My Sweetest Ex

Por myezbie

270K 19.2K 2.9K

Protektif dan diktator adalah sifat yang mendarah daging gadis itu, hingga membuat Iqbaal jengah dan memutusk... Más

Prolog
BAB 1 : Boyfriend
BAB 2 : Mark My Words
BAB 3 : A Planning
BAB 4 : Him
BAB 5 : A Bit of Jealous
BAB 6 : Stalking Her
BAB 7 : Gossip
BAB 9 : Her Feeling
BAB 10 : They Are Fight
BAB 11 : Can We Be Friend?
BAB 12 : Make A Deal
BAB 13 : A Little Secret
BAB 14 - One Time
BAB 15 - I am Promise!
BAB 16 : Try to Move On?
BAB 17 : What's Wrong?
BAB 18 : Heartbreaking
BAB 19 : When The Regret it Come?
BAB 20 - What's My Fault?
BAB 21 : Three Painful Minutes
BAB 22 : Love Shot
BAB 23 : The Truth Untold
BAB 24 : What's It Wound?
BAB 25 : Break Up
BAB 26 : What Are You Missed?
BAB 27 : Another Chance
BAB 28 : They're Miss Each Other
BAB 29 : Hi Salsha?
BAB 30 : Dating Agency
BAB 31 : An Effort to Catch Her
BAB 32 : An Unexpected Fact
BAB 33 : Status?
BAB 34 : Kissing, Huh?
BAB 35 : I Got It!
BAB 36 : Pregnancy and The Wedding
Epilog

BAB 8 : An Angel

5.6K 475 171
Por myezbie

Happy Reading.


Bukannya semakin menjauh, kian hari hubungan Iqbaal dan Vanesha menjadi semakin dekat. Berangkat bersama, kantin bersama, jalan di lorong bersama, pulang pun bersama. Keduanya bak sepasang sandal yang harus sepasang ke mana-mana. Tentunya hal ini menimbulkan presepsi di banyak pikiran.

Banyak yang mengira mereka jadian namun semua itu tidak ada bukti nyata karena masing-masing tak satu pun mengupload sesuatu hal yang menekankan mereka berpacaran. Sebagian setuju, seperempat menolak, dan seperempatnya lagi pasrah. Katanya, semua terserah Iqbaal. Emang aku siapanya? Terdengar menyesakkan namun kaum pasrah tak memiliki alasan lain.

Pagi ini, entah mengapa mood Salsha benar-benar kacau. Dia merengut sepanjang jalan, berjalan lunglai dengan tatanan rambut berkuncirnya. Dia terlalu malas untuk mencatok hingga memilih menguncir satu surai panjangnya.

Setelah sampai di kelas, dia pun melempar tas di meja dan menangkupkan kepala di telapak tangan. Khas Salsha sekali ketika ia sedang dalam mood buruk.

Lima menit setelahnya, Steffi datang bersama Jeha. Gadis itu langsung duduk di bangkunya tanpa menyapa Salsha. Meski ia sedang badmood namun dia mengerti benar tabiat Steffi. Salsha menoleh ke arah Jeha yang baru saja duduk.

"Kenapa?"

"Galau dia. Kak Daniel balikan sama mantannya," kata Jeha sembari menatap punggung sahabatnya itu.

"Kak Yona?" Jeha mengangguk. Salsha pun hanya diam tak lagi bertanya. Sebenarnya dia masih penasaran apa benar sahabatnya itu jatuh hati pada teman kakaknya. Namun suasana hatinya tak lebih baik membuat Salsha bungkam.

"Lo kenapa?" Salsha menoleh ke arah Jeha kemudian menggeleng pelan sebagai jawaban tidak apa-apa.

"Iqbaal lagi?"

Salsha diam. Jeha selalu tahu apa yang dia pikirkan meski gadis itu tak memiliki ilmu penerawangan. Jeha berdecak—cukup keras hingga Salsha mendengarnya.

"Jalan Sha. Hidup gak akan cuma stuck di Iqbaal doang. Masih banyak yang lain." Jeha mulai menyuara membuat Salsha mendengar, tidak, menjadi pendengar tepatnya.

"Lo cantik, populer, kaya, dan punya semua hal. Lo bisa milih cowok hanya dengan sekali tunjuk."

"Tapi enggak dengan Iqbaal, Jeh. Dia gak bisa gue milikin walau udah gue tunjuk sekalipun."

Jeha mendesahkan napas kasar. Dia menatap sahabatnya dengan tatapan nanar. Ia mengusap bahu Salsha, memberi kekuatan pada remaja itu. "Gue yakin, suatu saat elo akan dapetin cowok yang baik lebih dari Iqbaal kalau bisa."

Salsha hanya diam. Dalam hati ia berharap, kalaupun ada dia mau Iqbaal. Kalaupun bisa.

