Tampan Berdasi (MxM)

By DaddyRayyan

82.6K 9.1K 4.6K

Orang yang paling kamu hindari sejak zaman sekolah adalah bosmu di kantor. Orang yang kamu benci semasa sekol... More

Pendahuluan + audio suara karakter
P r o l o g
Dasi 1
Dasi 2
Dasi 3
Dasi 4
Dasi 5
Dasi 6
Dasi 7
Dasi 8
Dasi 9
Dasi 10
Dasi 11
Dasi 12
Dasi 13
Dasi 14
Dasi 15
Dasi 16
Dasi 17
Dasi 18
Dasi 19
Dasi 20
Dasi 21
Dasi 23
Dasi 24
Dasi 25
Dasi 26
Dasi 27
Dasi 28
Dasi 29
Dasi 30
Dasi 31
Dasi 32
Dasi 33
Dasi 34
Dasi 35

Dasi 22

1.6K 247 127
By DaddyRayyan

Selamat Liburan panjang, selamat malam minggu~

Selamat menikmati chapter ini, ya. Semoga gak makin ambyar.

Btw ... coba itung udah berapa banyak lagu yang Rayyan bawakan di cerita TAMPAN BERDASI ini.




Sebuah jas licin tergantung rapi dengan hanger di belakang pintu kamar Rayyan.

Rayyan menatap jas itu hampir setiap hari sekarang, setiap bangun tidur pagi atau sebelum tidur malam.

Ini jas Pak Shouki Wisanggeni. Rayyan tahu.

Gimana bisa jas itu menyelimuti tubuhnya pada suatu malam? Saat ia ketiduran di sofa lobi kantor?

Rayyan bimbang, berpikir ia berhalusinasi, tetapi barang buktinya ada di sini.

Apa jangan-jangan ia berjalan sewaktu tidur, lalu tak sengaja nyolong jas Pak Wis karena terasa nyaman sebagai selimut?

Rayyan tertawa sendiri membayangkan keanehan itu.

Namun, lebih aneh lagi membayangkan Pak Wis yang datang sendiri dan menyelimuti ia dengan jasnya.

Tak masuk akal rasanya.

....

Untuk sementara, Rayyan membiarkan jas itu tetap tergantung hangat dan wangi di kamarnya yang kecil berdebu ini.

Suatu hari, setelah Pak Wis sudah lebih tenang, Rayyan akan datang mengembalikan jas itu. Bilang saja ia menemukannya terjatuh di koridor kantor, lalu ia cuci bersih.

Biarkan waktu menenangkan mereka semua.

Memang waktu adalah teman terbaikmu kala sedang sedih atau sakit. Berkawanlah dengan waktu supaya rasanya ia berjalan sangat cepat, lalu tinggal berharap segala yang sakit tinggal kenangan.

Khususnya untuk kamu yang patah hati. Daripada berlarut menunggu sakitnya luruh, biarkan waktu yang mengurus hingga sembuh.

Bagi Shouki Wisanggeni yang patah hati untuk kedua kalinya, ia mencoba berteman dengan waktu.

Sudah lewat dua minggu sejak Kanaka mengumumkan putus cinta, mengakhiri pertunangan. Hari-hari sulit di kantor yang membuat karyawan ingin menangis karena takut dibentak atasan yang emosian, kini mulai mereda. Syukurlah. Waktu membuat Pak Wis tidak berlama-lama berkabung dan marah, ia mulai tenang.

Suasana kantor sudah kembali efisien, meski Pak Wis belum terlihat senyumnya dan masih lembur setiap malam.

Setidaknya, pria itu sudah legowo berjalan melintasi ruangan karyawan dan mengangguk pelan saat disapa karyawan. Yang terpenting ia tidak mendelik ketus dan marah-marah lagi.

Dari sisi Kanaka Jayanti, Rayyan tak tahu. Hati wanita katanya jauh lebih dalam dan rapuh jadi Rayyan pun masih mengkhawatirkannya hingga kini.

Mas Ginting bilang Kanaka sedang healing, pergi jalan bersama sepupu-sepupunya ke luar negeri. Mau menghabiskan waktu di negara bersalju sampai hatinya beku, lupa sepenuhnya dengan cinta yang terpaksa ditinggalkan karena keadaan.

"Kana titip salam. Pokoknya dia pasti bikin konferensi pers soal Mas Rayyan yang disangka pelakor itu, eh pebinor. Ada-ada aja netizen! Geram kali aku." Mas Ginting mendengus kesal dari ujung telepon.

