[2] Dewi Cinta

Per TheSkyscraper

105K 11.1K 1K

Ketika Dewi Cinta menghadapi cinta [CERITA PRIVATE. KHUSUS FOLLOWERS] Més

Halo
1] Aku dan Dia
2] Butuh Bantuanku?
3] Pasien Songong
4] Little Chat
5] Tebengan Pulang
6] Bye Pia
8] Galau
9] Masalah Selesai
10] Mencintai

7] Dia Suka Sama Lo?!

6.9K 968 96
Per TheSkyscraper

Kuletakan kepalaku di atas meja. Kupejamkan mata dan kutarik napas dalam. Aku harus menemui Pio. Aku harus mencari tau mengapa dia mengirimkan pesan yang menyesakkan dada seperti kemarin.

Setelah aku menerima pesan dari Pio kemarin, semalaman aku menangis tak jelas. Adikku Irla sampai bingung untuk menenangkanku. Pio sendiri tidak bisa dihubungi sejak kemarin malam. Aku harus bagaimana? Apa yang kuperbuat sehingga membuat Pio pergi meninggalkanku?

"Udah Pia, jangan sedih terus," ucap Amoi sambil mengelus rambutku. "Yakin kok, masalah lo sama Kak Pio bakalan cepet selesai. Lo berdua kan gak pernah berantem lama-lama."

Kubuka mataku dan kutatap Amoi yang tengah memandangku sedih. Ia memberiku senyum kecil untuk menenangkanku.

"Gue gak mau putus dari Pio, Moi. Gue sayang sama dia," kataku lirih. Kembali kurasakan mataku memanas. Rasanya aku ingin kembali menangis.

"Gak akan Pia. Gue yakin banget kalau Kak Pio sayang sama lo. Dan gak mungkin Kak Pio ngelepasin lo gitu aja."

Tapi dia benar-benar pergi, Moi. Dia pergi menjauh. Bahkan tanpa alasan yang jelas.

"Ntar pulang sekolah mau gue anter ke rumahnya Kak Pio?"

Ke rumah Pio? Aku bahkan tak yakin kalau Pio sekarang sedang berada di rumah. Sejak semalam aku sudah mencoba menelepon rumah Pio, tapi kata pembantunya, Pio lagi gak ada di rumah. Entah itu benar atau tidak. Virgo pun semalam ketika kuhubungi bilang kalau Pio sedang main ke tempat temennya dan dia gak ada pulang ke rumah.

Di mana aku bisa menemukan Pio?

"Moi, Virgo saat ini di mana?" tanyaku kepada Amoi.

"Dia ada di ruang musik kayaknya. Kenapa nanyain Virgo?"

"Ada yang harus gue tanyain ke dia," ucapku seraya menegakkan badanku. "Gue keluar bentar, Moi," lanjutku seraya berdiri dari hadapannya.

"Lo mau nanyain apa sama Virgo, Pi?" tanya Amoi penasaran ketika aku berjalan menjauh darinya.

"Mau nanya soal Pio," jawabku tanpa berhenti berjalan keluar dari kelas. Masih kudengar panggilan Amoi yang tak kugubris. Saat ini, yang aku inginkan adalah bertemu dengan Virgo dan menanyakan semua hal mengenai Pio.

Aku berjalan disepanjang lorong kelas yang lumayan ramai. Hari ini pelajaran dikosongkan karena banyak dari murid-murid yang sedang mengikuti perlombaan antar sekolah. Bahkan sebagian dari mereka yang tidak mengikuti lomba, ikut berpartisipasi sebagai penonton dan penyemangat untuk mereka yang tengah mengikuti lomba. Ya, hari ini sekolahku sangatlah ramai oleh manusia dari sekolahanku maupun sekolahan lain.

Aku menaiki tangga menuju lantai dua di mana ruang musik berada. Tak butuh waktu lama untukku sampai di depan ruang musik yang ternyata lumayan ramai oleh para penonton. Sepertinya sedang ada yang mengadakan konser kecil-kecilan di sini. Dan aku yakin yang sedang mengadakan konser tersebut adalah Virgo. Siapa lagi kalau bukan dia?

