BILLIONAIRE HUSBAND

Af dregax99

16.2K 3.8K 2K

21+ || DARK LOVE THRILLER • • • Azhaan Jaafhaer Zhaiens, begitu kejam dan berkuasa. Billionaire from Ame... Mere

𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄 𝐇𝐔𝐒𝐁𝐀𝐍𝐃
𝐅𝐎𝐑𝐄𝐖𝐎𝐑𝐃
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19

PART 10

654 212 127
Af dregax99

. . .

PART 10

Happy Reading

Play List : Melly G - Ratusan Purnama

. . .

"Perjodohan mu dengan Asya Mommy batalkan." telak Rhiana membuat Azhaan membulatkan kedua matanya.

"Maksud Mommy?" Azhaan memastikan kembali barangkali ia keliru akan ucapan Rhiana barusan.

"Ya, seperti yang Mommy katakan. Kau tidak akan Mommy jodohkan,"

"Tiba-tiba?" tanya pria itu sekali lagi.

"Mommy akan mendukung apapun keputusanmu. Mommy hanya tidak ingin kau bersama dengan seseorang yang tidak kau cintai. Bukan hanya kau yang akan merasa tersakiti namun, gadis itu juga." jelas Rhiana menatap lekat kedua bola mata putranya tersebut.

Azhaan sedikit tertegun atas apa yang dikatakan oleh Rhiana. Sebenarnya ada apa? Rhiana bukanlah pribadi yang mengubah keputusannya secara tiba-tiba.

"Tapi—" Azhaan hendak bertanya kembali tetapi ia urungkan.

"Ada apa?"

"Tidak Mom,"

"Bagaimana masalah di perusahaan?" tanya Rhiana mengalihkan topik pembicaraan di antara mereka.

Azhaan menghela napas-nya panjang. "Ya seperti itu. Tapi aku sudah menyuruh Daniel untuk menyelesaikan permasalahannya," Rhiana mengangguk mendengar penuturan putra sulung-nya tersebut.

Tampak Azhaan memijat pelan pelipis nya membuat Rhiana memandangnya. "Kenapa sayang?"

Azhaan menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tersenyum pada Rhiana. "Tidak apa-apa Mom, hanya saja akhir-akhir ini aku sedang banyak pikiran."

Rhiana meraih jari-jemari putranya tersebut, mengelus lembut telapak tangan pria itu. "Kau bisa cerita dengan Mommy," Rhiana menatap lekat putranya dengan sedikit perasaan khawatir.

"Tidak Mom. Sepertinya aku hanya butuh istirahat,"

"Sepertinya kau butuh refreshing," ucap seseorang tiba-tiba yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Kau, kemana saja?" desis Rhiana menatap putra bungsunya, Enver yang baru saja bergabung dengan mereka.

Enver hanya terkekeh pelan. "Aku berkeliling mencari udara segar Mom, menurutku tidak terlalu buruk juga jika kita menetap di negara ini," ujarnya membuat Rhiana terdiam serta Azhaan menatap pria tersebut.

Merasa bahwa dirinya di kacangi, Enver hanya tertawa hambar dengan ekspresi datar. "Sepertinya aku harus keluar," ucap pria itu membuat Rhiana tersadar dari lamunannya.

"Eh, tadi kau bicara apa?" tanya Rhiana memastikan saat dirinya tersadar.

"Tidak Mom," sahutnya langsung bergegas pergi meninggalkan Rhiana serta Azhaan yang masih menatapnya.

"Aku ikut,"

Enver membalikkan tubuhnya menatap sang kakak. Really? pikirnya. Tidak seperti biasanya Azhaan ingin ikut dalam kegiatanya.

"Tumben, tidak biasanya kau—"

"Apa?" putus Azhaan yang membuat Enver diam membuang pandangannya ke sembarang arah.

Azhaan berjalan mendahului sang adik. Semangat betul. gumam Enver dalam hati menatap kepergian sang kakak.

"Mom, aku pamit."

Rhiana mengangguk pelan-menghampiri putra bungsunya tersebut. Ia mengelus lembut surai coklat milik Enver. "Kalian hati-hati," ucapnya seraya tersenyum sendu.

Enver membalas senyuman tersebut seraya mencium kedua pipi Rhiana. "Siap Mom."

.   .   .

