Pacaran [TAMAT]

By Lulathana

253K 38K 3.3K

Dari kecil Bella itu sangat suka bela diri, berbagai jenis dia pelajari. Namun, karena tragedi ditolak cinta... More

Pacaran
...
1. Drama
2. Tawuran
3. Takdir yang Tak Diinginkan
4. Cowok Seblak
5. Dia Kembali
6. Rumination
7. Semangat
8. Sandera
9. Percaya Diri
11. Keluarga
12. Kedua Kalinya
13. Bengkel Bang Jo
14. Banyak Sisi
15. Malming
16. Drama
17. Pertemuan
18. Teman Billa
19. Teman Billa (2)
20. Tanda
21. Cantik dan Anggun
22. Jola
23. Serangan Tak Terduga
24. Rumah Gavin
25. Kanapa?
26. Sakit
27. Sakit (2)
28. Bimbang
29. Penculikan
30. Tidak Ingin
31. Bazar
32. Photobox
33. Sosok yang Sama
34. Dia Sebenarnya
35. Menggemaskan
36. Tidak Sungkan
37. Myth
38. Melarikan Diri
39. Optimis
40. Dua Arah
41. Terungkap
uwu
42. Mulai Membaik(?)
43. Konsekuensi
44. Garis Memulai
45. Tembok Penghalang
46. ¡Maldito seas!
47. ¡MALDICIÓN!
48. Sederhana
49. Pacaran (Tamat)

10. MTNI

4.5K 806 58
By Lulathana

"Ta! Ta! Ke sini!"

"Ryn bagian gue ih!"

"Nay! Itu tuh arah ring kita!"

"Je, ngapa lo malah megangin baju gue?!"

Bella menggeleng, menyaksikan teman-temannya yang tengah bergerombol di tengah lapangan. Katanya sih Basket, tapi lebih mirip seperti kelompok ayam yang memperebutkan satu cacing. Tak peduli mematuk siapa, mau lawan atau kawan, semua ditrabas.

"Kenapa ya cewek kalo main bola suka gitu?" Bella yang duduk di bawah pohon itu menopang dagu melihat kerancuan yang dilakukan anak-anak cewek kelasnya itu. Para anak laki-laki sudah teriak-teriak memberi arahan, tapi malah dianggap tim hore-hore untuk menambah semangat mendapatkan bola.

"Kalau kamu emang paham, sana ikut, bukan di sini."

Bella mendongak lalu mendapati Pak Restu--guru olahraga mereka yang kini berdiri tidak terlalu jauh darinya.

"Nggak bisa lah, Pak," ucap Bella seraya memeluk kakinya. Menariknya lebih merapat agar tidak terkena sinar matahari.

Guru itu menghela napas. "Kamu itu tinggi padahal, tapi kenapa nggak suka olahraga. Saya heran."

"Bukan nggak suka, Pak. Kalau jam olahraganya nggak tengah hari begini, saya juga mau. Malah seneng bisa bakar kalori." Bella sudah pernah mengajukan usul untuk digantinya jam olahraga, tapi suaranya tidak terlalu kuat untuk membuat perubahan.

"Makalah kamu yang minggu lalu belum dikumpulin."

Bella menunjukkan deretan giginya. "Nanti gabung sama yang minggu ini ya, Pak?"

"Iya-iya terserah, saya malah mulai bosan lihat makalah dari kamu."

Karena Bella tak pernah mau ikut kegiatan olahraga di lapangan dan memilih berteduh, sebagai gantinya untuk mendapat nilai Bella akan membuat makalah tentang materi setiap minggunya. 'Setiap minggu', bayangkan saja ini sudah pertengahan semester 2, bagaimana Pak Restu tidak bosan.

"Nih."

Bella mengernyit begitu Pak Restu mengulurkan sebuah kertas padanya.

"Ambil."

Bella pun menerimanya. Matanya seketika membelalak begitu melihat bahwa kertas itu adalah formulir pendaftaran MTNI atau Miss Teenager Indonesia.

