Affection

Door sourpineapple_

480K 33.9K 449

COMPLETE - FOLLOW SEBELUM MEMBACA Mature Content (18+) so selection ur reading. *** Derana Gangga Mirabelle... Meer

P R O L O G
BAB SATU
BAB DUA
BAB TIGA
BAB EMPAT
BAB LIMA
BAB ENAM
BAB TUJUH
BAB DELAPAN
BAB SEMBILAN
BAB SEPULUH
BAB SEBELAS
BAB DUA BELAS
BAB TIGA BELAS
BAB EMPAT BELAS
BAB LIMA BELAS
BAB ENAM BELAS
BAB TUJUH BELAS
BAB DELAPAN BELAS
BAB SEMBILAN BELAS
BAB DUA PULUH
BAB DUA PULUH SATU
BAB DUA PULUH DUA
BAB DUA PULUH TIGA
BAB DUA PULUH EMPAT
BAB DUA PULUH LIMA
BAB DUA PULUH ENAM
BAB DUA PULUH DELAPAN
BAB DUA PULUH SEMBILAN
BAB TIGA PULUH
BAB TIGA PULUH SATU
BAB TIGA PULUH DUA
BAB TIGA PULUH TIGA
BAB TIGA PULUH EMPAT
BAB TIGA PULUH LIMA
BAB TIGA PULUH ENAM
BAB TIGA PULUH TUJUH
BAB TIGA PULUH DELAPAN
BAB TIGA PULUH SEMBILAN
BAB EMPAT PULUH
BAB EMPAT PULUH SATU
BAB EMPAT PULUH DUA
BAGIAN EMPAT PULUH TIGA
E P I L O G

BAB DUA PULUH TUJUH

8.8K 694 23
Door sourpineapple_

Entah sudah berapa kali helaan napas terdengar dari wanita yang tengah duduk di kursi teras samping rumah dimana kolam renang medium tersaji di depannya. Air yang tenang memantulkan pemandangan langit tempat sang purnama serta bintang tengah menghiasi.

Mengabaikan teh kamomil hangat— yang kini mungkin tak lagi hangat itu, Dera masih melamun dengan pikirannya yang melanglang buana, memikirkan permasalahan sama. Sudah tiga minggu ini, dan tak ada perubahan apa-apa terjadi, Jayden masih tetap teguh pada pendiriannya.

Segala cara telah Dera lakukan untuk menarik perhatian dan mendapatkan hati Jayden, namun pria itu tetap acuh tak acuh, mengabaikan Dera, dan lebih sering mementingkan Maudy. Apalagi Maudy semakin sering datang ke sini.

Melihat kemesraan antara keduanya pun membuat hati Dera sakit. Sejak awal, ini memang sudah menjadi resiko, beberapa kali Jessy menyinggung persoalan ini, meminta Dera untuk memikirkan apakah tidak bodoh hal yang tengah ia lakukan ini, mengharapkan sesuatu dari seseorang yang jelas-jelas tidak menghargai keberadaannya.

"Kamu benar-benar sudah yakin dengan keputusanmu, ya?" Dera bertanya dengan nada suara lesu.

"Kelihatannya?" Jayden menjawab dengan intonasi dingin.

"Apa sama sekali tidak ada kesempatan lagi buat aku?" Dera bertanya lagi, padahal tanpa ditanya pun sudah jelas jawaban apa yang akan diberikan oleh Jayden.

"Kamu sudah tau jawabannya."

Dera tersenyum kecut. "Jadi ... memang lebih baik untuk aku menyerah saja?"

Jayden terdiam beberapa saat, sebelum mengeluarkan kalimat yang membuat napas Dera tersekat. "Sejak awal, tidak ada yang menyuruh kamu untuk berjuang. Kamu hanya akan terlihat bodoh dengan menuruti permintaan naif mereka yang sia-sia."

Kilasan dari percakapan singkatnya dengan Jayden siang kemarin, membuat Dera kembali membuang napas pelan, mendongakkan kepalanya menatap taburan bintang di langit malam.