Rayyan tergelak. "Saya enggak masalah dengan itu, kok, Mas Ginting. Bilang ke Mbak Kanaka tenangin diri dulu aja. Santai."

"Berdasarkan kontrak yang kita buat, Mas Rayyan sebetulnya tinggal satu proyek lagi dengan KaJa Design. Foto buat koleksi celana sarung. Cuma Kana bilang koleksinya nanti mau dikirim ke kantor aja, biar Mas Rayyan bikin konten sendiri pake celananya. Waktunya bebas, enggak perlu jumpa kita. Habis itu Kana mau stop hire Mas Rayyan dulu, mau fokus sama lini makeup KaJa. Kek gitu kira-kira ... gapapa, kan, Mas Rayyan?"

"Iya, gapapa banget, Mas Ginting. Saya maklum. Lagian orang-orang juga bakal bosen kalau saya terus yang jadi modelnya Mbak Kanaka."

Rayyan sangat memaklumi jika Kanaka pun ingin menjaga jarak darinya.

Kanaka pasti ingin move on dari segala hal yang berhubungan dengan Pak Wis, termasuk karyawannya. Melihat Rayyan mungkin akan membuat Kanaka teringat Pak Wis lagi.

"Terus kapan kau mau aktif lagi, Mas? NaresWARAS udah kangen kali sama Mas Rayyan. Sakau mereka kutengok kalau Mas Rayyan enggak live."

"Namanya juga 'waras', harusnya mereka waras terus, dong."

"Ya udah, pokoknya enggak usah khawatir soal berita bodoh kemarin, udah reda sekarang. Mas Rayyan bisa online lagi. Buat senang para penggemar yang udah nunggu-nunggu. Terus banyak tawaran endorsement, tuh! Sayang kali kalau dilewatin."

"Oke, deh, malam ini saya mau coba live dan aktif lagi."

"Nah ... mantap!"

Bikin konten dan siaran langsung di Instagram atau TikTok jadi pelarian Rayyan beberapa bulan terakhir ini. Semua itu Rayyan lakukan supaya bisa mengenyahkan rasa-rasa sayang yang tak perlu bersemi lagi pada seseorang. Lama-kelamaan Rayyan sungguhan menikmati kegiatannya, baik bekerja OB maupun ngonten. Meski sedang tidak aktif media sosial, Rayyan rajin membuat stok video agar tetap produktif.

Berhubung Pak Wis lembur hampir tiap malam, Rayyan juga ikutan lembur menunggu pria itu pulang supaya bisa mengunci pintu kantor. Jadi, tiap malam Rayyan mengisi waktu untuk riset lagu yang lagi tren, membuat video cover, sekalian berlatih main gitar. Jarinya sekarang sudah tidak selincah semasa SMA, butuh waktu jadi jagoan fingering lagi.

Pak Wis yang sedang lembur pasti bisa mendengar Rayyan bernyanyi dan bermain gitar setiap malam.

Kadang Rayyan main di pantry, di lobi, di koridor, atau di ruang karyawan. Pindah-pindah, tetapi ia tidak pernah jauh dari ruangan kerja Pak Wis.

Tidak ada maksud apa-apa. Rayyan berjaga-jaga jika pria itu sewaktu-waktu membutuhkan bantuannya, entah minta dibuatkan teh atau minta dibelikan camilan untuk lembur.

Untungnya Pak Wis cuek, tidak pernah sekalipun ia menegur Rayyan yang bermain gitar dekat ruang kerjanya.

Minggu pertama dan kedua, Pak Wis sama sekali tidak peduli atau mungkin ia menyumbat telinganya dengan earphone.

Namun, pada minggu ketiga Rayyan tak sengaja mendengar Pak Wis bernyanyi (Rayyan pikir dia mimpi).

Rayyan iseng membawakan lagu Jepang yang pernah ia pelajari masa SMA untuk Shouki, lagu "Season's Call" dari Hyde L'arc~en~Ciel. Rayyan menyanyikan lagu itu sambil membaca liriknya di Google.

Saat lewat di koridor, Pak Wis ikut bersenandung menyanyikan lagu itu. Pria itu mungkin tak sadar, tetapi Rayyan menjadi begitu senang sejak malam itu.

Ya, senang rasanya kalau permainanmu didengar orang lain dan orangnya ikut bernyanyi.

