[3] KIMcheees 3x✓

De Arrastory

162K 31.6K 6.5K

[KIMcheees Series] [3] Rumah tak lagi terasa ramai Justru kini teras sepi Tak ada Karaoke ala Hanbin, Bobby T... Mais

Prolog
Menguatkan Ingatan
Untuk Si Anak Ketiga
Keluarga Kecil Si Sulung
Party
Kakek & Tiga Cucunya
Cerita Cinta Anak Perempuan Satu-satunya
Si Bungsu Dan Para Teman Perempuannya
Kisah Mantan CEO Lambe
Keluarga Lain Haruto
Ruru
Panti Asuhan
Cucu Pertama dan Anak Terandom
Cerita Cinta Si Bungsu
Kapan Nikah?
HMM
Hari Lahir Si Anak Sulung
TV Baru
Golongan Manusia Bucin
Sidang Dadakan
dr. Kim Hanbin
Keluarga Hayi
Harapan yang Terkubur
Sweet Seventeen
Curhat Dooong
Buka Puasa
"Apa pendapat kamu tentang orang yang masih tinggal sama mertua?"
GIMANA CARA NGOMONGNYA?!
Dha's Clothing
Haruto Pernah Merasakannya
Malam Sebelum Lebaran
Lebaran Lagi Kitaaa
Tragedi Lamaran Jilid II
Princess-nya Heechul Cees
Demi Halal
The Ipar's
"... tau gak kenapa Dahyun gak cantik?"
Gabutnya Tuan Muda
Sehari Bersama Sultan
Anak Baru
Kim Donghyuk, S.H
SIRAM SAJA SUDAH!
ALHAMDULILLAH SAAAH!
Target Ngidam Baru
Duta LDR
Impersonate ala Heechul cees
Kado Antimainstream
Huru Hara Ibu Hamil
Calon Anggota Tetap?
Pasukan Bunda
HBD y
Duo Bungsu
Duta Pariwisata
Jadi Pengasuh
Jagoan Lagi
Hayi kapan?
Nama Anak
Rumah Yang Sepi
Si Bungsu
Bukan Satu-satunya
Circle Yang Sulit Ditembus
Harta, Tahta, Rangers Bungsu Bunda
"Bapak Lo Ulang Tahun"
7iKAN is Back
Tempat Ngungsi
Calon Penduduk Sementara Graper 2
Hayi dan Segala Tingkahnya
Little Lambe
Korban Ngidam
Nikah?
Makan-makan
Nggak Jadi Pindah😫
Princess Satu-Satunya
Takut Nikah
Insecure
Nyerah?
CINCIN
Panitai Acara
Datang Lebih Awal
Si Bayi Ajaib
Ritual Penyambutan Kim Hajoon
Pesta Bujang
Akhirnya Nikah Juga

Cemburu Ala Mereka

1.8K 363 136
De Arrastory

Ala Wakil Ketua 1 The Ipar's

"Kamu masih lama?"

Rengekan langsung terdengar oleh telinga Jinhwan saat ia menerima panggilan suara sang istri. "Mau ke kafe pusat dulu, Mah. Kan besok ada jadwal wawancara beberapa barista sama waiters baru." Jinhwan berusaha menjelaskan selembut mungkin.

"Gak bisa diwakilin sama yang lain?"

"Gak bisa dong, Sayang. Aku harus turun langsung," jawab Jinhwan. Pria itu sedang mengemudikan mobilnya menuju kafe pertama yang dekat dari rumahnya.

Tak ada balas dari Sana lagi. Ibu hamil itu memang sedang dalam mode sensitif. Sama seperti saat hamil Jisung. Bahkan bisa dibilang ini lebih parah.

"Mas gak bisa pulang dulu?"

"Gak bisa, Sayang. Udah ditungguin sama anak-anak lainnya, mau meeting."

"Aku juga nungguin, Mas. Kenapa Mas lebih ngutamain anak-anak di kafe?!"

Jinhwan menghela napasnya, panggilan suara itu langsung diputus sepihak oleh Sana. Berbarengan dengan mobilnya yang tiba di kafe.

"Siang, Mas. Yang lain udah nunggu," sapa salah satu pelayan yang sedang membersihkan meja. Jinhwan sendiri langsung mengangguk, dan setelah itu bergegas menuju lantai dua, area meeting kafenya berada.

"Selamat siang. Maaf buat kalian nunggu, kita langsung aja meeting-nya," ucap Jinhwan. Ia langsung duduk di meja paling ujung, dekat dengan layar proyektor. "Jadi ada berapa pelamar yang masuk selama seminggu ini?"