"Permisi," ucapku sembari mencoba untuk menembus krumunan orang yang berada di sekitar pintu masuk ruang kesenian.

Setelah aku sampai di dalam ruang kesenian, kulihat Virgo dan beberapa anak tengah memainkan alat musik dengan seorang cewek yang sedang bernyanyi. Di dalam ruang inipun sudah ada banyak anak yang sedang menikmati lagu yang dibawakan oleh cewek yang kutahu bernama Inta. Tak sedikit dari mereka juga tengah memandang ke arah Virgo dengan tatapan memuja.

"Virgo," panggilku yang tak didengar olehnya. Virgo masih sibuk memetik gitarnya. Dasar tuli!

"Virgo!" panggilku sekali lagi dengan suara yang cukup keras. Kulihat Virgo menoleh ke arahku tanpa berniat menghentikan permainan gitarnya. Beberapa anak kini memandangku dengan tatapan 'apaan sih lo, ganggu aja'.

"Virgo, ada yang perlu gue omongin sama lo," kataku ketika Virgo tak kunjung membalas panggilanku. Kulihat Virgo memandangku tanpa minta sedikitpun. Ia bahkan terlihat kesal kepadaku. "Virgo, please," ucapku yang membuatnya berdecak sebal dan menghentikan permainan gitarnya.

"Gue keluar bentar," ucap Virgo kepada temannya sembari memberikan gitar yang tadi ia pegang ke orang lain. Setelahnya, ia berjalan ke arahku dan mendahuluiku keluar ruangan ini. Aku mengikutinya keluar tanpa memperdulikan tatapan tak suka dari anak-anak di sekitarku.

Sepertinya Virgo sedang kesal kepadaku. Meskipun ia memang selalu kesal kepadaku, tapi kesalnya kali ini beda. Ia terlihat marah, sebal, kecewa dan semacamnya. Apa yang telah kuperbuat sehingga membuat Virgo kesal seperti ini?

"Apa?" tanyanya dengan nada tidak suka. Kini kami berada agak jauh dari ruang musik tadi.

"Pio kenapa?" tanyaku kepadanya. Kulihat Virgo berdecak seakan menghina pertanyaanku.

"Ngapain tanya sama gue? Tanya dong sama diri lo sendiri," jawabnya dingin seraya memandang ke arah lapangan basket yang berada tak jauh dari kami. Ya, dari sini lapangan basket terlihat cukup jelas. Di sana kini tengah diselenggarakan perlombaan basket antar sekolah.

"Virgo, seriusan gue gak tau apa yang telah gue perbuat sehingga membuat Pio kecewa atau apalah itu."

"Gak usah muna deh lo," jawabnya sengit. Kurasakan nyeri di dadaku mendengar ucapan Virgo yang cukup menusuk.

"Gue gak—"

"Apa yang membuat lo berpikir kalau Abang gue berhak lo sakitin kayak gitu, Pi? Salah Abang gue apa? Kalau emang lo udah gak suka sama Abang gue, yaudah bilang. Gak usah main di belakang dia juga dong! Abang gue cinta sama lo. Tapi lo malah ngecewain dia!" kata Virgo penuh dengan amarah.

Aku bahkan tidak mengerti sama sekali apa yang dibicarakan Virgo. Semua ucapannya terlihat sangat membingungkan untukku. Aku nyakitin Pio? Aku nyakitin dia kayak gimana? Dan aku udah ngebuat dia kecewa kayak gimana? Apa yang udah aku lakuin?

"Virgo, gue beneran gak tau apa salah gue," ucapku lirih. Kurasakan mataku mulai memanas. Dadaku kini semakin sesak. Apa yang sesungguhnya telah kuperbuat?

Kulihat Virgo memandangku dengan tatapan kesal. Setelah itu dia mencoba menghirup napas dalam dan menghembuskannya. Tanpa kusadari, air mataku sudah menetes membasahi pipiku.

"Pio bilang lo selingkuh," kata Virgo terdengar lebih tenang.

"Apa? Gue selingkuh? Gue selingkuh sama siapa?" tanyaku bingung. Bagaimana bisa Pio bilang kalau aku selingkuh. Dan bagaimana mungkin aku bisa selingkuh dari Pio. Aku cinta mati sama dia.