Hening, hanya terdengar suara gaduh dari mesin mobil yang tengah melaju di tengah padat-nya ibu kota. Tak ada yang memulai percakapan antara Azhaan maupun Enver. Keduanya saling diam enggan berbicara satu sama lain. Azhaan yang menatap kosong pemandangan di balik kaca mobilnya, sedangkan Enver tetap fokus menyetir.

Maserati Quattroporte milik Azhaan melaju memasuki pekarangan rumah komplek yang sangat asing menurut Azhaan. Pria itu menoleh ke arah Enver seolah ingin bertanya. Kita mau kemana? belum sempat Azhaan mengutarakan pertanyaannya tersebut-Enver telah lebih dulu memberitahunya.

"Aku ingin menjemput seseorang," ucapnya meski tak dapat jawaban dari sang kakak.

Setibanya mereka di sana, Enver memarkirkan mobil sport sedan milik Azhaan. Tanpa berbasa-basi, pria itu segera bergegas keluar dari mobilnya menghampiri salah satu rumah dengan cat berwarna cream.

Pandangan Azhaan tak putus dari dalam mobil memperhatikan sang adik yang tengah mengetuk pintu rumah tersebut. Terbesit rasa penasaran di dalam dirinya. Sebenarnya siapa yang anak itu jemput? Penting kah orang itu hingga membuat Enver menjemputnya? Azhaan menghela panjang napasnya, hingga tiba-tiba saja pria itu di buat terkejut oleh sesosok gadis yang baru saja keluar menemui Enver menggunakan kursi rodanya.

"Haura?" gumam-nya pelan dengan wajah yang tampak kebingungan.

Dengan senyum merekah Enver mendorong kursi roda gadis itu menuju ke mobilnya. Azhaan yang menyadari bahwa mereka telah tiba di sisi mobilnya-segera beranjak keluar.

Untuk yang ketiga kalinya pandangan mereka bertemu. Antara Azhaan dan Haura. Tatapan yang tidak pernah berubah sejak awal pertemuan mereka. Garis senyum yang masih sama seperti dulu, jantung Azhaan benar-benar berdegup dengan kencang kala memandangi wajah teduh dari gadis di hadapannya tersebut.

"Perasaan macam apa ini? tanya pria itu pada dirinya sendiri."

Haura menatap lekat wajah Azhaan, gadis itu mengernyitkan dahinya, ia seperti merasa pernah melihat pria itu, namun dimana? Dengan kondisi yang belum sepenuhnya stabil, Haura memaksa pikirannya untuk mengingat kembali pria tersebut.

AKHHH!

Dengan kedua telapak tangan yang memegangi kepalanya, tiba-tiba saja Haura berteriak kesakitan, membuat Azhaan dan Enver yang berada di sisinya panik ketakutan.

"Haura!"

"Haura, kau kenapa?"

Mereka berdua terus berseru memanggil nama gadis itu berulang kali hingga membuat Amira yang sedang berada di dalam rumah nya keluar berlari ke arah mereka.

"Ada apa? Haura kau kenapa sayang?" ujar Amira yang tidak kalah panik dengan mereka berdua.

Haura tidak menjawab, ia terus meracau kesakitan. Sampai tiba pandangan gadis itu gelap.

BRUKKK!

Haura tak sadarkan diri, tubuhnya jatuh lemas tepat berada di dalam pelukan Azhaan. Azhaan sedikit tertegun atas kejadian ini, namun ia sadar dan segera menggendong tubuh mungil gadis itu untuk masuk ke mobilnya. Enver memandang serius kepanikan Azhaan. Pria itu sempat berpikir, sejak kapan Azhaan mengenali Haura? Akan tetapi lamunannya buyar kala Azhaan meneriaki pria tersebut.

"Hey! Kau hanya akan berdiam diri di sana?" pekiknya yang hendak duduk di kursi kemudi-membuat Enver gelagapan masuk ke dalam mobil.

"Bagaimana dok? Apa yang terjadi dengan anak saya?" tanya Amira yang terlihat sangat ketakutan.

"Tidak ada masalah dalam kondisi pasien. Tapi, apakah pasien sebelumnya melihat suatu objek yang membuat pikirannya bekerja, sehingga sedikit mengembalikan ingatannya?"

Amira, Azhaan serta Enver hanya terdiam saling memandang satu sama lain. Enver berpikir, tidak ada kejadian janggal yang membuat Haura menjadi seperti itu. Sedangkan Azhaan, pria itu masih bergeming memikirkan sebenarnya apa yang terjadi dengan gadis itu?

"Mengembalikan ingatannya? Apakah gadis itu terkena amnesia? Namun, apa penyebabnya?"