Akhirnya, malam ini Rayyan kembali membuka aplikasi Instagram dan TikTok. Setelah dua minggu ditinggalkan, ia baru menyadari followers-nya berjumlah hampir tujuh ratus lima ribu sekarang, tetapi rasanya lebih stabil dan solid. Banyak yang mengikuti Rayyan bukan hanya karena ia viral, tetapi benar-benar mendukungnya.

Siskaoooo: Mass OB Ganteng we're waiting for uuuu

EkoSSsS: Mas rayyan abaikan aja kata netijen goblog plisss

TritanG: Bang, kalo bang rayyan ga kluar justru netijen makin curiga

SaraOBcantik: KAPAN LIVE LAGI!

Botihotbeletot: Aku sampe liatin foto mas rayyan tiap malam di tengah kesendirianku ;;))

Iya, saya kembali.

Rayyan melakukan siaran langsung. Langsung ada beberapa ribu penonton yang masuk secara beruntun. Rayyan tersenyum pada mereka dan berkata, "Hai, semua. Apa kabar?" Rayyan terkekeh. "Sori, enggak ada klarifikasi soal hoax yang beredar, biarkan waktu yang menjawabnya, ya. So? Mau nyanyi lagu apa malam ini?"

*

*

Malam-malam yang sejuk di kantor.

Sambil menunggu Pak Wis selesai lembur, Rayyan rutin live setiap malam.

Malam ini Rayyan live di pantry, nyanyi lagu pesanan netizen. "Cikini Gondangdia", lagu dangdut asyik yang oleh Rayyan diaransemen ulang jadi akustik yang bikin goyang-goyang kepala. Kalau pakai gitar elektrik, lagu ini bisa membuat penontonnya headbang.

"Cikini ke Gondangdia. Kujadi begini gara-gara dia. Cikampek, Tasikmalaya. Hati capek bila kau tak setia."

Saat Rayyan lagi asyik menyanyi, tiba-tiba ada penampakan muncul dari belakang.

Netizen komen heboh di live-nya.

Rayyan berhenti main gitar dan menoleh ke belakang. Ternyata ada Pak Wis di ambang pintu, memanggilnya.

"Oh, sori. Lagi live, ya?" kata Pak Wis, menghindar agar ia tidak tampak di kamera.

"Pak? Bapak butuh apa? Saya ambilkan." Rayyan meletakkan gitarnya dan bangkit berdiri, tidak kelihatan lagi di layar.

"Gapapa, Mas, lanjut aja. Cuma ambil minum. Tumbler saya di mana, ya."

"Yang ini, Pak? Maaf tadi saya cuci."

"Oh oke, makasih, Mas Rayyan."

Kamera masih menyala dan semua penonton bisa mendengar percakapan mereka.

Banyak chat masuk.

YA ALLAH KUKIRA SETAN TAPI KOK GANTENG

Wiiiii siapa tu

OMG itu mantan kanaka kan???

Iyaaa itu si wisanggeni ka!

kanakaaa masih g aktif sampai skrg aaaaa

Mass rayyan! tanyain doi dong kanaka kemana?? beneran mereka dah putus?!

Rayyan kembali ke iPhone-nya setelah Pak Wis keluar dari pantry. "Maaf saya tinggal bentar, tadi ada bos saya masuk."

Rayyan membaca komentar-komentar masuk.

Ganteng euuy!

Boleh kali sama kita aja

Rayyan terkekeh berat membaca pesan-pesan itu. Senang rasanya kalau banyak yang memuji Pak Wis.

"Doain bos saya dapat jodoh yang terbaik, ya," kata Rayyan sambil senyum-senyum ke kamera, lanjut menggenjreng gitar dan bernyanyi, "Biarpun sederhana, asalkan kau setia, aku pun akan selalu cinta~"

Malam berikutnya hujan deras. Rayyan live di ruang karyawan agar ia lebih mudah menjangkau Pak Wis jika pria itu butuh bantuan.

Malam ini nyanyi lagu yang agak mellow dibawakan saat hujan. "Easy on Me"-nya Adele.

....

Baby, let me in

Go easy on me, baby

I was still a child

Didn't get the chance to

Feel the world around me

I had no time to choose

What I chose to do

So go easy on me

There ain't no room for things to change

When we are both so deeply stuck in our ways

....

Sudah hampir pukul dua belas. Rayyan sudah menghentikan live-nya sejak sejam lalu.