Bel masuk pun berbunyi keras, perlahan ruang kelas yang senggang mulai terisi siswa. Pak Asraf selaku guru olahraga pun masuk ke dalam kelas, menyuruh siswa memposisikan diri tuk berdoa yang dipimpin lewat speaker. Jam pertama hari Kamis adalah saat di mana kelas Salsha olahraga. Satu per satu siwa mulai berjalan keluar kelas untuk ke ruang ganti, tentunya setelah mendapat arahan dari Pak Asraf. Salsha, Steffi, dan Jeha berjalan beriringan menuju ruang ganti.

"Jangan cemberut pipi lo udah setebel buku sejarah!" Jeha berceletuk sembari menoel pipi Steffi. Gadis berambut terang itu mendelik.

"Gak lucu tau, Jeh!"

"Ya emang gue gak lagi ngelawak."

Steffi menggeram sedangkan Jeha malah memasang wajah sok polos. Steffi membuang muka, ke mana saja asal tak memandang wajah menyebalkan Jeha.

"Kalian tuh gak asik. Cowok tuh bukan mereka aja. Move on dong!" Jeha menggerutu yang tak diindahkan oleh kedua sahabatnya.

"Kalian tuh cantik, rajin nyalon, kece, kurang apalagi coba? Yang lebih dari Iqbaal sama Daniel mah banyak di luar sana."

"Nih ya, kalian tuh harus gerak. Move on!" Jeha mengangkat tangan mengepalkan ke udara yang hanya didehemin oleh Steffi dan Salsha.

"Salsha?" Mereka kompak menoleh ke arah kakak tingkat yang berdiri bersama dua temannya.

"Iya, Kak?" Salsha melirik ke arah dua sahabatnya yang menaikkan kedua bahu.

"Olahraga ya?" Salsha mengangguk. Laki-laki yang notabenya kakak tingkat itu mengangguk paham.

"Ada apa ya, Kak?"

"Jangan kaku gitu, Dek. Biasa aja."

Salsha meringis tak enak ketika laki-laki itu memegang bahunya sembari tersenyum.

"Elonya nyeremin sih, Wan," celetuk satu teman Kak Alwan.

"Emang iya, Dek?"

Salsha menggeleng cepat. "Enggak kok, Kak." Ya kali dia mengatakan jika Kak Alwan seram. Jelas sebuah kebohongan, karna faktanya kakak tingkat itu adalah satu dari sekian gebetannya.

"Yang di sana! Gak masuk kelas?" Sebuah suara dari arah belakang Salsha berbunyi keras dan tegas. Salsha menoleh, bukan hanya Salsha tapi semua.

Iqbaal di sana dengan Fauzan—yang notabenya adalah wakil ketua kelas. Mereka berdua berjalan mendekat ke arah keenamnya.

"Kenapa gak masuk kelas dan ngobrol di sini? Bel masuk kan udah bunyi daritadi." Iqbaal berkata dengan nada tegasnya.

"Beli minum, haus," sahut satu teman Alwan yang diangguki lainnya.

"Udah selesai kan beli minumnya? Kakak ini udah tingkat akhir, apa gak malu kali ada adik kelas yang liat? Kakak ini panutan loh." Nada sarkasme itu kelewat jelas ditunjukkan oleh Iqbaal. Pandangan matanya menatap tak bersahabat ke arah kakak tingkatnya.

"Yaudah kita balik aja." Alwan menyudahi sebelum pergi dia pun pamit, "Aku balik dulu ya, bye!" Jelas sekali ucapan itu hanya ditunjukkan pada Salsha. Ketiganya pun pergi menyisahkan Salsha, Steffi, Jeha, Iqbaal, dan Fauzan.

Iqbaal mencuri pandang ke arah Salsha yang masih memandang punggung kakak tingkat yang kian menjauh. Laki-laki itu mengembuskan napas, berat.

"Kamu mau ke mana?" Rupanya suara Iqbaal membuat Salsha berjengit kaget.

"Ruang ganti. Olahraga," jawab Salsha singkat.

Iqbaal mengangguk. "Yaudah, semangat untuk olahraganya." Kemudian laki-laki itu berlalu sebelum mengacak rambut atas Salsha. Jangan ditanya bagaimana perasaan Salsha sekarang. Yang jelas saat ini dia baper tingkat dewa.

"Lo balikan sama dia?" Fauzan melirik ke arah rekan sekaligus teman sejak sekolah menengahnya.

"Enggak."

Fauzan mengangguk namun pandangannya masih menunjukkan rautan penasaran.

"Kenapa emangnya?" tanya Iqbaal kemudian.

"Gak apa-apa sih," jawab Fauzan sembari menggelengkan kepala, "tapi cuma aneh aja gitu," lanjutnya laki-laki itu.

