TAFIA'S TEARS

By nurudin_fereira

995K 110K 18.3K

Hidup di tengah-tengah keluarga yang tidak menginginkan kehadirannya membuat Tafia merasa serba salah. Apalag... More

Prolog
Part 1 : Taruhan
Part 2: Perlindungan Bintang
Part 3 : Hari Yang Indah
Part 4: Sendirian Di Bumi
Part 5: Raffa Gagal Move On
Part 6 : Tafia Dalam Bahaya
Part 7 : Persaingan Ketat
Part 8 : Fakta
Part 9 : Def si Cowok Licik
Part 10 : Planet Venusku
Part 11 : Dua Pukulan Spesial
Part 12 : Aku adalah kamu
Part 13 : Suprise!
Part 14 : Pertandingan Semakin Seru
Part 15 : Berani Bahagia
Part 16 : Indonesia Bercanda
Part 17 : Oh, Papa!
Part 18 : Gavin is Amazing
Part 19 : Hampa
Part 20 : Harapan
Part 21 : Balas Dendam
Part 22 : Kesedihan Gavin
Part 23 : Over Protektif
Part 24 : Ceroboh
Part 25 : Aku Ingin Kamu Tahu Bahwa Aku Ada
Part 26 : Cemburu
Part 27 : Terkhianati
Part 28 : Semakin Rumit
Part 29 : Brian Arega
Part 30 : Video Viral
Part 31 : Anak Nakal
Part 32 : Def Pamit
Part 33 : Melarikan Diri Dari Kenyataan
Part 34 : First Kiss
Part 35 : Tidur Berdua
Part 36 : Menghilang
Part 37 : Mencari Bintang
Part 38 : Kemarahan Sang Ibu
Part 39 : Saling Berbagi Rasa Sakit
Part 40 : Pusat Semestaku
Part 41 : Jalan Kebenaran
Part 42 : Shopping
Part 43 : Imam Idaman
Part 44 : Bukan Anakku Lagi
Part 45 : Pindah Planet
Part 46 : Valentino Rossi
Part 47 : Dendam Geng Alister
Part 48 : Nggak Seru
Part 49 : Perhatian
Part 50 : Makhluk Paling Rumit
Part 51 : Pamit Pulang
Part 53 : Jurang Pembatas
Part 54 : Ultah Tafia
Part 55 : Cara Terbaik Untuk Menyayangimu
Part 56 : Boneka itu Aku
Part 57 : Telat
Part 58 : Jual Motor
Part 59 : Diusir Dari Bumi
Part 60 : Pangeran Lapangan
Part 61 : Rijal Masuk Timnas
Part 62 : Mistery Hilangnya Def
Part 63 : Luka Terindahku
Part 64 : Penyelamatan
Part 65 : Impian Bersama
Part 66 : Aku Melepasmu
Part 67 : Papa Pulang
Part 68 : Hari Kelulusan
Part 69 : Di mana Gavin
Part 70 : Semuanya Terluka.
Part 71 : Def dan Tafia Balikan?
Part 72 : Brian dan Ririn
Part 73 : Lahirnya Sang Bintang
Part 74 : Nasib Gavin Sebenarnya
Epilog
Raffaliqa
The Devil

Part 52 : Berdua Bersamamu

8K 1.1K 101
By nurudin_fereira

"Sebenarnya papamu itu baik, dia juga cerdas sama kayak kamu. Bahkan, berkat kecerdikan papamu, perusahaan mama sekarang berkembang pesat. Papamu sangat baik sekali dengan setiap orang, tapi entah kenapa sama kamu papamu bisa setega itu," ucap mama Ria saat mereka berdua sedang duduk di sofa ruang keluarga.

Tafia hanya merunduk, mendengar setiap kalimat yang diucapkan mama tirinya. Ia tidak terkejut dengan fakta tersebut. Dulu ketika almarhumah ibunya masih hidup, Tomy memang adalah sosok ayah yang sangat baik dan perhatian. Keinginan Tafia selalu dituruti, walaupun tidak sekaya raya sekarang.

"Mungkin karena papamu terlalu menyayangi Ririn, sehingga dia mudah diprovokasi. Ini semua salah mama, yang nggak pernah mendidik Ririn dengan baik," lanjut mama Ria dengan mata berkaca-kaca.

"Mama sekarang mau mengurangi jam kerja mama, biar bisa sering-sering dekat dengan kalian. Mama akan fokus bikin kalian berdua jadi adik-kakak yang kompak dan harmonis." Mama Ria berucap penuh tekad.

"Mama juga udah memecat bi Ratih yang dulu suka memakan gaji buta, karena Ririn memperlakukanmu sebagai pembantu. Mama pastikan kamu tidak akan lagi diperlakukan tidak adil di rumah ini."

Tafia masih menunduk sambil memejamkam mata.

"Untuk kata-kata papamu di penjara tadi, jangan diambil hati, ya. Dia hanya emosi saja. Nanti kalau udah keluar dari penjara, pasti perlakuannya sama kamu akan berubah." Mama Ria mengusap-usap punggung mungil Tafia.