Jinhwan berusaha secepat mungkin menyelesaikan meeting. Fokusnya bahkan sesekali teralih pada ponsel di samping laptop, jaga-jaga jika sang istri menelpon.

"Oke, besok yang wawancara itu Gue, Ahra sama Mba Rini?" tanya Jinhwan setelah mendengar penjelasan dari Ahra.

Ahra yang mempresentasikan laporan itu langsung mengangguk. "Saya untuk waiters, sedangkan Mba Rini untuk barista. Dan Mas Jinan memantau keduanya."

"Oke, ada masalah lainnya?" tanya Jinhwan. Ia tak memiliki waktu untuk basa-basi. "Kalo ada apa-apa lo handle dulu, nanti malem gue kesini."

Jinhwan terlihat langsung merapikan lembaran kertas laporan yang tadi ia baca, "Oh iya, besok buat pintu masuk pelamar, lewat belakang aja. Langsung ke tangga atas, dan pastiin lantai dua gak ada pengunjung."

"Siap, Mas."

"Oke," balas Jinhwan dan langsung bergegas keluar dari ruangan meeting. "Sorry gue duluan, udah ditungguin permaisuri di rumah."

Beberapa pegawainya tentu saja tertawa kecil, mereka semua paham akan tingkah luar biasa dari istri bosnya yang sedang hamil tua.

"Mas Jinan, ada yang nyari." Jinhwan langsung berhenti, seorang pelayan menghampirinya. "Katanya temen lama Mas Jinan."

"Siapa?" tanya Jinhwan heran. Keningnya berkerut. Memori otak seketika berpikir dengan keras. Siapa teman lama yang tiba-tiba mencarinya?

"Jinaniiiiii ...." Jinhwan langsung menoleh saat mendengar namanya dipanggil. "Kok lo kaga tambah tinggi, ya?"

Umpatan langsung keluar dari mulut Jinhwan. Langkahnya mendekat pada wanita berambut pendek. "Ngaca anjir! Lo juga kaga tinggi-tinggi!" sewot Jinhwan. "Gue kira abis balik ke Jepang lo operasi tulang betis."

Tawa menggelegar langsung terdengar. "Kurang ajar!" omel wanita berambut pendek itu. "Gue pendek bisa pake heels. Lah, lo?"

"Yeuuu, yang penting gue udah punya anak. Otw 2," sombong Jinhwan. Ia selalu menggunakan kata-kata itu jika teman SMAnya meledek tinggi badan. "Emangnya lo! Yang mau aja belum tentu ada."

Wanita itu langsung melirik sinis kepada Jinhwan. "Enak aja!" omelnya. Ia membuka tas dan mengambil sesuatu. "Nih! Jangan lupa dateng!"

Jinhwan mengambil undangan tersebut. Mengangguk pelan sembari membaca undangan bernamakan temannya, Asuka. "Walaupun peletnya telat, tapi nggak apa-apa, lah. Masih aman," komentar Jinhwan. "Nanti gue dateng, deh."

"Harus! Awas aja sampe nggak dateng."

"Heh! Lo aja kaga datang ke nikahan gue!" omel Jinhwan. "Nitip kado doang. Untung berguna kado lo!"

Sepasang teman lama itu masih terus bercengkrama. Jinhwan bahkan sampai tak menyadari kedatangan Sana karena berdiri membelakangi pintu masuk.

Ibu hamil delapan bulan itu memilih untuk kembali pergi. Tangan kanannya menuntun Jisung, ia memilih untuk pulang lagi.

"Mama why? Kok nangis?" Jisung menatap bingung. "Tadi ada olang bad?"

Sana menggeleng. Dengan penuh drama ia menghapus air matanya. Sepertinya anak kedua Mas Jinan akan menjadi pemain sinetron. Dalam kandungan saja ia sudah berhasil membuat mamanya menangis di perjalanpulang. Sudah seperti istri tersakiti di sinema ikan terbang.

Pikiran ibu hamil itu sudah melayang ke mana-mana. Sana ingat siapa wanita itu, walaupun terlihat lebih dewasa, tetapi Sana yakin itu wanita yang ada di akun lambe Hanbin.

Meski akun lambe itu sudah innalillahi, Sana masih mengingat postingan yang berisi Jinhwan dengan seorang perempuan saat SMA. Wajahnya sama persis seperti wanita yang tadi ia lihat.

"Awas aja, aku laporin Bunda!"

💃

Ala seseorang yang seharusnya tidak cemburu.

"Aku bilang pulang sama aku, berarti sama aku!" Suara berat Haruto benar-benar terdengar dingin. Tas milik Mara sudah berada di tangannya. "Ayo."