"Aneh kenapa?"

"Ya aneh aja. Lo nya masih perhatian banget ke dia."

Giliran Iqbaal yang terdiam. Laki-laki itu menghentikan langkahnya menatap Fauzan. "Maksudnya?"

Fauzan mengembuskan napas kasar. Dia menepuk pundak Iqbaal kemudian berkata, "Orang ngiranya lo masih ada hubungan sama dia kalo sikap lo gitu, Bro. Ya lo tau kan kalo kalian pernah ngejalin hubungan. Bagi orang yang gak tau apa-apa, pasti ngiranya lo masih jalan sama dia."

Iqbaal membisu mendengar penuturan Fauzan. Remaja laki-laki itu mengembuskan napas beratnya. Dia bahkan tak pernah berpikir sampai ke sana.

"Lo juga udah jadian kan sama Vanesh. Yaa apa yang dia pikirin nanti kalo misalkan tau lo masih care ke mantan."

"Makasih ya, Zan."

"Sans aja. Btw longlast ya. Pajaknya jangan lupa!" Fauzan menepuk bahu Iqbaal yang membuat empunya tertawa.

"Iya entar pulang sekolah ikut aja sama ajak pacar lo sekalian."

Fauzan mengangguk sembari mengacungkan jempol. Kemudian kedua laki-laki itu berjalan beriringan menuju kantor BK sebelum akhirnya kembali ke kelas.

***

Renang adalah satu dari sekian deretan olahraga yang sama sekali tak bisa Salsha kuasai. Hari ini kelasnya ada prakter untuk pengambilan nilai semester dan bab renanglah yang akan jadi bahan ujinya.

Keringat dingin bermunculan di dahi Salsha. Dia menatap ke arah guru perempuan yang hari ini menggantikan guru laki-lakinya. Pak Asraf yang tiba-tiba saja mendapat panggilan kepala sekolah mau tak mau harus digantikan Bu Febri. Guru olahraga yang terkenal akan kekejamannya.

Lima anak perempuan berbaris memanjang di tepi kolam, meski posisi mereka sudah masuk ke dalam kolam renang. Ketika aba-aba peluit dibunyikan bunyi kecapan air itu mewarnai area kolam renang. Mereka harus berenang dua kali putaran dengan gaya dada. Seterusnya seperti itu hingga nama Salsha disebutkan.

Salsha memasuki air kolam dengan waspada. Dia takut kedalaman dan air yang mencapai batas lehernya itu membuat dia panik. Diliriknya Steffi yang tampak tenang. Tak ada yang tahu jika keringat dingin itu mengucur di pelipisnya. Berulang kali ia menarik napas dan mengembuskan lewat mulut, berusaha membuat dirinya tenang.

Ketika peliut dibunyikan keempat temannya langsung berenang dengan gaya berbeda. Salsha panik dan karena sikap yang dia miliki membuat kemampuannya semakin berkurang.

Kilatan itu mengganggunya mengusik ketenangan hati dan tiba-tiba rasa nyeri menyengat kakinya seperti sepuluh tahun yang lalu. Salsha kalap. Dia mengambil napas—tidak, berusaha mengambil napas karena beban tubuhnya yang kian lama tak bisa dia tahan. Dunianya gelap ketika oksigen tiba-tiba lenyap begitu saja.

Matikah dia? Atau akan selamat seperti sepuluh tahun yang lalu?

Suara itu dapat Salsha dengar. Samar-samar teriakan dan juga riuhan dari sana. Kegelapan itu masih berusaha merenggut dan ketika dia benar-benar ingin sampai sebuah tarikan dia dapatkan.

Malaikat penolong. Dia mendapatkan malaikat penolongnya lagi. Malaikat baik yang Tuhan kirim padanya.


***

Ada yang kangen?

What do you think about this part?

Cium beceq
-Bieber

Seguir leyendo

También te gustarán

817 151 31
"karna aku adalah lampu, dan kamu saklarnya, yang membuatku terang, namun juga gelap." (Squel impossible magic) Note: Bukan pelagiat ya, ini kelanjut...
735K 57.6K 24
Enam tahun setelah Remi membantu Bumi, dia kembali dipertemukan dengan lelaki itu dalam situasi tak terduga. Remi sedikit berdebar, apalagi saat Bum...
368K 24.4K 25
bercerita tentang kehidupan Uzumaki Naruto alis Namikaze Naruto yang dibully oleh siswa, karena penampilannya yang kotor, namun semua itu berubah sek...
60.5K 5K 24
Kenapa yang indah selalu menjadi seperti ini? Katakan padaku mengapa?! Mengapa cinta berakhir? Mengapa sesuatu yang indah akan hilang? Ini hanya ang...