Tafia mengangguk. "Tafia boleh kerja di salah satu toko cabang milik mama nggak?"

"Kerja?"

"Kerja paruh waktu nggak pa-pa."

"Nggak boleh, kenapa kamu mau kerja. Lebih baik kamu fokus sekolah aja."

Tafia merapatkan bibir beberapa detik. "Tafia pengen hidup mandiri, Ma."

"Lebih baik kamu fokus belajar, nanti kalau kamu udah lulus kuliah. Semua toko butik milik mama kamu yang urus."

Tafia menatap mama tirinya dengan tatapan nanar. "Tapi, Ma ...."

"Tafia, kamu nggak usah takut tinggal di sini. Mama bakalan lindungin kamu dari Ririn. Mama bakalan bikin Ririn hormat sama kamu."

Tafia kembali menunduk, dengan wajah yang meredup. Hatinya merasa bahagia, tapi ada beberapa hal juga yang ia khawatirkan.

"Hmm, Tafia sekarang boleh nggak Ma, keluar malam?" lirihnya.

"Kemana?"

"Ngaji di masjid yang dekat sama rumah Gavin."

Mama Ria terdiam beberapa detik. Kemudian mengangguk. "Yaudah nggak pa-pa. Nanti mama suruh sopir buat nganterin kamu."

Tafia langsung memeluk mama Ria dengan erat. "Makasih ya, Ma."

***

Sepulang dari solat maghrib berjamaah di masjid, Gavin biasanya ikut menyimak ngaji kitab bersama beberapa anak yang lain.

Namun, malam ini ia memilih langsung pulang. Sedang tidak mood melakukan apa-apa. Walau hanya sekedar untuk duduk mendengarkan ceramah dari pak ustad.

Seperti ada yang hilang dari dirinya.  Bagaikan sang senja yang kehilangan langitnya. Bagaikan matahari yang kehilangan sinarnya. Bahkan, Gavin tidak tahu bagaimana caranya menghibur diri. Walau hanya untuk tidak cemas dan khawatir.

Hal-hal negatif terus bermunculan, menghantui pikirannya. Menciptakan sebuah kerasahan yang membuat hidupnya menjadi tidak tenang. Ia benar-benar takut kehilangan Tafia.

Gavin takut sekali mendapat kabar bahwa Tafia sudah jadian dengan Brian. Ia takut kehilangan Tafia. Cowok itu tidak mampu membayangkan jika hari-hari kemarin adalah momen terakhir kebersamaannya dengan Tafia.

Andaikan Gavin mampu memutar waktu. Mungkin, tidak akan pernah ia sia-siakan waktu bersama Tafia kemarin.

Cowok itu terperanjat, bahkan hampir melompat sangking kagetnya karena ada seseorang yang menepuk bahunya. Saat menoleh ke belakang, matanya langsung membulat. "Ta ..., Tafia?"

Gadis manis yang sekujur tubuhnya ditutupi oleh mukenah itu tersenyum. "Tumben nggak ikut ngaji?"

"Enggak." Gavin terlihat kikuk. "Kok kamu bisa ada di sini?"

"Di anterin sopir, aku mau ngaji," jawab Tafia sambil menahan senyum. Matanya yang bening, tampak menggemaskan. "Owh, iya. Aku bawa sesuatu."

"Apa?" tanya Gavin melirik sebuah kotak yang sedari tadi dibawa Tafia.

"Sepatu bola."

Gavin melongo beberapa saat.

"Biar kamu makin semangat tandingnya." Tafia menyodorkan kotak tersebut.

Gavin terdiam beberapa saat, kemudian menerimanya dengan ragu. "Kenapa kamu perhatian sama aku?"

"Pengen aja." Tafia menggelembungkan pipinya.

"Makasih, ya." Gavin tersenyum simpul. Kehadiran Tafia membuat suasana hatinya sedikit membaik.

Sebut saja Tafia adalah moodboster terbesar Gavin. Karena melihat wajahnya saja membuat awan mendung yang mengerumuni hati Gavin langsung musnah terganti dengan keindahan pelangi.

"Ya udah, aku mau ngaji dulu," pamit Tafia, kemudian masuk ke dalam serambi masjid.

Gavin langsung mengekor ke belakang. Tidak jadi pulang. Karena sang penyemangat sudah datang. Ketika sang penyemangat datang, rasa malas mencari ilmu pun langsung hilang.

Namun, Gavin tidak fokus mendengarkan pelajaran yang diajarkan oleh kang Syahroni. Matanya terus melirik ke arah Tafia yang terlihat semakin cantik sekali. Meski, Tafia berada di lingkaran anak-anak perempuan yang dipimpin oleh ustad Abdurrahman di ujung sana.

Cowok itu buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain saat Tafia membalas tatapannya. Sama seperti di sekolah, mereka berdua memang suka main lirik-lirikan.

***

Tafia langsung berlari-lari kecil mengimbangi langkah kaki Gavin setelah selesai mengaji.

"Kenapa kamu ngelirik-ngelirik aku terus?" tanya gadis itu.

"Ah, enggak kok." Gavin terlihat kikuk.

"Aku cantik, ya?"

