1

208 53 555
                                    

Hari-hari Lakih kembali normal sejak peristiwa di toko buku seminggu yang lalu, pertemuannya dengan wanita misterius yang membuat darahnya berdesir, sukses bersemayam dalam kepala Lakih beberapa hari setelahnya. Kini ia kembali ke dunia nyata, menjalani rutinitas kampus dan beberapa kegiatan UKM, meski ia sangat berharap agar bertemu lagi dengan wanita itu.

Tempat kuliah Lakih cukup luas dan rindang, banyak pohon besar yang sengaja ditanam di lingkungan universitas. Sangat cocok untuk bersantai di sana, sekadar menikmati udara dan suasana sekitar.

Dari kejauhan terlihat Diki melangkah menuju Lakih yang tengah duduk di area merokok. Ia memberi kabar tentang tawaran manggung di kampus lain untuk mengisi kegiatan ospek di sana. Tanpa berpikir panjang Lakih mengiyakan tawaran tersebut.

"Tanggal berapa acaranya?" tanya Lakih.

"Sabtu sore, tanggal sembilan belas. Tapi enggak ada duitnya, mungkin sekadar nasi kotak.“

"Tenang duit mah gampang, yang penting bisa buat hiburan biar pikiran fresh. Toh kita sudah lama enggak manggung."

"Oke, Kih. Kalo gitu, nanti sore kita latihan!"

"Sip! Jangan lupa kabari Rizal juga. Kalian enggak ada kelas 'kan?"

“Sudah selesai tadi pagi. Rizal juga sudah aku kabari.”

"Baguslah kalau begitu. Nanti kita langsung berangkat supaya enggak kehujanan," ujar Lakih seraya mengisap rokok yang sudah pendek kemudian ia membuangnya ke asbak di dekatnya. "Aku duluan ya, Dik, tinggal satu mata kuliah, nanti setelah ini kita latihan."

"Oke, aku tunggu di kantin," kata Diki. Lakih beranjak rambut gondrongnya melambai seirama dengan langkahnya.

"Jangan tidur pas kelas!"

Lakih sejenak menoleh. "Tergantung,” ujarnya diikuti senyum tengil.

****

Setelah seminggu latihan, akhirnya hari yang ditunggu datang. Sabtu pukul tiga sore, tanggal sembilan belas. Lakih, Diki, dan Rizal janjian berkumpul di kampus untuk berangkat bersama ke tempat yang sudah diberitahu oleh pihak penyelenggara ospek. Tinggal satu yang belum datang.

"Mana Rizal, Dik? Udah lama ditungguin enggak muncul-muncul," tanya Lakih sedikit kesal. Di antara mereka bertiga memang Rizal yang sering datang terlambat.

"Bentar, aku coba hubungi Rizal." Diki mengeluarkan ponsel dari saku celananya lalu menelepon Rizal. Tak lama kemudian panggilan telepon dijawab oleh Rizal.

"Zal, ayo cepetan! Kita udah lama nungguin kamu!"

"Iya sabar, bentar lagi sampai," ucap Rizal, suaranya samar dengan bising kendaraan jalan.

“Cepat!”

Rizal tidak menjawab, lalu memutus panggilan secara sepihak.

"Rizal sudah dekat katanya."

Tak lama kemudian terlihat ojek online yang membawa penumpang datang dari arah pintu masuk, mengarah ke mereka. "Itu orangnya," ucap Lakih seraya menunjuk.

Setelah membayar ia menghampiri kedua temannya yang duduk di kursi panjang dekat parkiran. "Maaf, ya. Motorku mogok enggak mau nyala, jadinya telat gini," kata Rizal.

"Halah! Masa kalah sama motor tua punyaku." Lakih menunjuk Vespa miliknya yang terparkir manis di depan mereka.

"Enggak tau, Kih. Motorku tiba-tiba ngambek enggak mau nyala," kilah Rizal.

"Ya sudah, enggak apa-apa. Sekarang kamu mau bonceng siapa? Lakih atau aku? Ayo buruan berangkat, nanti telat," ucap Diki melerai dua temannya dan berjalan menuju motornya.

