AV

De wpstarla45

2M 198K 18.9K

Sequel ALTHAIA. Asgara Ardew Lazarus. Pria dingin anti sosialisasi ini menyebut perempuan adalah mahluk yang... Mais

AV. 1
AV. 2
AV. 3
AV. 4
AV. 5
AV. 6
AV. 7
AV. 8
AV. 9
AV. 10
AV. 11
AV. 13
AV. 14
AV. 15
AV. 16
AV. 17
AV. 18
AV. 19
AV. 20
AV. 21
AV. 22
AV. 23
AV. 24
AV. 25
AV. 26
AV. 27
AV. 28
AV. 29
AV. 30
AV. 31
AV. 32
AV. 33

AV. 12

61.1K 5.5K 111
De wpstarla45

∆∆∆

"Ini ruangan korban terakhir Tuan."seorang ajudan berpakaian hitam itu membuka pintu seraya mempersilahkan Tuan nya untuk masuk.

Ketukan suara sepatu pantofel terdengar. Langkah kaki yang penuh wibawa itu melangkah masuk ke dalam ruangan bernuansa putih.

Mata hitam itu sontak saja berhenti pada suatu objek. Di mana seorang gadis yang terbaring di atas brankar.

Aura dingin melingkupi sekitar. Ia menatap tenang pada sosok di depan nya.

"Nona ini adalah salah satu korban kebakaran yang keadaan nya sedikit serius di bandingkan korban yg lain nya. Terbukti hingga sekarang nona ini belum sadar."jelas sang ajudan. Sedetik kemudian ia menunduk. "Visya Aurezy. Hanya sepenggal nama itu yang terdaftar di sekolah, identitas bahkan dari keluarga mana ia berasal itu sangat sulit di ket--"

"Saya tahu."suara Tuan nya kali ini terdengar rendah. Pria dengan jas formal itu tanpa sadar mengulurkan tangan nya, hanya beberapa senti saja telapak tangan lebar itu menyentuh kening gadis yang tengah memejamkan mata, tiba-tiba seseorang datang dan segera menepis tangan nya.

Dengan cepat sang ajudan mengeluarkan senjata. Bagaimana bisa seseorang melakukan hal itu pada Tuan nya.

"Berhenti Max."

Max melirik Tuan nya sejenak, setelah itu menurunkan senjata nya.

Suasana mendadak tegang dan suram. Dua pasang mata tajam itu saling berpandangan.

"Long time no see ...Andrew."

Bibir Andrew terkatup rapat. Masih dengan tatapan datar nya ia berjalan tepat di sisi kanan brankar. Jadilah posisi mereka berhadapan dengan brankar yang menjadi pemisah nya.

Ia tidak memperdulikan ucapan Dewa.

"Tuan saya yang akan menanggung semua biaya dan juga bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi pada nona Visya."Max buka suara.

"Tidak perlu."tegas Andrew datar.

Dewa yang mendengar penolakan itu sontak tersenyum miring.

"Maaf, tapi itu semua sudah menjadi ketentuan kami dari pihak sekolah."

Andrew kini menatap Max tajam. Ia benar-benar muak. "Pergi."

Max yang mendengar hanya menghela nafas. Pria yang ia hadapi benar-benar keras kepala, tak jauh beda seperti Tuan nya.

Andrew dan Dewa pernah terlibat dalam misi bersama. Teman? Mungkin kata itu tidak cocok dalam hubungan mereka yang memang tidak dekat.

Musuh? Entahlah, mereka belum pernah bersiteru karena alasan apa pun.

Tapi satu alasan yang membuat Andrew enggan berhadapan dengan Dewa. Ia masih jengkel dengan keputusan itu.

Saat itu Ayah Andrew yang terkenal dengan teknik membuat senjata langka dan mematikan memberikan kepercayaan pada Dewa sepenuhnya. Ia malah bekerjasama Dengan pria itu di banding dirinya yang jelas-jelas anak kandung.

Seakan dapat membaca pikiran Andrew, Dewa terkekeh kecil. "Tanyakan saja pada Axel, mengapa dia lebih percaya pada orang lain."

Andrew mengepalkan tangannya. Ia tahu alasan Axel. Mungkin ini terdengar sangat konyol, tapi saat itu Axel ingin memonopoli Visya, putri kecil nya yang baru lahir beberapa hari. Hey, ayah mana yang rela menyerahkan anak nya, ya walaupun di rawat kakek nya sendiri. Tapi tetap saja, permintaan Axel tidak masuk akal.

Andrew tentu saja menolak mentah-mentah dan menjauh tinggal di negara lain. Hal itu lah yang membuat Axel seakan-akan memusuhi dirinya.