"Pak?"

Pria itu mengangguk-angguk. "Meski di pelajaran saya kamu itu yang paling minus, tapi bukan berarti kamu gagal dari semuanya."

"Bapak...." Mata Bella terlihat berbinar-binar penuh haru

"Sudah-sudah, nggak perlu seterharu itu. Saya nemunya nggak sengaja kok."

Bella menahan senyumnya. Bella tentu tahu tentang kompetisi ini, ia pernah mempelajari alur pendaftarannya. Jadi, tidak mungkin Pak Restu hanya sekedar tidak sengaja. Guru seperti ini nih perlu diviralkan. Bukan hanya menghakimi murid, tapi membantu mendorong dalam potensi yang dipunya.

"Makasih ya, Pak."

Pak Restu mengibas-ngibaskan tangannya. "Persiapin yang bener, kamu nggak wajib banggain sekolah, yang penting kamu nikmatin prosesnya."

Bella mengangguk-angguk dengan raut cerah. Iaterus memandangi kertas di tangannya itu. Pada lembar di sebelahnya ada keterangan mengenai ketentuan-ketentuan kompetisinya.

Tanpa disangka, bola yang tengah diperebutkan malah tertendang jauh keluar dan mengarah pada Bella. Semua sudah melotot tegang, tapi dengan santainya Bella menangkap bola yang hanya tinggal beberapa centi lagi dari kepalannya itu. Dia bahkan tidak mengalihkan pandangan dan masih fokus membaca poin-poin dalan formulir itu.

"Audisinya berarti 5 hari lagi dong. Eum ... berarti besok gue harus ke salon buat benerin kuku, terus lusa gue....." Bella bergumam-gumam kecil seraya terlihat berpikir, tangan yang memegang bola pun bergerak melempar dan berhasil masuk ke dalam ring. Yang tentu membuat semua pasang mata membelalak kaget. Karena setelah bermenit-menit berlalu belum ada yang berhasil memasukkan bola ke dalam ring.

"Bella?"

"Iya, Pak?" tanya Bella seraya mendongak.

"Three point."

Bella mengernyit tidak mengerti. Itu istilah dalam basket. Bella pikir cewek di kelasnya cupu semua, ternyata  ada yang bisa cetak 3 poin juga. Bella penasaran siapa orangnya, ia pun menoleh ke arah lapang lalu dibuat kaget karena semua pasang mata kini mengarah padanya.

"Lah? Kenapa? Ada sesuatu--" Bella pun menggigit bibirnya begitu menyadari apa yang barusan telah dirinya lakukan. Bella ingin mengumpat. Kenapa sekarang alam bawah sadarnya jadi error begini.

"Pak, kayaknya barusan saya kesurupan Muhammad Ali ya. Hehe...."

oOo

Bella mendapat kesempatan untuk mendaftar di MTNI, harusnya ini menjadi hari yang sangat membahagiakan bukan?
Namun, entah mengapa Bella ingin mengumpat--untuk kesekian kalinya.

Kesabarannya sangat diuji hari ini, Ya Tuhan.

Cuaca sedang panas-panasnya, meski sudah mulai bergulir ke sore, matahari masih sangat bersemangat memancarkan sinarnya yang tentunya menjadi musuh terbesar Bella.

Belum lagi masker yang dia bawa malah jatuh di kamar mandi, hingga dia tidak ada pelindung tambahan untuk wajah. Di saat dirinya ingin melintasi jalanan derita seperti Flash, dia malah dicegat.

"Ikut gue," ucap Gavin. Orang yang menghalau laju motor Feryn.

"Lo siapa?" Feryn menyela dengan kening berkerut.

"Gue ada urusan sama Bella," ucap cowok yang masih memumikan diri itu. Dia menatap cewek yang ada dalam boncengan itu.

"Eh, Bell. Sejak kapan lo ada urusan sama orang cakep?" bisik Feryn dengan wajah sedikit ditolehkan ke arah belakang.

