Elona kembali dengan dua kotak makan siang. Dokter Eben pamit undur diri dan meninggalkan kedua kakak beradik itu, mereka butuh berkomunikasi.
Elona nyengir, ia mendekati Ares secepat kilat. "Lapar gak?" tanyanya.
Gellan diam, ia hanya menatap gadis itu.
"Kamu tahu kata Dokter Eben besok kamu sudah boleh pulang." Meskipun Ares tidak makan dengan baik, berkat antibiotik dan obat yang baik untuk menambah berat badan, tulang-belulang yang pertama kali ia lihat berubah menjadi bakpao.
Dia gendut seperti bola pingpong dan wajahnya jauh lebih sehat dari biasanya.
"Ares mau makan? Kakak suapin yah?"
"Engga usah," ketus Gellan.
Eh?
Elona menatap adiknya dengan raut wajah syok dan sedetik kemudian air matanya mengalir begitu saja.
Kok?
"Kamu masih marah sama kakak?" Elona menangis, ia menyembunyikan wajahnya di tepi kasur Gellan. "Maafin kakak Ares, kakak tahu kakak salah, kakak janji tidak akan ninggalin kamu lagi, tolong jangan benci kakak."
Gellan menatapnya aneh, dia tidak berniat untuk membuat gadis itu menangis.
Itu tadi spontan, mana mungkin Gellan yang sudah dewasa membiarkan seorang gadis menyuapinya makan, mau letak dimana harga dirinya?
Gellan berdeham kecil. "Gu-Ares bisa makan sendiri." Ayo berakting sebagai anak kecil! Berakting sebagai anak kecil! Bagaimana cara berakting jadi anak kecil?! Apa ia harus ngomong gugu-gaga?!
Elona tidak berhenti menangis, suaranya malah makin besar.
Gellan menggeram kesal. "Suapin Ares dong kakak!" Sialan, itu sangat memalukan, suara macam apa yang barusan ia keluarkan?
Tangisannya berhenti, Elona duduk tegak. "Kamu engga marah lagi kan?"
Gellan menggelengkan kepalanya, sudut bibirnya berkedut-kedut dia tidak tahu bagaimana caranya harus tersenyum.
"Bibir kamu sakit?" Elona mengelus bibir Ares, ia memainkan bibir pink penuh itu.
Gellan langsung menepisnya. "Pelecehan!" serunya.
Kenapa?
Kenapa adiknya berubah menjadi se-mengemaskan ini?!
"Kamu malu sama kakak?" Elona bertanya senang. "Biasanya kamu engga pernah malu, Mandi aja kamu masih kakak bantu."
Rasanya kewarasan Gellan baru saja disambar petir.
Apakah dia tidak terlalu memanjakan adiknya?!
"Mulai sekarang Ares bisa mandi sendiri."
Elona tersenyum menggoda. "Ciee adik kakak udah besar yah." Dia menoel-noel pipi Gellan.
Gellan menepisnya kembali. "Udah saatnya Ares mandiri." Meksipun tubuh ini kecil, jiwanya adalah laki-laki dewasa berusia 16 tahun, ia bisa membuat KTP setahun lagi.
Elona tertawa geli, ia membuka kotak bekal yang ia dapatkan secara gratis dan meletakkan di atas meja makanan khusus anak-anak untuk Ares, meksipun Ares berusia 7 tahun, fisiknya terlihat seperti anak berusia 3 tahun, itu semua karena penyakit yang menghancurkan pertumbuhan fisik dan memakan gizi penting untuk pertumbuhan di dalam tubuh Ares.
"Yakin mau makan sendiri?" Elona memberikan sendok plastik berwarna putih pada Ares.
"Hm," saut Gellan, sok keren padahal sebenarnya menggemaskan, pipinya bergetar ketika bergumam.
Elona tidak kuat! Karena gemas ia mengigit pipi Ares.
"Huwa!" Gellan menjerit keras, ia hampir melempar sendok plastik itu ke wajah Elona.
Untungnya Elona Manahan lengan mungilnya itu.
"Hahahaha!" Gadis itu tertawa lepas.
Gellan meliriknya tajam, ia mengambil kembali sendoknya dan makan dengan hati-hati.
Endingnya apa yang terjadi? Nasi itu jatuh sebelum masuk ke dalam mulutnya.
Gellan melakukan berulang-ulang bahkan sangking emosinya ia melempar sendok plastik itu ke lantai.
Dengan amat terpaksa Gellan membiarkan harga dirinya terluka dan disuapi dengan lagu kapal mau masak ke dalam mulutnya oleh Elona.
"Ngeng! Ngeng! Ngeng! Ayo buka mulutnya, pesawat Ares mau masuk!"
Gellan membuka mulutnya.
