28+ (Slow Update)

Por AbelJessica

6.4M 595K 29.1K

Nama : Adara Darra Kelas : XII IPS3 M.P : Bimbingan Konseling. Tulislah sebuah surat berisikan lima kriteria... Mais

Prolog
+1 : Reuni Yang Terlambat
+2 : Siapa Yang Dijodohkan?
+3 : Dara Sayang Sama Mama?
+4 : Kamu Mau Dijodohkan dengan Saya?
+5 : Embat Nggak Ya?
+6 : Kos Mas El Ngeselin Sih?
+7 : Dara Lagi Mikirin Mas El, Tapi Bukan Gitu Maksudnya. Ngerti Kan?
+8 : Dara Mau Jadi Pacarnya Mas? Gitu?
+9 : Nggak Papa, Mas Maklum.
+10 : Kamu Yakin Nggak Pengin Ngerasain Kelanjutannya?
+11 : Sesulit Itu Ya Untuk Ngaku Kangen?
+12 : Dara Nggak Bisa Jadi Pacarnya Mas El. Maaf.
+13 : Terlalu Banyak Drama Di Dalam Diri Kamu, Dara
+14 : Kamu Kelihatan Seksi Kalau Lagi Ngelawan Mas
+15 : Kayaknya Mas Bisa Kena Gegar Otak Kalau Keseringan Ngobrol Dengan Kamu.
+16 : Kan Kamu Calon Nyonya Besarnya
+17 : Ena-Ena Itu Enak Mas?
+18 : Mas Juga Udah Nggak Sabar
+19 : Mas Ngeselin, Tapi Nggak Papa, Dara Tetap Sayang
+20 : Cepat Pulang Ya Mas? Dara Kangen
+21 : Mas El Ngasih Kejutan? Nggak Mungkin!
+22 : Udah Halal Kalau Mau Ena-Ena
+23 : Oh, memang seksi. Dara gitu loh!
+24 : Ukuran Bra?
+26 : Ngggggg!
+27 : Termasuk Dengan Pembalut dan Panitiliner?
+28 : Dara Sayang Sama Mas
+29 : Harus Banget Pakai Plus?
Intermezzo - Pertemuan Pertama
+30 : Dewandaru dan Kalpandaru
+31 : Dewi Nawangwulan dan Dewi Nawangsih
+32 : Mas, Peluk!
+33 : Secepatnya Nyonya Dathan
Epilog
ANDRA BASTIAAN

+25 : Supaya Malamnya Bisa Langsung Ena-ena

192K 16.2K 512
Por AbelJessica

       


"Kedua calon pengantinnya kehilangan berat badan ya?" Pertanyaan itu membuat Dara mengalihkan pandangan dari pengamatannya terhadap El yang sedang mengepas jas, "Gaun Dara juga perlu diubah sedikit di bagian pinggang."

"Masnya memang diet," Dara memberitahu dengan cengiran, "Kalau Dara mungkin karena kecapekan, Mbak."

"Persiapan pesta pernikahan memang melelahkan, tapi kalau bisa, jangan sampai memengaruhi kesehatan ya? Kalau Dara dan Masnya nggak bisa datang mengepas berbarengan, kita akan buatkan jadwal untuk masing-masing calon pengantin. Kita nggak keberatan."

            Pada akhirnya Dara memilih untuk menggunakan jasa salah satu kenalannya yang berprofesi sebagai perancang untuk mengerjakan gaun pengantinnya. Ia menduga kalau salah satu karyawan temannya telah melaporkan ekspresi cemberutnya selama menunggu El yang terlambat selama hampir satu jam, dan karena itulah mereka menerima nasihat tentang menjaga kesehatan. Pemikiran itu membuat Dara menggaruk tengkuk dengan malu, namun tak urung mengangguk juga.

            Setelah memeriksa berbagai detail, termasuk menertawakan perut El yang mulai mengalami perubahan karena diet ketat yang dilakoninya, akhirnya tiba juga waktu untuk Dara dan El berlalu. El langsung berjalan menuju kursi pengemudi, sementara Dara mendudukkan diri di kursi penumpang, dan berkata, "Selanjutnya katering."

