Malam belum tampak gulitanya. Pemuda-pemudi masih asyik berseliweran di jalanan, membeli sesuatu yang mereka butuh atau inginkan.
Begitu juga dengan Gatra.
Setelah makan malam tadi, ia dengan motor dinasnya membelah gelapnya malam untuk menuju ke pasar malam yang ada di sana. Ah, lucu sekali, Gatra dengan topinya harus menjadi pusat perhatian karena paras yang rupawan.
Dari sekian banyak pengunjung, hanya Gatralah yang datang ke pasar malam ramai ini sendirian.
"Kalo kaya Masnya itu aku sih nggak nolak," Suara bisikan perempuan yang tertuju padanya terdengar di telinga Gatra.
"Komandaaan! Mampir nih banyak mainan tentara-tentaranya." Sahut seorang pedagang mainan pada Gatra.
Darimana ia mengetahui kalau Gatra seorang anggota? Gatra terdiam sejenak sebelum ia melirik corak topinya. Astaga, dia menggunakan topi lorengnya.
"Nih, pistol, senapan, semua ada, mau cari apa, Om? Buat anaknya?" Tanya pedagang itu kala Gatra menghampirinya.
Pistol? Yang jelas saja. Membayangkan membelikan pistol-pistolan untuknya membuat Gatra bergidik geli. Aneh sekali.
"Buat adek saya," Ucapnya pada pedagang itu. "Cewek, Bang."
"Weh kalo cewek ini aja, Om." Ucapnya menawarkan sebuah boneka teddy bear dengan kostum TNI. "Boneka tentara. Biasanya kalo pacarnya tentara suka ngadoin pasangannya ini. Biasa anak muda, Om."
Gatra tersenyum sedikit sembari menerima boneka teddy bear dengan seragam tentara itu. "Saya ambil ini ya."
"Semoga Adeknya suka ya, Om."
Gatra mengangguk dan tersenyum sebelum pergi dari tempat itu. Ia menyalakan mesin motornya dan siap membelah gelapnya malam.
Sesampainya di rumah komandannya, Gatra membuka kunci pintu belakang yang menjadi akses ke kamarnya, melalui pintu dapur. Ia mengunci kembali pintu itu sebelum melangkah ke lantai dua.
Ya, kamar Kana.
Di depan pintu kamar Kana, Gatra menahan tangannya untuk mengetuk pintu kamar itu. Ia akan mengganggu tidur anak yang sedang sibuk mempersiapkan ujian masuk universitas itu.
Gatra menghela napas sebelum membungkuk, meletakkan bingkisan berisi boneka beruang berseragam tentara kecil itu di sebelah kusen pintu kamar Kana.
"Semoga aja dia suka," Gumamnya setelah ia berada di kamarnya sendiri.
Mata Gatra menyusuri kamar itu, mencari keberadaan benda pipih yang sedari tadi tak kunjung ia temukan. Tidak mungkin ada yang mencuri ponselnya di rumah ini.
Jangankan ponsel butut milik Gatra, untuk membeli sepuluh kali lipatnya pun Gatra yakin keluarga Sadiman mampu.
Lalu kemana perginya?
"Taro mana ya tadi," Gumamnya bertanya-tanya. "Kayaknya disini terakhir naro."
Hampir putus asa, Gatra terduduk di kasurnya. Namun, bokongnya justru menduduki benda yang padat, tentu tidak seempuk pola kasurnya.
Tangannya merogoh ke bawah, dan benar saja, ponselnya berada di atas kasur. Cerobohnya Gatra ini.
Matanya memicing saat membaca pesan WhatsApp di notifikasi ponselnya. Pesan yang tidak seharusnya ia terima, karena ia belum mengirim sepatah katapun pesan untuk orang ini.
Nilam
Kenapa Kak? Mati tadi tiba-tiba
Gatra membuka pesan itu dan mengecek ponselnya. Aneh sekali Nilam memanggil dirinya 'Kak'. Apa jangan-jangan ponselnya ini disadap? Kewaspadaannya meningkat, kalau memang seperti itu, posisinya sedang tidak aman saat ini.
