Juni

Por kdk_pingetania

1.1M 82.2K 1.9K

Cerita ini akan tersedia gratis pada 30 April 2022 *** Juna, cowok paling berandal dan playboy di sekolah tib... Mais

Annoucement
01
02
03
04
05
06
07
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30~END

08

35.9K 2.8K 146
Por kdk_pingetania

ACARA upacara bendera yang biasa dilakukan di setiap hari senin mendadak heboh saat sedang pembacaan UUD 1945. Hal itu dikarenakan ada salah satu peserta upacara yang jatuh pingsan. Tentu beberapa guru langsung menghampiri siswi yang pingsan tersebut dan segera membopong anak muridnya ke UKS.

Gadis yang pingsan tadi tak lain tak bukan adalah Juni. Akibat kelelahan dengan tugas OSIS dan sekolahnya, kondisi kesehatan Juni akhir-akhir ini semakin menurun. Jadi wajar saja kalau gadis itu akhirnya terjatuh pada saat upacara bendera.

Juna yang melihat kejadian itu pun langsung bergegas ke ruang UKS tepat setelah upacara bendera selesai. Lelaki itu langsung menghampiri Juni yang masih terkulai lemas di atas salah satu bangkar. Wajah Juna terlihat sangat khawatir dengan kondisi gadis itu. Apalagi Juni masih belum membuka mata.

Juna mondar-mandir khawatir di dekat Juni. Padahal dokter sekolah sudah bilang kalau Juni tidak kenapa-napa. Gadis itu hanya kelelahan dan kekurangan asupan makanan. Tapi tetap saja Juna kekeh ingin menemani Juni sampai gadis itu siuman.

Perlahan mata Juni terbuka. Gadis itu bergumam pelan sembari menyentuh kepalanya yang terasa pusing. Melihat hal itu, Juna langsung mendekati Juni. "Jun, lo enggak apa-apa? Ada yang sakit? Perlu gue bawa ke rumah sakit?" cerocos Juna dengan nada suara yang terdengar panik.

"Enggak, gue enggak apa-apa, kok," ucap Juni pelan.

"Gue beliin lo makanan, deh. Lo mau makan apa?" tanya Juna.

Juni menggeleng. "Enggak, enggak usah. Gue enggak apa-apa, kok," ucap Juni lagi.

Juna mendengus kesal. "Lupa kalo tadi abis pingsan di lapangan sekolah? Untung aja tadi ada yang nangkep lo, coba aja kalo, enggak? Bisa fatal, Jun!" kata Juna. "Lagian lo udah gue bilangin berulang kali. Sarapan itu penting! Pasti lo tadi pagi gak sarapan. Emang bebel banget jadi anak."

"Udahlah, lagian gue enggak kenapa-napa. Gak usah sampe segitunya banget sih," gerutu Juni kesal.

"Gue khawatir sama lo, Jun," ucap Juna.

Seketika itu suasana berubah menjadi hening. Keduanya saling menatap satu sama lain tanpa hendak membuka suara. Jantung mereka secara bersamaan berdetak semakin cepat. Juna yang terlebih dahulu memutuskan untuk membuang pandangannya.

Lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Maksud gue nanti nyokap lo khawatir," kata Juna kikuk.

"Enggak mungkin," ucap Juni pelan.

"Heh, gak boleh kayak gitu!" tegur Juna.

Juni tak memedulikan ucapan Juna. Gadis itu justru bangkit dari duduknya, berniat turun dari atas bangkar.

"Lo mau ke mana?" tanya Juna.

"Ruang OSIS. Sekarang ada jadwal rapat anggota. Gue sebagai ketua harus hadir," ujar Juni. Gadis itu hendak turun dari bangkar, namun dengan sigap Juna menahan tangan gadis itu.

"Lo itu, bandel banget. Astaga, bahkan lo lebih bandel daripada anak bocah," omel Juna saking gemasnya dengan sifat Juni yang keras kepala. "Dibilangin gak usah ikut rapat OSIS dulu, bandel banget. Rapat juga bakalan tetep jalan kalo lo gak dateng."

"Apaan, sih? Gue, kan, udah bilang kalau gue gak apa-apa." Juni lagi-lagi hendak turun dari atas bangkar, namun Juna lagi-lagi menahan tangannya. Juni mendengus kesal. "Juna lo ngeselin banget, sih!"

"Nyadar diri. Lo lebih ngeselin dari gue," ucap Juna.