"Apaan sih."

"Oh apa cuma tubuhnya doang yang cakep, makanya muka dia ditutupin kayak gitu?" Sambungnya yang langsung mendapat tepukan pelan dari Bella.

"Ege sakit!" pekik Feryn seraya mengusap-usap bahunya.

Bella membelalak, padahal barusan dirinya sudah berusaha selembut mungkin. Sial, kontrol dirinya benar-benar tengah kacau.

"Sorry-sorry, refleks aja barusan. Lagian lo ngapain ngomong gitu depan orangnya."

"Yaudah, turun gih. Dia orang yang tadi pagi juga 'kan?" ucap Feryn dengan raut yang kesal.

"Ogah ah, langsung gas aja."

"Ekhem ... ekhem...." Gavin berdeham-deham. Matanya menatap datar seolah berkata kenapa dua cewek itu malah sibuk sendiri.

"Ini penting."

Bella memutar bola mata. Dirinya memang sudah setuju, tapi bukan berarti mereka harus sering bertemu seperti ini juga 'kan?

"Udah, turun lo. Seenggaknya pemandangan gue nggak sepet kayak sama Bagas."

"Ryn!"

"Udah sana," ucap Feryn seraya mendorong Bella untuk turun. Tanpa rasa iba, dia pun langsung menancap gas pergi.

Bella membuang napas kasar. Dia perlahan melirik Gavin dengan mata memicing.

"Ayo ikut." Gavin meraih tangan Bella lalu membawa berjalan mendekati motor yang memang sengaja diparkirkan agak jauh tadi.

"Kita mau ngapain?"

Gavin tak menjawab yang membuat Bella memutar bola mata dan sekali lagi, menahan umpatan.

oOo

Mereka memasuki sebuah tempat makan. Duduk di tempat agak pojok karena Bella yang mau menghindari cahaya matahari.

Bella mulai melepas sarung tangan juga jaketnya. Gavin baru menyadari jika Bella amat tertutup. Dia bahkan tidak memakai rok, melainkan celana cargo.

"Mau pesan apa?"

Bella menggeleng. Ia memilih mengeluarkan lembar MTNI dan kembali membacanya.

"Lo mau makan apa?" tanya Gavin lagi.

"Gue nggak mau makan."

"Oke, gue yang pilihin."

Bella berdecak kemudian menatap cowok itu. "Gue nggak bisa makan," tegasnya. Bella menyimpan kertasnya pada atas meja, membiarkan Gavin menebaknya sendiri.

"Oh, lo mau ikut kontes itu?"

Bella mengangguk.

"Kalo gitu gue salah milih tempat."

"Yaudah lah, kalo mau ngomong, tinggal ngomong aja. Kalo lo emang lapar, ya lo makan aja."

"Nggak ada yang mau gue omongin."

Kelopak mata Bella melebar. "Terus ngapain lo bawa gue?"

"Clara dari tadi ngikutin."

"What?" Bella memekik. "Kenapa lo nggak bilang dari tadi?"

Setelah kejadian 'kesurupan Muhammad Ali' tadi, Bella benar-benar menekan mati instingnya, takut jika alam bawah sadarnya kembali bertindak macam-macam. Maka dari itu Bella tidak tahu jika mereka tengah dipantau, padahal biasanya dia mudah peka dengan hal itu.

"Padahal orang bodoh aja pasti nyadar kita diikutin."

"Jadi maksudnya gue lebih dari bodoh." Bella bedecak kecil. Clara memang ada di sana, meja yang paling dekat pintu dengan guci tanaman yang cukup tinggi untuk membuat tidak mencolok.

Bella menggeser kertasnya untuk lebih dekat ke arah Gavin. Ia juga menumpukan tangan di sana hingga posisinya lebih condong dan lebih dekat dengan cowok itu.

"Menurut kamu, kalo aku ikut ini aku menang nggak ya?" tanya Bella dengan raut seolah tengah gugup dan tidak percaya diri.