"Makan dulu," Ucap El dengan pandangan lurus ke arah jalanan.

"Katering dulu."

"Tadi kamu makan siang?" Mereka telah memasuki jalanan, jadi El bisa menoleh ke arah Dara yang bersandar di kursi penumpang.

"Makan."

"Makan apa?"

Dara memikirkan pertanyaan itu baik-baik sebelum menjawab dengan ragu, "Telur rebus?"

"Maksud kamu, bagian kuning telur rebus?" Tebak El yang sudah hapal pada kebiasaan Dara yang selalu menyisihkan bagian putih telur yang tak disukainya, "Hebat kamu belum pingsan sampai sekarang."

"Kalau Mas nggak datang terlambat, kita udah makan malam sekarang," Dara menyalahkan sebelum diserang.

"Kalau bukan karena urusan pekerjaan, apa kamu pikir Mas akan sengaja datang terlambat?"

            Dara memalingkan wajah tanda mengakhiri percakapan. El juga tidak mengatakan apapun lagi, sampai kendaraan mereka berhenti di salah satu restoran seafood. Tanpa menunggu El yang masih melepaskan sabuk pengaman, Dara lebih dulu mencari tempat duduk. Pelayan yang datang membawakan buku menu hanya diliriknya, sebelum kemudian tenggelam dalam kesibukannya memainkan ponsel.

"Mau pesan apa?"

            Dara mendengar pertanyaan itu, namun terlalu jengkel untuk menyahuti. Tangannya tak berhenti mengusap-usap layar ponsel, tanpa melakukan kegiatan berarti. Tidak menyerah atas tanggapan dingin itu, El memanggil pelayan untuk memesan, "Kepiting saus pedas, kerapu goreng, dan cah kangkung. Minumannya dua gelas lemon tea dan satu botol air mineral," Kemudian El terlihat berpikir dan menambahkan, "Boleh minta tolong tambahkan bawang goreng di atas nasi putihnya? Mungkin dengan begitu tunangan saya jadi lebih selera makan."

"Nasi putih dengan tambahan bawang goreng," Sang pelayan mengulangi pesanan, "Ditunggu sebentar ya Mas."

            Suasana meja berubah jadi sepi sepeninggal pelayan tersebut. Dari sudut matanya Dara melirik El yang ternyata sedang menempelkan ponsel ke telinga, berbicara tentang hal-hal yang tak dimengertinya, mungkin urusan pekerjaan. Pembicaraan pria itu tidak berlangsung lama, jadi Dara kembali pura-pura menekuni ponsel, sampai merasakan usapan pada puncak kepalanya, "Lapar?"

"Nggak."

"Masa?" Nada bicara El terdengar penuh humor, "Kepiting dan kerapu goreng di sini juara, kamu pasti suka."

"Hm."

"Sambelnya ada tiga jenis loh," Dara merasakan bibir El menempel di pelipisnya, "Cah kangkungnya juga enak."

Penjelasan itu membuat Dara mengangkat kepala untuk memerhatikan tempat yang mereka datangi dan tak bisa menahan diri untuk berseru, "Loh?"

"Iya," El tersenyum tanpa melepaskan kecupannya, "Ini tempat temu janji kita yang pertama."

Dara mencoba untuk tidak luluh, namun sulit dilakukan ketika menyadari kalau El membawanya ke tempat di mana segalanya dimulai, "Mas masih ingat?"

"Ingat tempatnya atau ekspresi ingin-menolak-perjodohan-tapi-pengin-makan-kepiting-saus-pedas kamu waktu itu?"

"Mana mungkin Dara kayak gitu," Sanggah gadis itu malu.

El tertawa saja kemudian mengalihkan pembicaraan, "Mas minta maaf karena tadi datang terlambat untuk mengepas jas. Lain kali Mas usahakan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat lagi."

"Dara yang minta maaf karena marah-marah," Sahut gadis itu merasa bersalah, "Harusnya Dara tahu kalau Mas nggak akan sengaja datang terlambat."