"Tidak ada dok," ucap Amira di sertai anggukan Enver.

"Apa pasien mengenali seseorang bernama Azhaan?" pertanyaan itu membuat Azhaan menaikkan pandangannya menatap sang dokter. Begitu juga dengan tatapan mata Enver serta Amira yang berbalik mengarah pada Azhaan.

"Saya sendiri dok," ucap Azhaan yang masih tampak kebingungan.

"Sejak tadi pasien selalu menyebut nama Anda. Apakah Anda bisa masuk untuk menemuinya?"

Azhaan menolehkan kepalanya menatap Amira. Amira yang paham pun menganggukkan kepalanya tanda menyetujui pria itu untuk menemui putrinya. Sedangkan Enver, pria itu hanya diam bergeming menatap kepergian Azhaan.

Dengan langkah ragu, Azhaan melangkahkan kaki nya mendekati Haura yang tengah memejamkan kedua kelopak matanya di atas brankar.

"Azhaan..." gumam gadis itu membuat Azhaan mendekatkan dirinya.

Terlihat butiran bening mulai mengalir membasahi dahi gadis itu. Azhaan merasa, sepertinya Haura sedang tidak baik-baik saja di bawah alam sadarnya. Gadis itu terus meracau menyeru nama Azhaan, seketika wajah nya berubah menjadi sangat pucat-membuat Azhaan sedikit panik.

Dengan takut-takut, Azhaan meraih tangan gadis itu. Terasa sangat lemas saat lengan kekarnya menggenggam telapak tangan Haura.

"Sudah ya, aku berada di sisimu saat ini," ujar Azhaan yang terdengar sangat kaku. Bagaimana tidak? Ini pertama kalinya bagi pria itu berlaku manis kembali pada seorang wanita setelah ia menutup rapat-rapat pintu hatinya semenjak tiga tahun lalu.

Haura yang mulanya tidak tenang, kini dapat Azhaan rasakan bahwa gadis itu mulai sedikit membaik. Azhaan memandang lekat wajah teduh dari gadis yang berada di hadapannya tersebut. Tangan kirinya beranjak mengelus lembut pucuk kepala Haura. Sesekali Azhaan mengelap keringat yang ada pada kening gadis itu.

"Apakah aku akan terlihat sangat jahat jika menyamakan gadis baik sepertimu dengan Hana, mantan kekasih ku?" pikirnya.

"Ah, tidak. Kau adalah kau dan Hana adalah Hana. Mulai saat ini kau adalah tujuanku, sedangkan Hana, aku harus menguburnya dalam-dalam." lanjut pria itu yang terdengar sangat serius.

Sedangkan di balik kaca pintu ruangan Haura, terdapat sepasang mata yang sedari tadi terus memperhatikan gerak gerik Azhaan. Enver, ya, orang tersebut adalah Enver. Pria itu merasa, hatinya seperti tertusuk kala melihat Haura yang terus memanggil nama sang kakak dan Azhaan yang masih memberikan perhatiannya terhadap gadis itu.

Dengan tubuh yang terasa lemas, Enver berniat pergi meninggalkan rumah sakit. Sepertinya ia tidak akan kuat berlama-lama melihat kedekatan Azhaan dengan gadis yang ia cintai. Meski saat ini Haura dalam keadaan tak sadarkan diri.

"Kau mau kemana?" tanya Amira ketika melihat Enver melangkahkan kakinya menjauh dari ruangan Haura.

Enver berusaha tersenyum di hadapan Amira, tidak mungkin jika ia terlihat sedih di hadapan wanita paruh baya tersebut. "Saya lupa ada janji dengan teman saya," dustanya.

Amira menatap lekat netra coklat pria itu. Ia merasa, bahwa sedang ada yang di tutupi oleh Enver. Amira menolehkan pandangannya ke dalam kamar Haura. Saat itu juga ia paham, Enver sedang berbohong. Ia tahu bagaimana rasanya berada di posisi Enver, tapi ia juga tidak bisa melarang Azhaan untuk menemani putrinya tersebut.

"Rhiana, aku harus bagaimana terhadap kedua putramu?" batin Amira.

"Umi?" lamunan Amira buyar saat mendengar panggilan dari Enver.

"Eh—iya nak,"

"Kalau begitu Enver pamit ya Umi,"

"Iya nak, hati-hati."