Mara berusaha melepas genggaman tangan Haruto. "Apaan, sih, Ru? Aku ada urusan ekskul!" omel Mara. "Ini beli beberapa peralatan dulu."

"Sama aku beliny--"

"Kamu anak KIR?" sela Mara. "Jangan lebay, deh! Aku cuma mau beli beberapa barang, terus pulang."

"Belinya jangan sama Si Yubin!" protes Haruto. Ia menyebut salah satu siswa yang menjadi alasannya mengapa ia melarang Mara pergi.

Mara menghela napas. "Aku satu tim sama dia. Kalo bukan sama Yubin, sama siapa lagi?"

"Sama aku!" tegas Haruto.

Terlalu malas meladeni Haruto, Mara memilih untuk diam. Ia berusaha melepaskan genggaman tangan Haruto pada pergelangannya. Mereka berada di parkiran, beberapa junior dan senior bahkan terlihat curi-curi pandang karena penasaran, sedangkan anak-anak kelas yang pulang bersama sudah menonton asik di antara mobil Haruto dan Jeongwoo.

"Ruto, ini udah sore. Nanti tokonya keburu tutup. Yubin juga kasian udah nunggu dari tadi." Mara mengeluarkan jurus terakhirnya, berbicara baik-baik. "Nggak lama, cuma ke pasar. Beli beberapa peralatan."

"Bilang sama Yubin yang beli kamu sama aku--"

"Haruto!" potong Mara cepat. "Aku cuma mau beli bahan buat KIR!" Emosi Mara tak lagi bisa tertahan. Usahanya untuk berbicara baik-baik seketika sirna. "Aku nggak akan pulang malem, cuma ke pasar doang."

"Iya, ke pasarnya sama ak--"

Genggaman tangan Haruto dilepas paksa oleh seseorang. "Gue cuma ngajak Mara beli beberapa barang buat penelitian," ucap Yubin. "Nggak akan nyulik dia."

Haruto dengan cepat kembali menarik tangan Mara ke genggamannya. "Biar gue sama Mara yang beli," kata Haruto. "Gue yang bayar juga."

Yubin tersenyum sinis. Siswa 11 IPA 1 itu menatap Haruto remeh. "Bukan tentang uangnya. Ini tugas penelitian. Lo bukan anggota tim kita. Nggak usah ikut campur."

"Gue nggak ikut campur sama urusan lo," balas Haruto.

"Tapi, lo ikut campur sama urusan Mara yang ada sangkut pautnya sama gue!" balas Yubin. "Jangan lebay, deh. Lo cuma temen kelasnya, nggak usah terlalu ngatur Mara!"

Tatapan Haruto semakin tajam. "Lo siapa ngatur-ngatur gue?" tanya Haruto.

"Lo juga siapa ngatur-ngatur Mara?" balas Yubin. "Pacarnya? Bapaknya? Atau pacar bapaknya?"

Diam. Haruto tak bisa menjawab pertanyaan Yubin. Ia siapanya Mara? Teman?

Senyuman miring Yubin langsung terbit. Ia mengambil alih tas Mara di tangan kiri Haruto, dan melepaskan tangan Mara yang digenggam Haruto. "Gue nggak akan nyulik dia, lo nggak usah berlebihan. Mara berhak pergi dengan siapapun."

Haruto masih diam. Menatap lurus pada Mara yang sudah pergi bersama Jung Yubin. Seakan terkena serangan mematikan, Haruto langsung mati saat mendengar pertanyaan dari ketua ekstrakurikuler kelompok ilmiah remaja.

"Makanya ...." Mao yang menonton bersama anak kelas lainnya langsung melompat dan merangkul pundak Haruto. "Kalau ko cinta dia itu ko jaga," lanjut Mao menyanyikan lagu yang sempat viral. "Sekarang su terjadi baru ko ganas--"

"Ko bawa dia sudah biar ko puas!" sahut Wonyoung yang ikut menggoda.

"Panas nggak? Panas nggak? Panas nggak?" sahut Jaeongwoo yang tak kalah semangat meledek sahabatnya.

"Enggak, lah. Masa panas. Kan, bukan siapa-siapa," balas Jihan si pasukan nebeng.

Sore hari di jam pulang sekolah pada hari senin. Haruto terkena serangan pada hatinya yang selama ini menganggap bahwa Mara hanyalah teman masa kecil.

"Nggak boleh marah, dia bukan pacar lo," ledek Doyoung.

Anak-anak IPA 2 memang luar biasa kompaknya. Mantap.

💃

Ala Bubu dengan penciuman yang tajam.

Jisoo masih terus mengendus kemeja yang Bobby pakai. Tatapan matanya memicing. "Bukan, ini bukan parfum yang biasa," gumam Jisoo. "Ini parfum cewek."

