang ia kenali.

"Naru-nii!

Pemuda pirang yang mengenakan kimono hitam itu berjongkok dan membiarkan gadis kecil itu memeluknya. Suara tawa jernih bagai lonceng itu selalu berhasil membuat senyumnya kembali. Dan hanya kehadiran gadis kecil itulah yang mampu menjadi pengobat rindu dan rasa sakitnya.

"Neh Naru-nii, kota itu seperti apa?"

"Hm... padat dan meriah seperti festival."

"Seperti festival Inari?"

"Begitulah..."

Hotaru yang duduk di atas pangkuan Naruto mengangguk kecil sembari memainkan jemari Naruto. Manik lavendernya lalu beralih menuju langit yang mulai mencair senja. Membawa warna kuning dan kemerahan sebelum menyatu menjadi orange.

Selama dua belas tahun, Hyuuga Hotaru hidup berdampingan dengan para siluman. Ia tinggal bersama Naruto serta Kurama dengan kebahagiaan yang selalu menyelimutinya. Sampai ketika suatu malam, Naruto pulang dengan keadaan yang berantakan. Terluka parah hingga membuat siluman rubah itu tak sadarkan diri selama seminggu penuh.

Hotaru tidak berhenti menangis, dan selalu berada di sisi Naruto. Sampai suatu hari, gadis kecil itu bernyanyi dengan penuh harap. Menyanyikan sebuah lagu yang sering ia dengar saat pemuda pirang itu menyendiri. Dan pada malam itulah, Hyuuga Hotaru menyadari bahwa ia memiliki bakat yang sama dengan ibunya.

Naruto berusaha keras untuk menjauhkan Hotaru dari lagu maupun tarian. Melarang gadis kecil itu untuk menggunakan kekuatannya. Menyuruhnya untuk menyembunyikan kemampuannya, untuk melindungi gadis kecil itu dari para manusia dan siluman yang haus akan 'kekebalan dan keabadian'.

Hotaru menurut, ia menyembunyikan kemampuannya karena ia percaya pada Naruto. Sampai ketika perang dunia terjadi. Banyaknya korban yang berjatuhan membuat Hotaru yang kini berusia enam belas tahun menentang Naruto untuk pertama kalinya.

"Aku ingin menolong mereka, aku ingin menyelamatkan mereka! Aku tidak mau berdiam diri saja sementara aku mampu menyelamatkan mereka!"

Ketetapan hati gadis itu berhasil meluluhkan hati Naruto. Pemuda pirang itupun bersumpah untuk melindunginya, menjaganya agar ia tidak terluka. Selalu bersamanya dan melindungi gadis itu saat ia menyanyi demi para prajurit dan orang-orang yang terluka. Membiarkan dirinya bermandikan darah orang-orang yang berusaha mencelakai malaikat kecilnya.

Tahun demi tahun berlalu, perang telah usai namun teror akan siluman mulai merajarela. Para siluman jahat yang mendengar kabar tentang kemampuan Hotaru. Mencoba untuk menculik gadis itu, mencoba untuk menguasai kemampuan itu. Hingga akhirnya Naruto menyarankan Hotaru untuk belajar teknik pengusiran roh. Siapa sangka banyak orang yang tertarik dan berguru pada gadis itu, sehingga perlahan terbentuklah klan pengusir siluman yang dipimpin Hotaru.

Setelah Hotaru menikah, klan yang ia dirikan semakin besar. Naruto masih setia di sampingnya. Menjadi pelindung setia Hotaru, walau malaikat kecilnya telah wafat dan Klan Hyuuga telah berulang kali berganti penerus. Uzumaki Naruto tetap menjadi pelindung bagi klan Hyuuga, membiarkan dirinya tenggelam dalam kesedihan dan mimpi buruk yang terus menghantuinya.

Sampai seribu tahun kemudian, setelah mendapatkan pukulan keras dari Gaara serta Shion dan Kurama. Naruto mulai belajar untuk melupakan Hinata dan Yahiko. Ia memutuskan untuk berhenti melindungi Klan Hyuuga dan bersembunyi di kuil Inari.

.

.

.

To Be Continue...

Fortsæt med at læse

You'll Also Like

6.3K 521 11
"New, invite meet B. Indo dong. Microsoft Teams gue error." "Bentar." "Sekalian nanti meet Sejarah ya. Thanks, New!" [COMPLETED] SOCIAL MEDIA & NARRA...
187K 19.6K 35
[sasusaku fanfiction] ❛❛Cerita klasik mengenai pernikahan. Hanya saja... pasangan ini 'tidak biasa' dalam menjalani rumah tangga mereka.❜❜ genre : ro...
222K 18.8K 27
•SasuSakuFanfiction• Highest rank #Rank1 in narutofanfic #Rank1 in sasusakufanfic #Rank1 in ssl #Rank2 in comfort #Rank2 in uchihasasuke #Rank2 in ha...
782K 79.8K 55
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...