Juni menghela napas. "Ya udah, lo mau gue ngapain sekarang?" tanya gadis itu yang akhirnya menyerah.

"Makan," kata Juna.

Juni mengernyitkan dahi bingung. "Bisa gak, sih, kalo ngomong yang jelas dikit?" gerutu Juni sebal.

"Gue mau lo makan sekarang. Gue tahu lo gak bakalan mau kalau gue suruh pulang. Jadi setidaknya lo harus makan biar tubuh lo ada energi," ujar Juna.

"Tapi, kan, gue bilang gue ada rapat. Enggak keburu buat makan, gue beli roti aja," ucap Juni.

Juna menghela napas. Lelaki itu tanpa permisi menarik tangan Juni. Juna membawa gadis itu pergi menuju kantin sekolah, tak peduli dengan protesan yang dilontarkan Juni. Mereka akhirnya sampai di kantin, Juna langsung menarik salah satu kursi yang ada di sana dan mempersilakan Juni untuk duduk.

Gadis itu menatap Juna kesal, kemudian akhirnya duduk di atas kursi tersebut.

Juna mengabaikan tatapan gadis itu. Lelaki itu malah menatap ke arah Kang Ujang, penjual nasi goreng di kantin SMA Cakrawala. "Kang, nasi goreng sama es teh dua, ya," kata Juna sambil mengacungkan jari tengah dan jari manisnya.

Kang Ujang mengangguk sigap. "Oke, Bos!"

"Eh, bentar, Kang, nasi gorengnya satu porsi aja. Saya pesen mie goreng satu porsi," ucap Juni.

"Lah, kenapa?" tanya Juna bingung.

"Gue enggak suka makan nasi," kata Juni membuat Juna mendelik.

"Hah, seriusan lo kagak suka makan nasi?" tanya Juna tak percaya.

Juni mengangguk. "Gue dari kecil emang gak biasa makan nasi. Bisa sih, cuma gak selera aja," jelas Juni.

Juna menggeleng-gelengkan kepalanya heran. "Ini pertama kali gue denger ada orang yang gak suka makan nasi. Nasi, kan, makanan pokok orang Indonesia. Bisa-bisanya lo gak suka, Jun," ujar Juna keheranan.

"Bukannya gak suka makan nasi. Cuma gue rada enek kalau disuruh makan nasi," jelas gadis itu.

"Kenapa, sih, lo ribet banget disuruh makan. Padahal gampang banget tinggal buka terus masukin," kata Juna enteng.

"Nah, loh, apa hayo tinggal buka terus masukin." Yogi datang secara tiba-tiba dan langsung ikut menimbrungi obrolan tersebut.

"Anjir ambigu bener!" ujar Anji sembari ikut duduk di sebelah Yogi.

"Wah, parah lo, Jun." Beni ikut-ikutan memanas-manasi Juna sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Apaan, dah, lu pada? Maksud gue tinggal buka mulut terus masukin makanannya," jelas Juna. "Pikiran kalian yang pada kagak bener," ujar Juna.

"Btw, gue perhatiin seminggu ini kalian berduaan terus. Ada apa, nih?" tanya Yogi sambil menatap keduanya penuh tanya.

"Yang ada dia yang ngikutin gue terus. Gue, sih, ogah deket sama dia."

"Ciah, udah mulai, nih, bibit-bibit sukanya muncul," goda Anji.

"Udah, ah, daripada gue di sini, mending gue ikut rapat aja. Gue bisa beli roti buat dimakan di ruang OSIS," kata Juni sambil beranjak. Namun, tangan gadis itu langsung dicekal oleh Juna, membuat Juni terpaksa mengurungkan niatnya. Juni menatap ke arah Juna malas, sedangkan yang ditatap malah memasang ekspresi datar.

"Duduk!" perintah Juna membuat Juni terpaksa duduk.

Beberapa detik kemudian, datang Kang Ujang dengan dua piring di tangannya. "Nah, ini pesenan Neng Geulis." Kang Ujang menaruh piring berisi mie goreng di hadapan Juni. "Dan ini pesenan Brother aing." Kang Ujang menaruh piring satunya di depan Juna.

"Makasih, Bro!" ujar Juna.

"Yoks, no problem." Kang Ujang pun pergi dari sana.

"Juni!" teriak Aya tiba-tiba.