Matanya fokus mengotak-atik ponselnya itu. Mencari celah sampai mana ponselnya berhasil disadap. Namun, semuanya menunjukkan tanda-tanda aman.
Hanya satu hal yang membuat Gatra terdiam.
Di riwayat panggilan, hari ini ia sudah menerima telepon dari Nilam selama tujuh belas menit lamanya. Ia mengingat-ingat sejenak, pukul berapa dirinya menerima panggilan itu.
"Hari ini belum telepon Nilam 'kan?"
Saat dirinya yakin kalau belum menelpon Nilam, pikirannya melayang pada Kana. Prasangka tak bersalah yang paling mencurigakan adalah gadis itu.
"Kerjaan dia nih pasti."
Tanpa berpikir panjang, Gatra langsung menelepon Nilam untuk mendapat kejelasan dari sana.
"Halo assalamu'alaikum, Lam." Sapa Gatra pada gadis di seberang sana.
"Waalaikumussalam, kenapa, Bang? Tumben lah nelfon malem-malem. Mau ngomong sama Mak?"
"Mau ngomong sama kamu," Jawabnya. "Tadi telfon sama siapa lewat HP Abang?"
Nilam terdengar terkekeh, "Sama Kak Kana lah, Bang, siapa lagi?" Ucapnya. "Atau jangan-jangan tadi bukan Kak Kana tapi nyamar? Jangan-jangan pacar Abang tuh tadi?!"
Gatra menggeleng, "Dia Kana." Jawabnya.
"Oh ya Alhamdulillah kalo gitu berarti jujur," Ucap Nilam. "Baik kok Kak Kana, udah gitu cantik pula. Abang bilang kayak bocil, padahal nggak, aku kira beneran bocil loh."
Astaga. Jangan bilang dia mengutarakan itu pada Kana langsung?
"Kalian ngomongin apa?" Tanya Gatra pada adiknya.
"Kepo lah Abang nih," Sahut adik kandungnya itu. "Tanya Kak Kana sendiri."
Huft. Gatra menghela napasnya. Adiknya sudah bekerja sama dengan bocah itu untuk menyembunyikan ini.
"Mak sehat?"
"Hem, sehat." Jawab Nilam. "Udah tidur, besok aja kalo Abang mau bicara. Mak pesen pula Abang jaga diri baik-baik."
"Yaudah," Jawab Gatra. "Mak jangan kau biarkan capek."
"Ya nggak lah, Bang," Jawab Nilam. "Mak pun bilang, kalo Abang ni ada cewek kenalin lah, Bang. Jangan sembunyi-sembunyi."
"Cewek...cewek, Abang di sini kerja nggak nyari cewek." Ketusnya.
Dari seberang sana Nilam tertawa terbahak, "Beh, galaknya Abang ganteng aku ni."
"Brisik kamu bisa bangunin Mak nanti."
Mendengar itu seketika Nilam menurup mulutnya, ia tidak ingin Mamaknya terbangun karena mulutnya itu. "Ya sudahlah jaga diri, jangan lupa solat. Aku nak tidur juga."
"Hem, sama-sama, assalamu'alaikum."
"Waalaikumussalam."
Gatra menutup telepon di antara keduanya dan matanya memicing tajam. Berani-beraninya gadis itu menyentuh ponsel yang jelas merupakan barang pribadi miliknya.
Kana, tunggulah apa yang akan terjadi besok.
[ D A R A A J U D A N ]
jangan lupa vote dan spam komennya ya cinta😍🙏🙏🙏
Hayukk lah ngabisin stock mowteaslim ambil harga promo via WhatsApp!
WhatsApp 0896032104731
shopee & ig @mowteaslim
Terima kasih testimoninya kakak aminah😍 semoga cocok selalu🙏