"Yang, Jihan tidurnya di kasur Dihan?" tanya Bobby yang baru selesai membersihkan diri dan mengintip anak-anaknya di kamar sebelah. "Tumben banget mau berbagi, biasanya pengen sendiri-sendiri." Ia langsung mengambil posisi ternyaman di tempat tidur.

"Hari ini kamu ke mana aja?" tanya Jisoo jutek. Menatap tajam pada suaminya.

"Aku?" Bobby balik bertanya. Tatapannya tertuju pada Jisoo, memperhatikan gerak gerik sang istri. "Tadi pagi seharian ada di counter, terus pulang ke rumah buat makan siang. Balik lagi ke counter pake mobil kamu," jelas Bobby. Melihat ekspresi Jisoo membuatnya langsung menjawab tanpa perlu meminta alasan. "Asar di counter, terus magrib di masjid deket lab, abis itu pulang."

"Gitu aja?" tanya Jisoo masih mengintimidasi. "Nggak kemana-mana?" Jisoo belum merasa puas saat mendengar jawaban Bobby. "Ketemu sama siapa di counter?"

Senyum Bobby langsung terbit. Posisi tidurnya menjadi tengkurap, memeluk pinggang Jisoo yang duduk membelakangi ranjang. "Nggak ketemu siapa-siapa," jawab Bobby. "Seharian di ruangan, meriksa faktur."

Mata Bobby menatap lurus pada kemejanya yang masih di tangan Jisoo. Sepertinya bibit dari juteknya sang istri malam ini adalah kemeja kotak-kotak itu.

"Kenapa, Yang?" tanya Bobby. Pria itu dengan manja mendusel di pinggang Jisoo. "Kemeja aku ada yang aneh?"

Jisoo melirik tajam. "Parfum siapa yang kamu pake?" sinisnya. "Ini parfum cewek, tapi bukan punya aku."

"Parfum?" gumam Bobby. "Emang wanginya apa?"

"Melati," ucap Jisoo dingin. "Kamu pake parfum kuntilanak?"

Bobby melongo, menatap Jisoo. Otaknya dipaksa berpikir keras, mengingat apa yang ia lakukan tadi siang. "Oooh, parfum," ucap Bobby. "Aku pake yang ada di mobil kamu. Emang bukan punyamu?"

"Di mobil aku?"

"Iya, ada di samping pintu," jawab Bobby. "Aku asal pake aja, daripada bau ketek."

Jisoo diam seketika. Ia berpikir keras tentang pemilik parfum yang Bobby pakai. "Masi ada di mobil?" tanya Jisoo dan dijawab anggukkan Bobby. "Coba tolong ambil."

"Sebentar," kata Bobby. Dengan cepat ia bernajak dari posisi tengkurap. Istrinya sedang cemburu, lebih baik ia menurut saja.

Secepat kilat Bobby langsung menuju garasi. Membuka pintu Honda Civic milik Jisoo dan mengambil botol minyak wangi di pintu samping kemudi. Setelah mendapatkannya Bobby bergegas kembali ke kamar utama, memberikan parfum itu kepada Jisoo.

"Ini," kata Bobby. "Bukan punya kamu?"

Jisoo memperhatikan botol parfum itu. Senyuman meringis ia berikan kepada Bobby. "Iya, punya aku. Kado ulang tahun dari Ahra," akunya sembari memperlihatkan deretan gigi. "Maaf, ya."

Helaan napas lega Bobby terdengar jelas. Pria itu kembali berbaring di ranjang, memeluk pinggang Jisoo. "Makasih, ya."

"Makasih kenapa?" Jisoo terlihat bingung.

"Makasih karena kamu udah cemburu," jawab Bobby. "Kamu bahkan tau kalo aku nggak pake parfum yang biasa, itu berarti kamu perhatian."

"Aku tadi lagi cemburu, loh."

Bobby mengangguk. "Nggak apa-apa, cemburu aja. Wajar, kok," jawab Bobby. "Aku justru seneng kalo kamu cemburu."

Tbc

Ya, Allah. Ngetik Yayah sama Bubu sekarang berat banget, kayak dosa.

Continue lendo

Você também vai gostar

495K 37K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
4.2K 577 36
Pada awalnya ini merupakan hubungan yang tegang antara Yeonjun dan Karina. Namun, pertemuan yang terus menerus membuat perubahan untuk hubungan kedua...
463K 4.9K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
Home : 2004z De tereristaa

Ficção Adolescente

2.4K 133 7
" Rumah itu gak selalu bentuk bangunan, bisa aja bentuknya orang orang dongo, bucin, banyak omong, bawel, galak, kayak di kelas Ips 2" 2004z universe