Dari kejauhan gadis itu tampak berlari kencang membuat rambut yang ia ikat satu bergoyang ke kiri dan ke kanan. "Gimana kondisi lo? Masih pusing, enggak? Gue tadi gak bisa jenguk ke UKS karena harus ikut rapat. Tapi lo gak kenapa-kenapa, kan? Gak ada yang luka atau lecet?" cerocos Aya.

"Astaga, Ya, gue gak apa-apa, kok. Lo enggak usah heboh, deh," ucap Juni. "Oh iya, rapat tadi gimana? Udah selesai?"

Aya mengangguk. "Tahu enggak lo, tadi Pak Ronald marah banget, katanya pertanyaan buat acara cerdas cermat harus selesai besok. Tapi anak-anak ternyata belum pada nyusun pertanyaannya," jelas Aya. Gadis itu mengedarkan pandangannya dan seketika itu mata Aya langsung melotot saat menyadari saat ini dia tengah duduk bersama cogan-cogan sekolahan.

Tangan Aya menepuk-nepuk paha Juni dengan histeris. "Anjir, anjir, Uni. Lo, kok, enggak bilang, sih, kalau ada mereka? Sumpah, ih, gue jadi salang tingkah," bisik aya. Namun, suaranya cukup keras sehingga dapat didengar oleh semua orang di meja itu.

"Aduh Ya, lo lebay banget, sih. Saking, nih, kaki gue lo pukul-pukul," omel Juni membuat Aya cengengesan.

"Uni mah gitu, mentang-mentang udah deket ama cogan, jadi enggak bagi-bagi," ceplos Aya membuat Juni melotot.

"Lo mau? Ambil aja, gue enggak perlu," kata Juni sambil beranjak dari duduknya.

"Mau ke mana?" tanya Juna.

"Udah kenyang, mau balik ke kelas," ucap Juni lalu berjalan pergi meninggalkan meja tersebut.

Anji pun mulai melancarkan aksinya untuk menggoda Aya. "Aya, boleh enggak nama lo gue tambah 'ng' biar jadi Ayang?" goda Anji diikuti siulan kencang oleh teman-temannya.

"Anji, boleh enggak nama lo gue tambah 'ng' biar jadi Anjing," ujar Aya mengikuti gaya bicara Anji. Hal itu lantas membuat gelak tawa terdengar di meja tersebut. Membuat beberapa gadis histeris karena melihat para cogan idaman mereka tertawa.

"Udah, ah, gue mau nyusul Juni dulu. Males liat muka lo terus. Bye!" Aya kemudian bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan meja tersebut.

×××××

JUNI masuk ke ruang OSIS. Gadis itu langsung berjalan menuju mejanya dan duduk di sana. Ia kemudian mulai membuka laptopnya. Sejenak Juni terdiam ketika rasa pusing di kepalanya kembali datang. Gadis itu menarik napas kemudian menghembuskannya secara perlahan, berharap dengan begitu rasa pusing di kepalanya akan menghilang.

"Jun, tadi ke mana aja? Pak Ronald marah-marah sama gue," tanya Junior-wakil ketua OSIS yang baru saja menyadari kehadiran Juni.

"Sori banget, ya, gue gak bisa ikut, tadi gue diem di UKS," kata Juni.

"Hah? Serius? Lo kenapa?" tanya Junior. Lelaki itu menatap Juni khawatir.

"Gue pingsan pas tadi upacara bendera. Cuma sekarang udah gak kenapa-napa," jelas Juni. Mata gadis itu masih berfokus pada laptop yang ada di hadapannya itu.

"Jadi cewek yang pingsan tadi itu lo, Jun? Sekarang lo gimana? Udah enakan?" tanya Junior.

Juni mengangguk.

"Mending lo istirahat dulu, deh. Biarin gue yang ngerjain tugas-tugas lo."

"Enggak usah. Gue udah enggak apa-apa, kok," kata Juni. Namun, beberapa detik kemudian gadis itu meringis pelan sembari memegangi perutnya yang terasa sakit. Oh iya, setelah makan bersama Juna di kantin tadi, Juni sama sekali belum memakan apa pun lagi. Padahal sekarang sudah pukul tiga sore.

"Tuh, kan, lo masih belum baik-baik aja," kata Junior. "Perut lo sakit? Perlu gue beliin obat?"

Tiba-tiba Juna datang tanpa diundang. Lelaki itu dengan santai melenggang masuk ke dalam ruang OSIS. Kemudian Juna mengulurkan sebuah kantong plastik berwarna merah di hadapan Juni.

"Ini gue bawain makanan, air sama obat maag," ujar Juna.