"Enggak, biasa aja," ketus Gavin mencoba menghilangkan kegugupan.

Tafia mengerucutkan bibir. Padahal ingin sekali mendengar Gavin mengatakan dirinya 'cantik'.

"Pulang sama siapa?" tanya Gavin masih terlihat canggung.

"Dijemput sopir, bentar lagi juga dateng."

Tafia menoleh saat Aisya tiba-tiba memeluknya dari belakang. Gadis berbalut mukenah itu langsung berjongkok dihadapan Aisya agar tinggi mereka sejajar.

"Kak Taf ikut pulang ke lumah Aisya?"

Tafia tersenyum simpul sambil mencubit pipi Aisya. "Enggak sayang, kapan-kapan aja ya kak Tafia mampir."

"Di lumah sepi, kalau nggak ada kak Taf." Aisya mengerucutkan bibir.

Tafia tersenyum getir, melirik ke arah Gavin yang langsung membuang pandangannya ke arah lain karena kedapatan menatap dirinya.

"Aisya kangen sama kak Taf." Mata Aisya tampak berkaca-kaca. Jemari lentiknya meremas-remas ujung mukenah Tafia.

"Kak Tafia juga kangen sama Aisya." Tafia mencium pipi Aisya lembut.

"Ya udah kalau gitu, Aisya pulang dulu sama temen-temen." Aisya melepaskan diri dari Tafia kemudian berlari menyusul teman-teman sebayanya.

Tafia kembali berdiri sambil tersenyum menatap kepergian Aisya. Gadis itu kemudian melirik ke arah Gavin yang menghela napas dengan kasar.

"Kenapa? Kamu juga kangen sama aku?" ledek Tafia sambil menyenggol lengan Gavin dengan lengannya.

"Enggak."

"Ih, dari tadi bilangnya enggak mulu." Tafia mendengkus.

"Kalau kangen emang kenapa?" ucap Gavin malas.

"Ya nggak pa-pa."

"Hadeuh, yaudah nggak jadi kangen." Gavin melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kan udah ketemu, ya nggak jadi kangen lah."

"Ya udah aku ngambek aja." Gavin membenarkan letak pecinya yang miring.

"Dih, kok malah ngambek sih?"

"Biar kamu perhatiin." Gavin menoleh ke arah Tafia, hingga membuat keduanya saling tatap hingga beberapa detik. Sudut bibir mereka berdua merekah secara bersamaan, lalu tertawa karena merasa lucu dengan apa yang barusan terjadi.

Tanpa sadar mereka bedua saling mengagumi satu sama lain. Terpesona dengan keelokan wajah masing-masing. Bagaikan dua mawar merah yang merekah dikelilingi kupu-kupu warna-warni.

"Kenapa nggak ngaji di tempat yang deket sama rumah kamu aja?" tanya Gavin memecah keheningan.

"Kata ustad Abdurrahman nggak baik pindah-pindah tempat ngaji. Nanti malaikat yang mencatat pahala bingung pas mau ngasih ilmu. Tapi kalau pindah ke pondok pesantren boleh, asal istiqomah dan bersungguh-sungguh."

Gavin manggut-manggut kemudian mengalihkan pandangannya ke depan. Untung masjid sudah sepi, kalau tidak pasti mereka diledekin sedang pacaran oleh orang-orang.

"Sopir kamu kok lama banget?" tanya Gavin sambil menghela napas.

"Mungkin, Mang Ujang lagi ngasih waktu ke kita biar bisa berduaan."

"Kalau kamu aku perkosa gimana?" Gavin menaik-turunkan alisnya.

"Ish!" Tafia menggeplak kepala Gavin. "Kumat deh, mesumnya."

Gavin terkekeh.

"Aku percaya kok, orang yang sayang sama aku pasti bakalan ngelindungin aku dari apapun. Termasuk dari nafsunya sendiri," gumam Tafia sambil senyum-senyum sendiri.

"Bila nanti saatnya telah tiba ...." Gavin tiba-tiba menyanyikan sebuah lagu. "Kuingin kau menjadi istriku ...."

Tafia menoleh dengan wajah terpana. Kemudian menyahut lagu yang dinyanyikan Gavin. "Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan ...."

Keduanya saling tatap, kemudian menyunggingkan seulas senyum.

"Berlarian kesana kemari dan tertawa," ucap mereka menendendangkan lirik lagu secara bersamaan.

Bersambung...

Next apa enggak?

Ajak teman-teman kalian buat ikut baca yuk!

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.1M 62.1K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
4.5K 3.1K 33
[Follow dulu sebelum baca ya] "Jangan giniin gue, lo bikin gue makin sulit" Akan terasa rumit ketika harus mencintai seseorang yang harusnya tak dici...
805K 59.1K 75
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Woi! Anak pungut!" "Dari mana aja? Jam segini baru pulang?!" Gadis yang merasa dirinya dipanggil itu menghentikan lang...
59.6K 3.8K 50
[SELESAI] Highest rank! #48 in problem 13/03/20 #58 in complicated 20/12/19 #555 in fiction 13/03/20 #162 in bad 13/03/20 #676 in happy 20/12/19 #671...