Gavin tidak mengerti cara mendeskripsikan, kalian mengerti 'kan raut yang bisa mengangkat iba kalian untuk merangkul dan menyemangati orang itu bahkan jika perlu memberi pelukan. Bella benar-benar rapi melakukannya hingga Gavin dibuat melongo. Padahal detik sebelumnya dia masih memasang wajah misuh-misuh.

"Jawab dong, aku emang seenggak meyakinkan itu ya?" Bella menoel-noel tangan Gavin.

"Kenapa kamu pengen ikutan ini?" Gavin akhirnya mengeluarkan suara.

Bella tersenyum. Senyum yang sangat manis yang tidak biasa(?) Maksudnya semua tahu jika senyum manis itu saat senyumannya juga sampai ke mata. Ditandai dengan mata yang agak menyipit. Namun, Bella sekarang matanya malah masih terbuka lebar, justru tetap berbinar. Pokoknya, begitu.
Gavin juga tidak tahu biasanya dia tidak gagu seperti ini jika mendeskripsikan sesuatu.

"This is my dream." Bella tidak sedang bersandiwara. Dia benar-benar menceritakan isi hatinya.

"Ketika semua mata tertuju, semua melihat kecantikan yang kamu punya. Itu menurut aku bakal jadi momen yang luar biasa."

"Tapi perjuangannya keras, sampe nggak makan." Gavin menyindir.

"Itu bukan masalah. Takdir perempuan mungkin emang gitu. Harus berjuang keras untuk menunjukkan jika dirinya perempuan."

Gavin mengernyit. Merasa sedikit aneh akan kalimat Bella.

"Eh kamu tau nggak sih?"

Bella tiba-tiba meraih tangan Gavin dan menggenggamnya dengan kedua tangan. Gavin tentu saja langsung melotot kaget.

"Aku dikasih ini sama Pak Restu loh," ucap Bella dengan nada antusias.

"O-oh ya?"

"Iya, aku nggak nyangka banget, padahal aku sering bikin Pak Restu kesel."

"Oh, iya...." Gavin hanya bergumam. Matanya terkunci melihat Bella yang bercerita dengan menggunakan mimik yang keluar penuh. Penuh dengan semangat.

Jola sering bercerita dengan cara seperti ini saat dia sangat bersemangat dan percaya bahwa Gavin orang yang paling dia inginkan untuk mendengarkannya.

Eu ... maksudnya kalian ngerti 'kan?
Eu ... begini, eu.....

"Eh Vin, bentar. Aku ke toilet dulu ya?"

Gavin pun mengangguk. Bella berdiri dan segera pergi. Meninggalkan Gavin yang pikirannya masih sedikit kena 'bug'.

"Kok manis ya?" gumam Gavin tanpa dirinya sadari. Ia pun berdeham kemudian menutup wajahnya dengan tangan begitu menyadari suara di dalam dadanya mulai berantakan.

Dan cewek yang setengah bersembunyi di balik pohon sintetis itu menggeram kesal.

oOo

28 Juni 2023

Continue Reading

You'll Also Like

39.1K 8.5K 44
Hallo, aku Bian. Balik lagi di Podcast , "Bandung tanpa kamu" Hari ini kisahku memilukan, untung Bandung tidak turun hujan. Kalau iya, pasti akan ta...
11.7K 1.8K 29
"Sequel Of Podcast Bian" Semua orang pasti berubah. Entah itu kehidupannya, sifatnya, atau soal kisah romantisme percintaan. Tapi yang tidak beruba...
542K 21.9K 37
Dia adalah arjuna, dengan nama detail 'Arjuna John Alexandra'. Laki-laki jenaka dengan segala aspek jokesnya. Seorang vokalis THE GEDEBAK GEDEBUK BAN...
2.3M 245K 59
"Je, lo beneran nggak pacaran lagi sama Ganesh?" "Iya, kan gue juga udah bilang putus sama dia 30 Januari." "Terus kenapa dia masih suka perhatiin lo...