Hujan masih deras di luar jendela kaca, mengetuk-ngetuk dengan bunyi yang menenangkan, sekaligus agak meresahkan.

Pak Wis belum juga keluar dari ruangan.

Rayyan menghela napas. Padahal, kemarin Pak Wis sudah pulang pukul sembilan malam, malam ini pria itu lembur kemalaman lagi.

Rayyan berhati-hati mengetuk pintu ruangannya.

Tidak ada suara.

Ia membuka dengan sangat perlahan, lalu melihat Pak Wis sedang merebahkan kepalanya di atas meja kerja.

Ternyata pria itu ketiduran.

....

Harus dibangunkan. Pak Wis bisa sakit jika ia seperti ini.

Rayyan melangkah pelan ke dalam, menimbang apakah ia harus membangunkan Pak Wis atau menyelimuti Pak Wis dengan jasnya yang Rayyan simpan di kamar?

Ya, tentu saja harus dibangunkan!

Mengendap ia mendekati meja, sepelan mungkin agar Pak Wis tidak terkejut.

Rayyan baru saja ingin mengusap pundak Pak Wis saat ia melihat sesuatu di atas meja.

Sesuatu itu adalah beberapa potong sample desain undangan nikah Pak Wis dan Kanaka.

Kemungkinan Pak Wis ingin mengumpulkan sample-sample undangan itu untuk dibuang ... atau ia bermaksud menyimpannya sebagai kenang-kenangan.

Rayyan mengusap undangan menawan bertekstur lembut itu dan dadanya terasa ngilu.

Ah, Pak Wis ....

Tangan kanan Pak Wis ternyata sedang menggenggam sebuah foto berbingkai yang selama ini pria itu pajang di meja kerja.

Itu foto Kanaka Jayanti.

....

Rayyan menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata.

Aneh, Rayyan merasa sedih lebih dari biasanya.

Seolah baru saja ia melihat sosok dirinya sendiri yang duduk di meja itu, tertidur, menggenggam foto seseorang yang dicintai.

Rayyan merasakan dejavu.

Belasan tahun lalu.

Saat ia dikeluarkan dari sekolah.

Saat ia kehilangan tempat tinggal.

Saat ia harus menumpang tinggal, berpindah-pindah.

Sampai keluarga Shouki berbaik hati menampungnya sementara.

Dan saat Rayyan mendengar tak lama kemudian, ayahnya meninggal di tempat tahanan.

Menurut sang pengacara, ayahnya meninggal karena sakit.

Rayyan tidak percaya.

Rayyan sempat membaca berita soal ayahnya yang meninggal dalam keadaan tergantung menggunakan dasi.

Rasanya jika diingat-ingat lagi, semuanya seperti mimpi.

Rayyan lupa bagaimana ia begitu terguncang saat itu. Rayyan tidur meringkuk karena terlalu sedih sambil memeluk foto ayahnya, dan juga mencengkeram koleksi dasi ayahnya. Masih ada wangi orang tuanya di sana.

Seseorang memeluknya dari samping saat itu. Shouki Wisanggeni. Shouki memeluknya erat, menggenggam tangannya hangat, dan berkata, "Aku sama Kak Rayyan—"

Shit.

Rayyan menghela napas, bergeleng untuk mengenyahkan kenangan buruk itu. Ia memijat pelipisnya kuat-kuat.

Di mejanya, Pak Wis tiba-tiba mengangkat kepala, terbangun. Matanya yang buram menyoroti Rayyan, lalu tiba-tiba saja Pak Wis menggapai tangan Rayyan dan menggenggamnya kuat.

"Kana ...?" desah Pak Wis.

Rayyan tertegun.

Tangannya sehangat dulu. Nyaman sekali jika ada seseorang yang menggenggamnya seperti ini, tak melepaskannya, seperti dulu.

Namun, Rayyan melepaskan genggaman tangan itu dengan lembut. "Maaf, Pak, saya bukan Mbak Kanaka."

"Ah—" Pak Wis diam, merenggangkan tubuhnya pelan-pelan.

"Pak Wis ketiduran ... ini sudah hampir jam 12 malam, Pak," kata Rayyan, tersenyum mengangguk.

Pak Wis tertunduk sebentar, mencubit area di antara kedua matanya.