"Daripada minta maaf, kenapa kamu nggak bikin janji aja?" Tanya El sambil menyelipkan poni gadis itu ke balik telinga, "Janji untuk lebih memerhatikan kesehatan sendiri. Mas nggak suka ngelihat kamu pucat kayak gini."

"Dari tadi pagi Dara memang nggak enak badan," Gadis itu memberitahu, "Badan Dara rasanya panas dingin ditambah sakit kepala, jadinya nggak selera makan."

"Demam?" Tanya El sambil menempelkan telapak tangan di kening gadis itu, "Tadi malam tidur jam berapa?"

"Jam tiga pagi," Gadis itu mengakui, "Dara lupa waktu karena keasyikan mendaftar tamu undangan."

"Satu kali ini aja, okay?" Ucap El dengan nada mengingatkan, "Besok-besok jangan diulang lagi."

"Mas cemas kalau Dara sakit?"

"Mana mungkin nggak cemas kan?" Kemudian El menambahkan, "Kita berdua harus sehat, termasuk ketika hari pernikahan, supaya malamnya bisa langsung ena-ena."

Dara melirik perut pria itu dan memberitahu, "Selama ukuran perut Mas bisa ditoleransi, Dara nggak keberatan kalau kita langsung ena-ena."

"Memangnya perut Mas masih kurang kecil?" Tanya El terkejut.

"Kurang," Jawab Dara tegas, "Mas masih dalam masa diet, tapi malam ini boleh curang karena Dara nggak mau makan sendirian."

            El mengerang putus asa mengingat jumlah daun yang harus dimakannya setiap hari, sedangkan Dara menertawakan penderitaan pria itu, dan perdebatan mereka tertinggal jauh di belakang sana.

*

28+ - JessJessica

*

"Mas udah mikir mau ngasih kado apa untuk Dara?"

Andra mengalihkan perhatiannya dari ponsel seraya memasang ekspresi bingung, "Ya?"

"Sebenarnya Dara lebih suka kalau dikasih uang tunai, tapi kalau Mas memang mau ngasih barang, belikan lemari pendingin aja."

"Sebenar-sebentar," Andra membenahi letak duduknya dan bertanya, "Apa kamu lagi menentukan hadiah pernikahan dari Mas untuk kamu?"

"Iya," Jawab gadis itu lugas, "Daripada Mas beli barang yang sebenarnya nggak Dara butuhkan, mending pesan dari sekarang kan?"

"Mas pikir di rumahnya El udah ada lemari pendingin."

"Ada, tapi cuma satu pintu."

"Kamu maunya yang berapa pintu?"

"Dua," Gadis itu memutar bola mata seakan semuanya sudah jelas, "Gitu aja pakai nanya."

"Anggaplah Mas membelikan kalian lemari pendingin sesuai dengan keinginan kamu, lantas yang di rumah El itu mau disumbangkan ke mana?"

"Bukan disumbangkan, tapi dipindahkan ke kos-kosan Mas El. Kalau fasilitas kosnya dilengkapi, uang bulanannya juga bisa dinaikkan. Benar kan?"

Andra berdecak kagum pada kemampuan berhitung adiknya dan bertanya dengan penasaran, "Minta apa dari Nendra?"

"Lemari kaca dan perlengkapan berkebun," Gadis itu menjawab tanpa beban.

"Bukannya tahun lalu kamu udah beli lemari kaca? Harganya mahal loh, Dek. Kamu nggak kasihan sama Nendra?"

"Mas Nenen itu uangnya banyak loh, Mas. Nggak ada alasan untuk Dara kasihan sama dia. Ada juga Dara yang harus dikasihani karena cicilan rumah belum lunas."

"Cicilan belum lunas?" Suara Nendra membuat Andra menghentikan kalimat apapun yang hampir meluncur dari bibirnya, "Cicilan apa?"

"Bukan apa-apa," Dara mengibaskan tangan tanda tak peduli, "Mas udah beli hadiah pernikahan untuk Dara?"

Nendra menghempaskan bokongnya di sofa dan menggeleng, "Mas bingung mau beli apa. Kamu lagi butuh apa sih Dek?"

"Lemari kaca."