"Kemarin Pio lihat lo berduaan sama cowok di mobil pas dia mau ke tempat lo. Sebelum itu juga ada temen dia yang bilang ke dia kalau lo dianterin pulang sama cowok lain. Dan dari foto yang dikirimin ke Pio, cowok itu ternyata sama kayak cowok yang Pio lihat sedang berduaan sama lo kemarin."

"Cowok? Siap—" ucapanku terhenti ketika aku mengingat kembali kejadian kemarin. Kemarin sore aku berduaan dengan Lando di mobilnya. Tapi kami gak ngapa-ngapain. Apa mungkin Pio melihat kami kemarin? Jadi dia pikir aku selingkuh sama Lando?

"Iya Lando, kalau itu jawaban yang sedang lo pikirin."

"Tapi gue gak ada apa-apa sama Lando, Vir," ucapku membela diri.

"Gue juga sering lihat lo berduaan sama Lando di sekolah, Pi."

"Dia cuman minta bantuan gue aja buat dapetin cewek yang dia suka."

"Lo  bego' atau gimana sih, Pi?" tanya Virgo gemas.

"Maksud lo?" tanyaku balik.

"Lando itu suka sama lo! Semua orang bilang kalau lo itu 'Dewi Cinta', tapi kenapa lo sendiri buta akan cinta orang lain."

"Bukan gue, Vir. Dia suka sama orang lain."

"Sama siapa?" tanya Virgo seakan menantang.

Aku membuka mulutku berusaha untuk menjawab pertanyaannya. Tapi kemudian aku menutup mulutku kembali karena aku pun tak tau siapa yang lando sukai.

"Gue ... gue gak tau," jawabku akhirnya.

"Amoi cerita semuanya ke gue. Dia bilang kalau Lando minta bantuan lo buat dapetin cewek yang dia sukai tanpa mengatakan siapa orang tersebut. Dan menurut pengamatan gue, Lando belakangan jadi deket banget sama lo. Lo tau kenapa? Karena dia suka sama lo."

Aku bingung membalas ucapan Virgo. Apa mungkin Lando menyukaiku? Tapi dia gak pernah bilang kalau dia menyukaiku.

"Pia, selama ini Lando gak pernah deket sama cewek kecuali lo."

"Tapi gue gak suka sama Lando," ucapku lirih.

"Selesain dulu masalah cinta-cintaan lo sama Lando. Setelah semuanya jelas dan beres, baru temuin Abang gue." Virgo berbalik dan berjalan meninggalkanku.

"Virgo," panggilku yang membuatnya berhenti dan berbalik menghadapku. "Gue cinta sama sama Abang lo. Paling gak, kasih tau ke dia, kalau gue cinta sama dia."

Virgo hanya mengangguk dan kemudian ia kembali berjalan  meninggalkanku masuk ke dalam ruang musik. Kuusap wajahku dengan gusar. Apa mungkin Lando menyukaiku? Tapi bagaimana mungkin?

Kuhapus sisa-sisa air mata yang mengalir di pipiku. Setelahnya, aku berbalik dan berjalan ke arah tangga. Mungkin sebaiknya aku ke kamar mandi untuk merapikan penampilanku yang kuyakini sangat berantakan.

Berulang kali kuhirup napas dalam dan kuhembuskan. Rasanya masih susah untukku bernapas dengan normal. Dadaku terasa sangat sesak. Aku ingin semuanya berakhir. Aku ingin masalah ini cepat selesai.

"Pia." Terdengar seseorang memanggilku dari arah belakang ketika aku sudah berada di lantai bawah. Aku berhenti dan menoleh ke sumber suara tersebut. Kini kulihat Lando tengah berlari kecil ke arahku.

Kenapa tiba-tiba aku merasa sangat marah seperti ini? Apa perlu dia berbohong kepadaku mengenai perasaannya? Apa dia tau, yang dia lakukan ini membuat hubunganku dengan Pio menjadi rusak. Dia merusak segalanya.

"Lo gak papa?" tanyanya terlihat khawatir. "Gue lihat dari bawah, kayaknya lo habis berantem sama Virgo."

"Kenapa?" tanyaku tajam.

"Apa?" tanyanya terlihat sangat bingung.