"Saya tunggu di bawah, Pak, sekalian mau kunci pintu." Lalu, Rayyan berkata lagi, "Kalau Pak Wis masih mau di sini ... boleh saya buatkan minum? Tapi kalau boleh saran, Pak Wis sebaiknya pulang, istirahat di rumah, Pak."

"Saya ... saya mau tidur di sini aja," desah Pak Wis dengan suara kecil.

"Gimana, Pak?"

"Mau tidur di sini aja," ulang Pak Wis. "Besok libur, saya enggak mau di rumah sendirian."

"Lah, di kantor kan juga enggak ada orang, Pak," kata Rayyan, lupa ada dirinya yang selalu tidur di kantor ini.

"Setidaknya ada yang bisa saya kerjain di sini," jawab Pak Wis lagi, mengucek matanya tanpa pertahanan.

Kalau melihat Pak Wis seperti ini, rasanya seperti melihat sosok Shouki masa SMA. Baru bangun tidur, agak bengong, mengucek mata seperti anak kucing—Hh. Kalau ini masih SMA, Rayyan gemas ingin mengacak-acak rambutnya.

"Kerja ada waktunya, Pak," ucap Rayyan. "Sekarang waktunya istirahat. Saya juga baru selesai live."

"Enggak, saya tetep mau di sini," kata sang CEO, keras kepala.

"Pak Wis, besok kan bisa kerja lagi. Lebih fresh. Cukupi istirahat. Kalau Pak Wis sakit karena kurang istirahat, nanti Pak Wis enggak bisa kerja."

"Mas," Pak Wis menyela, "tolong. Saya mau di sini."

Barangkali karena bangun tidur, mata Pak Wis kelihatan memelas, berkaca-kaca.

"Pak Wis mau tidur di sini?"

Pak Wis mengangguk, menunjuk sofa di ruangan kerjanya.

Rayyan berjongkok memeriksa sofa itu. "Apa ini sofa bed?"

"Bukan, sofa biasa."

"Saya ada seprai di atas. Saya pasangkan dulu seprai dan selimut kalau Bapak mau tidur di sini. Saya juga ada bantal bersih. Sebentar, ya, Pak."

Rayyan lari ke kamarnya di lantai atas, mengambil selimut, seprai cadangan, dan bantal dari dalam lemari. Pas sekali seprai cadangan itu bermotif kucing abu-abu yang lucu. Pak Wis harusnya suka.

Saat ia kembali ke kantor Pak Wis, Pak Wis sedang jalan lunglai ke sofa, langsung rebah meringkuk.

"Pak Wis, saya pasangkan dulu seprainya, ya. Ini seprainya kesukaan Bapak, nih. Motif kucing."

"Enggak usah, Mas. Saya tidur gini aja, udah biasa."

Rayyan sebenarnya agak ingin marah. "Pak, jangan, enggak nyaman kalau seperti itu."

"Enggak usah, Mas .... " Sungguh keras kepala.

Rayyan diam sebentar, lalu meletakkan tumpukan seprai dan selimut di meja. "Maaf, ya, Pak."

Dengan langkah cepat, Rayyan mendatangi bosnya di sofa, lalu menggendong pria itu.

Pak Wis melotot. "MAS?!"

Rayyan menggendong Pak Wis dan mendudukkan pria itu ke sofa kecil dulu, lalu dengan cepat ia memasang seprai, selimut, dan menata bantal pada sofa panjang. Ia menepuk bantalnya dan berkata, "Udah, Pak, silakan beristirahat."

Pak Wis terduduk diam di sofa kecil itu, masih kaget.

"Maaf, Pak," kata Rayyan lagi, berdeham. "Pak Wis laper, enggak? Saya buatkan teh. Atau mau saya masakkan mi?"

Pak Wis masih menatapnya agak lama, lalu menjawab, "Mau ...." Suaranya lemah. "Terima kasih, Mas Rayyan."

Suasana hujan, kantuk, kelelahan luar biasa, patah hati, dan akhirnya berusaha ikhlas—segala hal membuat Pak Wis jadi kalem dan lembut malam ini.

Rayyan bertanya lagi, "Mau mi, teh, atau keduanya?"

"Keduanya. Boleh?"

Rayyan tersenyum. "Siap, Pak. Tunggu sebentar."

Rayyan berlari ke pantry dengan perasaan bahagia.

Perasaan ini simpel.

Dia tidak membutuhkan apa-apa saat ini, kecuali berbuat sesuatu, apa pun itu, agar ia bisa melihat Shouki Wisanggeni tersenyum sedikit saja.