Enver hanya mengangguk seraya tersenyum sebagai jawabannya. Ia mulai melenggang pergi meninggalkan ruangan Haura.

Berjalan beriringan dengan rasa sakit. Pria itu tertawa hambar meratapi nasib pada dirinya sendiri. Ini adalah kali kedua ia harus merasakan kecewa karena seorang wanita. Tetapi, saat ini rasanya berbeda dari yang sebelumnya. Hatinya jauh lebih sakit dari pada saat ia masih bersama dengan Isabella, mantan kekasihnya dahulu.

Enver berjalan kaki di bawah gelapnya awan. Sesekali pria itu menendang pelan batu kerikil yang berada di hadapannya.

"Apa aku tidak pantas untuk bahagia?"

"Apa aku harus terus-menerus dalam penderitaan?"

"Dan di saat gadis itu tidak sadarkan diri pun, ia hanya menyebut nama Azhaan."

ucapan demi ucapan terus ia lontarkan pada dirinya sendiri. Baru saja ia merasakan bahagia, namun harus kembali merasakan rasa sakit. Pria tersebut menatap kosong ombak laut. Pikirannya berputar pada beberapa hari lalu saat ia memberikan segenggam bunga pada gadis itu tepat di pantai ini.

Kini, Enver hanya bisa tersenyum. Ya, senyum yang amat sangat menyakitkan baginya.

ARGHHH!

Enver mengacak-acak rambutnya prustasi, tak mempedulikan orang yang berlalu lalang di hadapan pria tersebut. "KENAPA HARUS AZHAAN!" pekiknya dengan keadaan yang sudah sangat kacau.

Pandangan pria itu beredar pada sekeliling pantai dengan napas yang masih berderu, hingga netranya mendapati sebuah toko buku. Enver bergegas menghampiri toko buku yang tidak jauh dari keberadaannya. Setibanya di sana, ia membeli salah satu noted book beserta pulpen nya dan kembali menuju pesisir pantai.

Di temani desiran air laut yang membasahi sebagian pasir putih, jari-jemari pria itu mulai menari di atas kertas putih membentuk serangkaian kata-kata isi hatinya.

Maroko, 22 November 2022

Aku memilih mencintaimu, maka itu artinya aku siap mencintai seluruh yang ada pada dirimu.

Mencintai kekuranganmu, mencintai ke tidak mampuan-mu, mencintai ke tidak sempurnaan-mu, mencintai segala sesuatu yang ada padamu.

Saat itu, aku ingin mengatakan sesuatu padamu, tapi aku terlalu takut untuk menyampaikannya. Namun, saat ini adalah waktu yang tepat aku mencurahkan segalanya dalam buku ini.

Kau tak perlu takut untuk menjadi dirimu sendiri. Sebab aku menerima-mu apa adanya. Kau tunggal yang tak pernah tanggal di hatiku, sebab itu kau tak perlu takut seseorang menggantikan tempat-mu, meski suatu saat nanti aku harus merelakan-mu bersama dengan pilihan-mu.

Saat pertama kali mengenal-mu, aku melihat banyak keindahan di dalam dirimu, sesuatu yang tak pernah kutemukan pada diri siapapun. Aku merasakan betapa istimewanya makhluk ciptaan Tuhan dalam wujud dirimu.

Sungguh keagungan yang tak perlu aku pertanyakan lagi. Tuhan mempertemukan kita dengan banyak cara. Salah satunya kau dapat merubah diriku menjadi pribadi yang lebih baik, dan membuatku percaya arti dari cinta sejati.

Kau tahu? Setiap kali aku berada di sisimu, aku selalu merasakan ketenangan di dalam jiwa ku. Aku ingin sekali menemanimu sepanjang waktu. Mulai dari terbitnya matahari hingga terbenam. Mulai dari rambut kita yang masih menghitam sampai semuanya berubah menjadi putih dan berantakan.

Aku tak pernah punya alasan untuk berhenti mencintai mu, meski saat ini hatiku tengah merasakan sakit. Haura, kau adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling ingin ku lihat senyumnya.

Aku mencintaimu, selalu dan selamanya.

                                 Tertanda

Enver Mehr Zhaiens


TO BE CONTINUED

Fortsæt med at læse

You'll Also Like

Ervan Af inizizi

Teenage Fiktion

1.6M 115K 77
[Brothership] [Not bl] Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Erva...
821K 71.4K 44
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
527K 19.5K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
ARSYAD DAYYAN Af aLa

Teenage Fiktion

2.1M 111K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...