Tapi beberapa tahun kebelakang ini hubungan mereka membaik, hingga Andrew berani menitipkan Visya di rumah Axel hingga dua tahun lama nya. Walau pada akhirnya Visya kembali pulang dan Axel mungkin kembali memusuhi nya, apalagi setelah mendengar kejadian ini.

"Mmmh..."

Kedua pria itu kini fokus pada gadis mungil yang tengah mengerang pelan.

"Hei. Visya..."ujar Andrew seraya menepuk pelan pipi anak nya. Bulu mata lentik itu perlahan bergerak. Visya mengerjapkan kedua mata nya, pandangan nya masih sedikit mengabur.

"Papa Andrew."lirih Visya nyaris tak terdengar. "p-papa...dada Visya sakit."adu nya seraya meremas selimut yang ia kenakan.

Andrew mulai panik. "Sayang. Visya ...Ya Tuhan."pria paruh baya itu dengan segera menekan tombol darurat. Tak membutuhkan waktu lama beberapa suster dan salah satu dokter memasuki ruangan.

Andrew, Dewa beserta Max lantas keluar. Ketiga nya terdiam. Andrew mengacak rambut nya, setelah itu sedikit menjauh ketika menerima panggilan.

Itu adalah Anna, wanita itu juga tak kalah khawatir sekarang.

Setelah mematikan panggilan, Andrew lantas duduk di salah satu kursi tunggu. Ia menunduk seraya meremas ponsel nya.

Dewa tiba di hadapan Andrew. Seorang ayah yang nampak kacau itu mendongak. "Kau tahu kalau ini semua telah di rencanakan?"

"Ya."jawab Dewa tenang.

"Brengsek!"umpat Andrew seraya menarik kerah kemeja Dewa kasar. Max dengan sigap menarik tubuh Andrew untuk menjauh.

"Aku akan mengurus nya."datar Dewa.

"Ya! Itu harus. Jika kau tak mampu, biar aku yang melenyapkan mereka semua."desis Andrew. Ia benar-benar emosi.

Dewa tak menjawab. Ia malah maju dan menepuk pundak Andrew. "Aku harap kondisi putri mu cepat membaik."ujar nya setelah itu melangkah pergi di ikuti Max.

Andrew memejamkan mata, telpon nya kembali berdering. Ia menatap datar sebuah nama yang tertera di layar. Dengan terpaksa ia mengangkat nya ...

"Aku sudah bilang Andrew, Visya lebih baik bersama ku! Kau benar-benar keras kep--"

Bip.

"Axel sialan!"umpat Andrew setelah mematikan sambungan telpon secara sepihak.

📍

"Thanks."  Setelah beberapa saat akhirnya Ken buka suara.

Asgara menarik tudung Hoodie nya ke bawah. Setelah itu berbalik dan menjauhi taman tanpa berucap sepatah kata pun, meninggalkan Kennard yang terdiam.

Hampir satu jam lamanya mereka di taman rumah sakit tanpa membuka mulut guna berbicara sama sekali.

Dan satu kata yang di ucapkan Ken tadi menjadi akhir dari pertemuan mereka.

Ken tak mempermasalahkan kelakuan Asgara. Ia kini beranjak guna melihat kondisi adik nya.

Di ujung koridor, mata nya sedikit menyipit kala seorang dokter baru saja keluar dari ruangan Visya, Andrew juga terlihat tengah menghadang dokter tersebut.

Ken sontak mempercepat langkah nya.
"Pa..."

Andrew menoleh setelah dokter itu pamit. Ia menepuk pundak Ken. "Visya udah siuman, jagain dia bentar. Papa mau jemput Mama."

Ken mengangguk singkat, setelah itu ia masuk.

"Sya."

"Kakak..."suara Visya masih terdengar lemah.

Ken mendekat, ia menarik kursi dan duduk tepat di samping brankar sang adik.

"Mana yang sakit?"tanya nya khawatir. Visya menggeleng seraya tersenyum kecil.

"Tadi sesek, sekarang udah mendingan."

Ken menghela nafas, ia sangat khawatir. Telapak tangan nya yang lebar kini mengusap-ngusap pucuk kepala Visya.

"Papa mana Kak?"tanya Visya seraya memejamkan mata menikmati usapan lembut Kakak nya.

"Jemput Mama."

"Makasih udah dateng nolongin Visya."gumam Visya seraya meraih tangan Ken yang ada di kepalanya.

Ken tersenyum kecil. "Bukan Kakak yang nolongin kamu, tapi...Asgara."ujar Ken membuat badan Visya menegang.

Gadis itu terdiam sejenak, ia tengah memahami ucapan Ken yang tiba-tiba membuat otak nya ngeblank. Beberapa saat tiba-tiba mata nya membulat.