Satu minggu lagi, dirinya mungkin akan terpanggil di depan meja hijau bersama Jayden untuk melangsungkan sidang pertama dari proses perceraian mereka. Namun masih butuh beberapa tahap lagi yang memakan waktu beberapa bulan hingga akta cerai resmi keluar dari pengadilan.

Apa ia memang benar harus menyerah sekarang?

Logikanya berkata iya, namun sayang hatinya menolak.

***

"Mau sampai kapan kalian mendiamkan Daddy seperti ini?" Lontaran pertanyaan dari suara berat itu membuat atensi Jansen, Jean, dan Raiden beralih secara bersamaan.

Perubahan ekspresi kentara dari wajah mereka ketika mendapati sang ayahlah yang bertanya.

"Sampai Daddy batal bercerai dengan Mommy," Jansen menjawab datar.

Jayden mengembuskan napasnya pelan. "Daddy tidak akan merubah keputusan. Lagipula, kenapa kalian sampai bersikeras seperti ini? Tante Maudy juga tidak kalah baik dari Mommy Dera."

"Darimana Daddy tau?" tanya Jansen, menatap tepat kedua bola mata sang ayah.

Terdiam sejenak, Jayden mengerutkan dahi. "Maksud kamu?" tanyanya balik.

"Darimana Daddy tau kalau perempuan itu nggak kalah baik dari Mommy? Karena perlakuan dia ke Daddy? Sebenernya, Daddy memang pengen cari ibu pengganti buat kita, atau cuma pengen nurutin ego Daddy aja?" tanya Jansen, membuat Jayden mengerutkan glabela, tidak suka dengan kalimat terakhir yang diucapkan putra sulungnya.

"Jansen—" Ucapan Jayden tersendat, kala Jansen menyela.

"Bentar. Aku dulu," selanya, menatap Jayden dengan serius. "Apa Daddy bisa jamin, hal yang terjadi dulu nggak akan terulang kalau Daddy menikah lagi? Apalagi yang Daddy nikahi itu perempuan nggak tau diri yang mau-maunya sama laki-laki beristri," ungkap Jansen, memberanikan diri untuk menyatakan hal yang ingin ia sampaikan pada sang ayah sejak berhari-hari lalu.

"Harusnya Daddy bisa belajar dari apa yang udah terjadi, bukannya malah gegabah begini. Mommy udah berubah, Dad, kita juga udah maafin semua kesalahan Mommy dulu, terus apalagi sebenarnya yang Daddy khawatirin?" lanjut pemuda itu, tatapannya tak lagi seintens tadi, sorot matanya seolah sangat mengharapkan sesuatu dari ayahnya.

Menggertakkan gigi, Jayden membuang pandangan sesaat.

"Kalian tidak akan mengerti," gumamnya rendah. "Daddy melakukan ini semua untuk kebaikan kalian sendiri. Tante Maudy tidak seperti apa yang kalian kira, Daddy justru tidak bisa menjamin hal dulu tidak akan terulang jika Mommy Dera masih di sini, terlebih lagi semua ingatannya sudah kembali sekarang."

Mendengar hal itu, Raiden langsung memberengut tidak suka.

"Kenapa Daddy malah berprasangka buruk sama Mommy? Mommy sayang sama kita, dan Raiden yakin Mommy nggak mungkin kayak gitu lagi," yakin pemuda itu, menatap ayahnya dengan alis bertaut.

"Untuk kebaikan kita Daddy bilang? Kalau bener untuk kita, kenapa Daddy nggak tanya dulu pendapat kita? Bukan malah ambil keputusan sepihak kayak gini. Apa pendapat kita nggak penting buat Daddy?" ruah Jansen, tinjunya mengepal, hingga buku-buku jarinya memutih.

"Pendapat kalian penting, tapi bukan untuk saat ini," jawab Jayden, membuat Jean yang sedari tadi diam pun akhirnya membuka suara.

"Bukan untuk saat ini, terus kapan lagi? Nunggu sampai semuanya terlambat? Stop being selfish, Dad, kita bilang kayak gini bukan buat sok ngerti dan menggurui, tapi kita nggak mau Daddy ulangin kesalahan yang sama lagi. Nggak ada yang bisa memperkirakan masa depan, hipotesis terburuk kalau seandainya kejadian dulu sampai terulang, Daddy mau bikin Mommy Risa kecewa lagi?" ucap Jean, membuat napas Jayden tersendat, antara merasa kaget dan tertegun.