"Pesawat Ares meluncur dengan sempurna!"
Gue harap, kalau gue balik, semua ingatan ini hilang.
***
Hari ini Gellan yang tersangkut dalam tubuh Ares adiknya Elona akan pulang ke rumah.
Elona akan menjemputnya setelah pulang sekolah, selama Elona bersekolah para suster dan Dokter Eben bergantian menjaganya alias menganggunya, padahal Gellan ingin sendiri dan mencari kesempatan untuk menemukan dimana tubuhnya berada, Gellan mendapatkan informasi ini dari Elona.
"Kamu tahu waktu kamu masuk teman sekolah kakak ada yang kecelakaan, dia juga di rawat di rumah sakit ini."
"Namanya siapa?".
"Gellan."
Berdasarkan informasi itu Gellan akhirnya tahu kalau tubuhnya juga berada di rumah sakit ini.
Ia harus segera mencarinya dan kembali masuk, mungkin jika ia bertemu tubuh lamanya Gellan bisa melompat masuk.
Ia kembali mengingat percakapan dengan Elona.
"Dia di rawat dimana?"
"Di ICU, dia koma, sampai sekarang dia belum sadar."
"Oh."
Elona tersenyum manis, ia mengelus rambut Gellan. "Kakak harap dia baik-baik saja."
"Kenapa?" Padahal mereka tidak saling kenal, kenapa gadis itu berharap dia baik-baik saja?
"Karena dia sudah menyelamatkan kakak berkali-kali."
"Dari?"
Elona tidak mengatakan apapun setelahnya.
Sekarang jika diingat-ingat Gellan jadi tahu siapa identitas seseorang yang ia panggil kakak itu.
Dia adalah Elona, gadis yang menjadi bahan rundungan Bianva, pacarnya.
Kenapa Gellan memasuki tubuh adik Elona? Ia tidak tahu yang jelas Gallen akan mencari tahu hal itu nanti.
"Ares, apa yang kamu lakukan disini?"
Gellan tersentak kaget, ia mendongak dan bertemu pandang dengan Elona yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
Kenapa dia cepat sekali pulang sekolahnya?!
Padahal sedikit lagi Gellan akan segera keluar dari kamar rawat inap nya, butuh usaha keras untuk turun dari kasur dengan tubuh kecik ini!
Gellan nyengir, entah kenapa ia merasa sangat kecil, wajar saja tinggi tubuh Ares hanya sesampai paha Elona. "Ares...."
Elona menatapnya galak.
Gellan ciut, dia melangkah mundur, kemana nyali jantan nya pergi?! Dulu saja ia masih berani menantang Bredy satu lawan satu hanya untuk mendapatkan Bianva?! Sekarang kenapa ia bisa ciut berhadapan dengan gadis yang sangat tidak ia kenal?!
Gellan cemberut, pipinya mengembung, bibirnya mengerucut. "Ares mau liat..." Dia memainkan kedua jari telunjuknya.
Ayolah bertingkat imut! Imut! Imut! Lupakan identitas asli!
"Lihat apa? Jujur sama kakak." Elona berjongkok di hadapan Ares.
Dari jarak sedekat ini Gellan melihat sesuatu yang aneh di wajah gadis itu.
"Ini kenapa?" Gellan menunjuk dahi Elona, itu biru.
Elona terlihat panik, ia menutupi dahinya dengan rambut panjangnya. "Engga ada apa-apa, kakak cuma kebentur dinding waktu tidur jaga kamu."
Itu bohong.
"Dasar penipu," lirih Gellan.
Elona berhenti tersenyum, ia menggaruk dahinya. "Maaf, kakak engga bermaksud berbohong."
Gellan menghela nafas, ia tidak peduli.
Sekarang tujuannya hanya satu!
"Ares mau lihat teman kakak yang sakit." Dia menatap Elona dengan puppy eyes nya.
Elona termenung sejenak sebelum akhirnya ia menghujani wajah Gallen dengan ciuman.
"Kamu lucu banget!"
Sumpah, itu penuh dengan rasa sesak.
"Baiklah, ayo kita kunjungi Abang Gellan."
Abang?!
Oh yah! Sekarang dia terjebak di tubuh bocah berusia 7 tahun.
Ia harus memanggil dirinya sendiri Abang?
Hahahaha situasi aneh macam apa ini.
"Kamu harus panggil dia Abang Gellan, coba ikuti kakak."
Gellan membuka mulutnya lalu kemudian menutupnya kembali.
Ia ragu.
"Ayo..." Elona menatapnya penuh harap.
"A...aa.. Aba..." Pipinya memanas.
"Hm?" Elona menatapnya penuh harap.
"Abang Gellan!"
Sumpah anjir! Aneh banget! Gila!
***