Agar bisa melihat mata itu membuka tidak dengan sayu, tetapi cemerlang karena sedikit saja perasaan senang.

Kalau makanan bisa membuatnya senang, Rayyan akan memasak sebanyak mungkin yang ia bisa, meski kemampuannya terbatas. Ia cuma bisa memasak makanan kecil untuk sehari-hari, menggunakan kompor seadanya demi mengenyangkan perut.

Yang ia buatkan untuk Pak Wis secara khusus adalah semangkuk mi rebus, dengan telur mata sapi rebus, sayuran caisim, dan ada potongan rawit. Rayyan masih ingat. Mi rebus makanan kesukaan Shouki Wisanggeni selain spageti. Bi Minah dulu sering membuatkan Shouki mi rebus seperti ini. Hangat disantap kala hujan seperti itu. Tak lupa teh hangat dari merek kesukaan Pak Wis, diseduh pada cangkir kucingnya.

Rayyan membawa semangkuk mi dan secangkir teh dengan baki ke ruangan Pak Wis. Namun, pria itu sudah tak ada di sana.

Ke mana?

Pak Wis ternyata sudah berpindah ke ruang karyawan. Pak Wis berdiri di sana, menghadap jendela. Di antara kursi dan meja tempat karyawan nongkrong untuk makan siang atau bercanda tawa, di tempat Rayyan sering mengadakan live akhir-akhir ini.

Saat Rayyan masuk ke ruangan itu, Pak Wis tidak menoleh.

"Pak?"

Pak Wis mungkin sedang melamun lagi. Aduh, kenapa melamun malah melihat keluar jendela malam-malam, hujan-hujan? Nanti ada yang nongol.

"Jangan ngelamun, Pak, nanti ada yang masuk." Rayyan menyentuh pelan bahu pria itu.

Pak Wis agak tersentak, menoleh akhirnya.

"Selamat menikmati, Pak." Rayyan meletakkan mangkuk mi rebus dan teh di meja.

"Ah, ya. Terima kasih, Mas Rayyan."

Harum wangi mi rebus sekarang memenuhi ruangan itu.

Duduk di kursi, Pak Wis mengerjap melihat apa yang disajikan.

"Mi rebus, telur mata sapi rebus, dan cengek. Kesukaan saya banget." Pak Wis mendongak, lalu memberikan senyum tipis pada Rayyan. "Terima kasih."

Senyum itu membuat Rayyan berdebar senang. Ia langsung menyahut, "Iya, saya inget, kok. Ini kesukaan Bapak."

Barusan Rayyan keceplosan.

Rayyan berdeham. "Alhamdulillah kalau Bapak suka. Besok kalau mau saya bikinkan spageti Pak. Ada stok spageti instan di pantry. Maaf saya cuma bisa masak seadanya."

Pak Wis masih tersenyum, mengangguk. Dengan sendok, ia menyesap sedikit kuah gurih itu, lalu memejamkan mata.

Rayyan jadi berdebar. "Enak, Pak?"

Sudah pasti enak sebenarnya. Siapa yang bisa mengalahkan merek mi buatan negeri ini?

"Enak," kata Pak Wis lembut. "Anget di perut."

Rayyan tersenyum lebih lebar, mengangguk. "Saya juga jadi laper. Pengin mi goreng. Nanti saya bikin mi juga sebelum tidur, ah."

Kalau Shouki Wisanggeni suka mi rebus dan telur mata sapi rebus, Rayyan sebaliknya, lebih suka mi goreng sejak SMA, pakai telur mata sapi setengah matang. Bi Minah biasanya juga menambahkan potongan kriuk bawang goreng untuknya. Meski berbeda kesukaan, mereka selalu makan bersama-sama dulu.

"Bikin aja sekarang," kata Pak Wis.

"Hm?"

"Makan bareng aja di sini. Bawa ke sini minya."

Rayyan mengerjap. "Minya belum saya masak, Pak."

"Ditunggu." Pak Wis meletakkan sendoknya, mendongak. "Saya tunggu di sini."


BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

6.5M 334K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
2.4M 36.1K 49
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
790K 74.8K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
Stupicha By pute

Short Story

32.1K 2.9K 7
Seorang Ozan Adrian yang telah menjalin hubungan selama lebih dari empat tahun bersama dengan Eksa Nandha. Nama mereka jelas jauh berbeda, tapi pangg...