"Apa?"

"Temen sebangku kamu."ujar Ken membuat Visya menatap nya horor.

"Ga mungkin."lirih Visya.

"Itu yang terjadi."sahut Ken seraya mengusap kening Visya mengkerut dalam.

Mengapa remaja itu repot-repot menolong nya, bukan kah dia tidak perduli dengan sekitar. Bahkan sangat mustahil menolong orang yang sempat mengusik ketenangan nya. Ah, memikirkan hal itu membuat Visya menguap lebar.

"Visya mau tidur."ujar Visya seraya mengubah posisi nya menyamping menghadap tubuh Ken.

"Kakak di sini."

📍

Brak!

Prang!

Prang!

Ruangan gelap yang hanya tersorot dari secercah sinar rembulan itu terlihat berantakan.

Barang-barang yang semestinya terletak dengan rapih di tempat nya kini sudah berserakan asal di lantai. Bahkan beberapa barang ada yang hancur dan pecah.

"Arghh!"geraman rendah yang terdengar memilukan begitu terdengar menyakitkan.

Seorang remaja tampan dengan hanya memakai celana hitam pendek itu tengah berdiri di balik pintu. Tubuh serta perut nya yang atletis terlihat di hiasi beberapa goresan yang menimbulkan darah. Di kedua lengan nya bahkan terdapat luka yang melintang panjang, dan itu terlihat baru saja di torehkan di atas kulit nya.

Mata tajam yang selalu mengintimidasi lawan itu terlihat redup dan kosong. Dia terlihat berantakan.

Badan kekar nya tiba-tiba merosot ke bawah, seraya menyandar di pintu kamar, ia memejamkan mata erat.

Tangan nya bergerak menutup telinga nya rapat. Suara-suara yang sudah tak asing di pendengaran nya kembali terdengar. Bagaikan lagu kematian yang terus terdengar berulang-ulang, suara itu makin liar merangsek ke dalam telinga nya.

"Diam!"dengan gigi bergemeletuk, ia menatap sekitar ruangan.

Suara desahan dan erangan itu nyaris membuat nya gila. Jiwa gelap benar-benar melingkupi dirinya seakan-akan ingin meledak saat itu juga.

Ia bangkit dan segera menyambar sebuah pisau, nafas nya memburu. "Sialan..."desis nya seraya menikmati darah kental yang kembali mengucur di lengan nya.

Tak lama suara itu menghilang. Remaja itu lantas membanting pisau miliknya, dan melangkah keluar, membuka pintu dengan kasar tanpa memperdulikan keadaan tubuh nya.

Di luar, ia menatap kosong sepasang insan yang tengah menuruni tangga, sesekali bercumbu mesra tanpa memperdulikan sekitar.

"Cukup Ma!"bentak remaja itu dan berhasil menghentikan adegan tak senonoh yang terpampang di depan nya.

Wanita dengan pakaian tidur tipis itu sontak berbalik. Ia berdecih melihat tampilan anak laki-laki nya.

"Anak sialan."

Bisa terlihat dengan jelas, reaksi tubuh remaja itu yang mendadak menegang. Walau kata-kata itu sudah sering ia dengar dari mulut sang Mama, tapi entah mengapa rasanya tetap sama. Begitu menyakitkan.

Wanita yang di panggil Mama tadi kembali berbalik, ia menggandeng lengan lelaki nya dengan manja.

"Aku mohon berhenti melakukan hal menjijikan ini...Ma."

Wanita itu menggeram, ia berbalik dan menuding wajah anak nya. "Dasar anak tidak tahu diri, berhenti ikut campur sialan!"bentak nya murka. Setelah itu ia berbalik dan pergi dengan pasangan tanpa tahu, sedikit hati yang masih tersisa kembali retak.

Remaja itu sontak berlutut, ia memandang kepergian Mama nya dengan tatapan sendu.
"Liat Galang sekali aja, Ma."gumam nya lirih, ia menunduk dengan tangan mengepal, tak terasa cairan bening menetes dari pelupuk mata nya.

Detik ini, seorang pemuda arogan menangis untuk kesekian kali nya, hanya karena mengemis kasih sayang dari ibu nya sendiri.

Tbc

#GALANGAKALANKA
#Galang

See you next part 🙌

15082022
/Starla.





Continue lendo

Você também vai gostar

HERIDA De Siswanti Putri

Ficção Adolescente

641K 25K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
My Sexy Neighbor De F.R

Ficção Adolescente

1.1M 17.7K 28
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
1.8M 129K 50
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
LOUISE De ★: 𝗔𝗶 🍉

Ficção Adolescente

501K 53.9K 23
Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum layaknya bayi beruang saat ia sedang marah...