Juni mengernyitkan dahi bingung. "Tahu dari mana lo kalau gue punya penyakit maag?"

"Nyokap lo yang bilang. Jadi gue bawa aja obatnya buat jaga-jaga. Ternyata bener, kan, maag lo kambuh."

Juni menatap kantong plastik yang diberikan Juna, lalu beberapa saat kemudian mengambilnya. "Makasih." Gadis itu pun membuka bungkus obat tersebut dan memasukkan ke dalam mulutnya, lalu menegak air yang Juna berikan.

"Iya," jawab Juna. Lelaki itu menarik kursi yang berada di sebelah Juni, lalu duduk di sana. "Lo baru boleh makan setengah jam lagi," ujar Juna.

"Lo enggak pulang?" tanya Junior.

"Ngomong sama gue?" Juna balik bertanya.

"Sama tembok."

"Oh."

Mendengar jawaban Juna membuat Junior mendengus. Lelaki itu memang sejak awal sudah tidak suka dengan sikap Juna yang sok jagoan. Junior pun memilih untuk tidak memedulikan kehadiran Juna, dan duduk di sebelah Juni.

Juni kembali fokus dengan laptopnya. "Kok, bisa Pak Ronald minta pertanyaannya besok? Bukannya lomba cerdas cermat masih lama?" tanya Juni sambil menatap Junior.

"Kayaknya lombanya dimajuin, deh. Kalau enggak, ya, berarti dia emang mau nyusahin kita," ucap Junior. "Oh iya, untuk laporan anggaran lomba cerdas-cermat, gue udah ngebagi tugas ke anggota OSIS lainnya. Kita tinggal revisi doang," ujar lelaki itu. "Oh iya, untuk laporan pensi gimana? Udah selesai?" tanya Junior

"Belum, ada beberapa yang masih belum selesai," ucap Juni sambil mengutak-atik laptopnya.

"Mau gue bantu, enggak? Mumpung gue lagi free," kata Junior.

Juni menatap ke arah Junior. "Seriusan?"

Junior mengangguk. "Mana yang perlu gue kerjain?"

Keduanya pun tampak sibuk mengerjakan tugas-tugas tersebut, sampai melupakan kehadiran Juna. Karena merasa bosan, lelaki itu menyimpan ponselnya di saku celana. Kemudian Juna melirik jam dinding. "Udah setengah jam," ucap Juna pada Juni.

Tidak ada balasan dari Juni. Gadis itu masih saja sibuk berbicara pada Junior, entah topik apa yang mereka tengah bahas. Juna pun akhirnya bangkit dari duduknya dan mendekat ke arah meja Juni. "Jun," panggil Juna.

Juni dan Junior serempak menengok. "Kenapa?" tanya mereka bersamaan.

"Gue manggil Juni, bukan lo," ucap Juna.

"Kenapa?" tanya Juni.

"Itu rotinya dimakan dulu. Udah setengah jam, isi perut lo biar gak kelaperan," kata Juna.

Juni mengangguk. "Iya, iya." Gadis itu kemudian mengambil roti pemberian Juna tadi dan membuka bungkusnya. Melihat Juni menurut membuat Juna akhirnya berjalan kembali ke arah sofa yang tadi ia tempati.

"Jun." Junior tiba-tiba memanggil.

Refleks Juni dan Juna serempak menoleh, lalu berkata, "Apa?"

"Gue manggil Juni, bukan lo," balas Junior sambil tersenyum puas.

Sepertinya memiliki nama yang serupa merupakan suatu masalah bagi mereka bertiga.

Continuar a ler

Também vai Gostar

97.8K 9.5K 56
(Sebelum baca story ini, aku saranin untuk baca -Introvert- dulu) -- cek profil ku Mereka memang belum menikah, bahkan status mereka masih menyandang...
3.8K 511 70
━─━────༺༻────━─━ Johan dipindahtugaskan ke Desa Kamawu, yaitu sebuah desa terpencil di luar provinsi. Tidak sendiri, Johan pindah bersama dengan ked...
3.9M 193K 30
The Rules Series (2) : Matthew Rizki Akbar Biasa, cowok dan cewek bersahabat sejak kecil. BIasa, cowok dan cewek saling memendam rasa di hati kecil...
3.4M 371K 26
#ProjectRemaja "Lo ngapain cium kening gue? Di naskah kan gak ada!" Semuanya berawal dari acara Teater untuk menyambut murid baru di sekolah. Dinda...