"Kenapa lo gak pernah ngasih tau gue siapa orang yang lo suka?" tanyaku terdengar sangat marah.

"Hei, lo kenapa sebenernya?" tanyanya terlihat bingung beserta khawatir.

"Kenapa lo harus sembunyiin ini ke gue? Apa lo harus ngebuat hubungan gue sama Pio berantakan kayak gini?"

"Lo ngomongin apa sih, Pi?" tanya Lando terlihat sangat kebingungan.

"Kenapa lo gak ngomong kalau cewek yang lo suka itu gue?" tanyaku tajam dan marah. Kini jantungku berdegup sangat cepat karena emosi. Ya, aku sangat marah sama Lando karena aku merasa dibohongin seperti ini.

"Lo ngambil kesimpulan kayak gitu dari mana?"

"Terus kalau bukan gue siapa? Lo kemarin bilang mau jemput cewek yang lo suka kan? Dan kenapa kebetulan sekali lo mobil lo mogok di sekitaran komplek gue? Setau gue, gak ada tuh, cewek anak sini yang rumahnya di sekiataran sana!"

"Kenapa lo jadi cewek pede banget, sih!" ucapnya datar dan dingin.

"Apa lo tau, lo udah ngancurin hubungan gue sama Pio! Lo ngerusak segalanya!" kataku marah. Setelah itu aku berbalik dan berjalan menjauh darinya. Setelah tiga langkah, aku berhenti dan berbalik menatapnya tajam. "Stay away from me!" kataku lagi sebelum benar-benar pergi dari hadapannya.

Sempat kulihat rahangnya mengeras. Ya, sepertinya dia marah. Tapi aku lebih marah darinya! Ya, aku sangat marah. Aku merasa hanya dimanfaatkannya saja. Dia berusaha mendapatkanku dengancara licik!

"Pia, asal lo tau. Gak semuanya itu tentang lo! Jika hubungan lo sama pacar lo berantakan, harusnya lo ngaca. Bukan main nyalahin orang lain!" ucap Lando cukup keras. "Oh, dan asal lo tau. Cewek yang gue suka itu bukan lo. Jadi gak usah kege'eran."

Aku berhenti berjalan dan mematung mendengar ucapannya. Entah mengapa, hatiku merasa sedikit tersentil mendengar ucapannya tersebut. Rasanya seperti ada yang meletus di dalam hatiku. Bukan aku? Kemudian aku berbalik dan menghadapnya.

"Yaudah tunjukin sama gue kalau cewek yang lo suka itu bukan gue," kataku menatap lurus ke manik matanya.

"Bakalan gue tunjukin ke lo. Gue bakalan tembak dia tepat di hadapan lo. Biar lo puas," ucapnya datar dan dingin. Kini kedataran wajahnya terlihat sangat menakutkan. Aku belum pernah merasa setakut ini ketika memandang Lando.

Tanpa memperdulikannya lagi, aku memilih berbalik dan meninggalkannya. Tanpa kusadari, ternyata sejak tadi pertengkaranku dan Lando sudah menjadi tontonan banyak anak. Great, hari ini aku sudah memberikan drama sabun murahan di hadapan anak-anak banyak.

=========+++++++=========

 Huaaaaahh, runyam kayaknya ya masalahnya Pia. wkwkwwk

do'akan Pia semoga kuat menghadapi masalahnya ini hahahahaa

Continua llegint

You'll Also Like

416K 25.5K 36
Kehidupannya yang awalnya tenang berubah, semua berubah sejak kedatangannya "Dia Papa mu, Ken!" Bugh! Bugh! Bugh! "KENNIRO!!"
5K 444 5
Menjadi vampir diusia nya yang ke enam belas tahun. Ia terpaksa harus menjalani hidup barunya dengan berubah menjadi vampir, dan harus segera menemuk...
1.6M 124K 57
Ini tentang Jevano William. anak dari seorang wanita karier cantik bernama Tiffany William yang bekerja sebagai sekretaris pribadi Jeffrey Alexander...
35.1K 788 31
Hidup memang tak seindah drama korea Tapi dengan menonton drama korea kita juga bisa mendapatkan sisi positifnya. Berikut kutipan quotes dari beberap...