Daddy mau bikin Mommy Risa kecewa lagi?

Kalimat itu berdaung di telinga Jayden, membuat tubuh pria itu mematung di tempat.

"Jujur aja, jangan bohongin perasaan Daddy sendiri, Daddy sebenernya masih cinta 'kan sama Mommy?" terka Jansen, kembali membuat Jayden terkejut, menatap putra sulungnya dengan tatapan sulit diartikan.

Menarik dan mengembuskan napas pendek melalui mulut, Jansen kembali berujar, "Kalau Daddy mau tau, pendapat kita sama. Kita nggak setuju sama keputusan Daddy, dan sebelum terlambat, kita harap Daddy bisa buat coba pikirin semuanya lagi," tandasnya, beralih menatap Jean dan Raiden bergantian, sebelum akhirnya berlalu pergi meninggalkan sang ayah yang masih bergeming di tempat.

***

Mengusap pigura kecil berisi foto sepasang kekasih yang saling merangkul dan tersenyum ke arah kamera itu, Jayden membuang napasnya pelan. Mereka tampak bahagia, tersenyum lebar seolah tanpa masalah, rona kebahagiaan memancar dari wajah sepasang kekasih itu, menanti buah hati yang telah ditunggu-tunggu kehadirannya, tanpa tahu jika kelahiran jiwa baru itu harus mengorbankan nyawa sang ibu.

Jayden tidak menyalahkan anak-anaknya, jelas mereka tidak salah, karena mereka tak pernah meminta dilahirkan, melainkan ialah yang menginginkan kelahiran mereka. Jayden menyayangi ketiga putranya lebih dari ia menyayangi dirinya sendiri.

Merekalah alasan Jayden bekerja keras setiap harinya agar kebutuhan mereka tak pernah kurang dan selalu terpenuhi. Maka tidak heran jika ia menjadi begitu marah dan emosional ketika anak-anak yang ia rawat dan sayangi sedari kecil justru disakiti oleh orang lain, terlebih orang itu adalah wanita yang ia cintai.

Ia terluka. Merasa tidak becus dan lalai menjadi orang tua. Ia juga telah mengecewakan kepercayaan yang diberikan oleh Risa padanya.

Sekarang, apalagi yang harus ia lakukan?

Ketika mengambil keputusan pun ia masih dianggap egois. Padahal yang ia lakukan juga semata-mata untuk ketiga putranya, bukan untuk kesenangan dirinya sendiri.

Jika ingin egois, Jayden sudah pasti memilih untuk tidak menikah lagi. Ia bisa saja melajang hingga akhir hayatnya nanti, tapi anak-anaknya? Mereka butuh bimbingan serta kasih sayang seorang ibu yang tak bisa dipenuhi oleh ayah.

Andaikata ia rujuk dengan Dera, apakah wanita itu benar tidak akan mengulangi kesalahannya? Kepercayaan Jayden itu sulit untuk didapatkan, maka sekali dibuat kecewa, pria itu pasti akan ragu untuk memberikan rasa percaya lagi.

Meletakkan pigura itu di atas nakas, Jayden mengacak rambutnya dan mengerang. "Arrghhhh!!"

Kemana lagi ia harus mencari solusi?

AFFECTION

ada yg bingung sama time skipnya, ngga?

kalau ngga, dan ngerti sama
jalannya alur, syukur deh, hehe.

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

2.7K 251 16
[LENGKAP di Karya Karya] Lanjutan perjalanan cinta Mas Liam si Bucin 😘
1.1M 107K 64
Apakah mungkin Tasbih bersatu dengan Rosario atau akan menjadi satu tasbih dalam dua tangan
298K 20.2K 44
Ayu tidak pernah menyangka dirinya akan tinggal di kota setelah dijodohkan oleh anak dari keluarga Lihong. Seorang old money berpengaruh. Alih-alih...
64.8K 3.8K 114
Kehidupan masa lalu yang menyakitkan membuat Velicia mengambil keputusan untuk pergi. Ia melarikan diri ke New York untuk mencoba takdirnya sendiri...