"Yang kayak di rumah kamu itu ya?"

"Iya."

"Ya udah, nanti Mas belikan lemari kaca," Kemudian Nendra menyodorkan tas kertas yang sedari tadi dijinjingnya, "Ini juga hadiah pernikahan. Anggap aja hadiah pertama, lemari kacanya hadiah kedua."

"Aw!!" Dara langsung menjerit kesenangan, "Makasih Mas."

"Sama-sama," Nendra menyeringai.

"Boleh dibuka sekarang?"

"Boleh."

            Diiringi oleh tatapan penasaran Andra dan cengiran Nendra, Dara merobek bungkus kadonya dengan brutal. Kedua saudaranya berdecak melihat tingkahnya, namun Dara tak peduli dan terus merobek kertas pembungkus tersebut, sampai menemukan sebuah buku bersampul hijau kusam dengan tulisan berwarna putih mencolok di atasnya. Buku yang membuat Andra mengerang tak percaya, sedangkan Dara terbahak-bahak, "Kama Sutra? Really Mas?"

"Ini buku bersejarah," Nendra memberitahu dengan nada bangga, "Kamu orang ketiga yang memegang buku ini."

"Oh ya? Siapa yang pertama dan kedua?"

"Awalnya Mas beli buku ini untuk Mbak Rara," Nendra mengakui dengan cengiran dan Andra langsung menyambitnya dengan bantal sofa, "Tunggu dulu Mas, ceritanya belum selesai."

"Dasar adek kurang ajar!" Maki Andra geram, "Kenapa Rara nggak bilang apa-apa soal ini?"

"Karena setiap pengantin perempuan memang sedikit banyak harus memiliki pendidikan seks," Nendra menjawab dengan lugas, namun Andra tak menghargainya karena pria itu kembali melempari adiknya dengan bantal, "Mbak Rara nggak marah kok. Justru waktu aku dan Nindya menikah, Mbak Rara menurunkan buku ini pada Nindya. Sekarang Dara yang mau menikah, itu artinya buku ini harus diturunkan kepada generasi ketiga keluarga kita."

"Generasi ketiga mbahmu!" Sembur Andra naik darah.

"Mbah kita sama Mas," Cengir Nendra sama sekali tak merasa bersalah.

"Dara suka bukunya," Dara sengaja bersuara untuk menghentikan pertikaian di antara kedua saudaranya, "Makasih ya Mas."

"Sip," Nendra mengangkat jempolnya dengan ekspresi bangga, "Semoga sukses ya Dek."

            Dan begitulah Dara mendapati saudara konyolnya itu terkapar di lantai karena diserang oleh saudara tertua mereka. Dara tertawa terbahak-bahak menyaksikan keduanya bergulat dengan sengit, namun segera melarikan diri ketika melihat gelagat kalau Andra akan segera memenangi pertarungan tersebut. Jangan sampai saudaranya yang kaku itu merebut harta berharganya!

            Andra berteriak marah melihat adiknya melarikan diri dengan membawa buku berisi tentang pelajaran seks. Di atas lantai, Nendra tertawa-tawa sambil memegangi kaki Andra agar tak bisa mengejar adik bungsu mereka. Di ruang keluarga, suami istri keluarga Bastiaan mendaftar tamu undangan yang terus bertambah, tanpa memedulikan tingkah anak-anak mereka. Keluarga Bastiaan sungguh penuh dengan drama.

**

Salam, Jejoy.

Continuar a ler

Também vai Gostar

974K 47.5K 37
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...
2.9M 375K 64
Kabiru yang masih melajang di usia tiga puluh memikirkan pilihan yang paling logis di hadapannya. Namun ternyata, menikah dengan temannya sejak SMA...
943K 2.3K 2
"Kalau berlibur sendiri rasanya tidak enak juga. Bagaimana kalau kita menikmati liburan ini bersama-sama?" Tawaran itu dilontarkan Yoe santai dengan...
1.2M 149K 35
Airene memilih menjadi pramugari Hiraeth Airlines, demi menghindari adik dan orangtuanya di rumah, agar tidak ada lagi luka masa kecil akibat kesalah...