"Aku bonceng kamu aja, Dik. Biar Lakih bawa gitar kesayangannya itu."

"Oke kalau begitu, ayo kita berangkat. Nanti telat, 'kan enggak enak sama panitia yang ngundang."

Setelah itu mereka bertiga berangkat ke lokasi acara ospek tersebut. Di salah satu universitas terkemuka di kota itu. Namun, bukan universitas tempat Lakih dan teman-temannya kuliah.

****

Lima belas menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di lokasi. Setelah memarkirkan motor, mereka langsung menuju panitia yang sedang sibuk mempersiapkan segala hal di dalam aula. Terlihat panggung yang tidak terlalu besar, tetapi, tetap kelihatan mewah karena dekorasinya yang pas dengan suasana sekitar. Panggung itu menjadi pusat perhatian Lakih dan kawan-kawannya saat berjalan menuju panitia ospek di belakang panggung.

Selesai bersalaman, Diki bertanya susunan acara ke salah satu panitia--yang kebetulan adalah temannya. Mereka akan tampil sebagai penutup di acara ospek itu kata panitia itu mengonfirmasi.

Ada juga beberapa penampilan dari UKM yang intern yang turut memeriahkan acara tersebut. Para penonton juga masih antusias maski tidak sedikit yang terlihat lesu, mengingat ini sudah sore.

Lakih dan teman-temannya menunggu di belakang panggung, di tengah-tangah para panitia yang terlihat sangat sibuk. Setelah lima belas menit menunggu, salah satu panitia menghampiri Diki, panitia tersebut mengonfirmasi untuk bersiap-siap karena sebentar lagi mereka akan naik ke panggung.

****

“Ada apa, Zal?” tanya Lakih, Rizal terlihat gelisah.

“Penontonya lumayan banyak. Lama enggak manggung jadi gugup,” kata Rizal setelah ia mengintip para penonton dari balik panggung.

“Cupu banget, sih. Padahal harusnya kau senang bisa tampil dan nunjukin skil main gitar bas mu yang katanya badai itu,” ujar Diki penuh penekanan saat berucap badai.

“Benar juga. Aku harus terlihat keren dan nunjukin kemampuanku, barang kali ada maba yang kecantol.”

“Dasar Playboy enggak laku!”

Tak lama kemudian datang seorang panitia dari samping panggung. "Sebentar lagi naik ya, Mas," kata panita dengan HT di saku kemeja.

Lakih mengangguk dan menyuruh kawannya agar berkumpul untuk melakukan ritual wajib sebelum manggung. "Sebelum tampil, kita berdoa dulu. Semoga acara ini diberi kelancaran. Berdoa mulai." Mereka bertiga menundukkan kepala. Berdoa masing-masing.

"Berdoa selesai," ucap Lakih mengakhiri doa.

Mereka segera bergegas ketika nama band-nya disebutkan oleh MC. "Ayo, kita mulai!"

"Ayo!" Semangat telah membara. Mereka siap menampilkan yang terbaik.

****

Di atas panggung, Lakih dan kawan-kawannya membuat takjub dan mengundang sorak-sorai para mahasiswa yang menonton. Semua menikmati beberapa lagu yang mereka bawakan antara lain lagu milik band legendaris Guns N' Roses yang berjudul Sweet Child O' Mine dan lagu dari Goo Goo Dolls dengan judul Iris serta beberapa lagu rock lainnya sukses dibawakan dengan sangat memukau penonton.

Permainan drum Diki dan gitar bas pada Rizal serta Lakih yang merangkap vokalis sekaligus gitaris mampu menghipnotis penonton untuk ikut menyanyi bersama. Semua penonton terlihat sangat bersemangat, mereka melompat-lompat seraya bernyanyi dengan suara yang keras.

Suasana semakin meriah karena ditambah gemerlap lampu panggung yang berkerlip dan menyorot ke sana ke sini denan warna-warni. Empat lagu dibawakan oleh mereka dengan sangat spektakuler, semua orang juga terlihat sangat menikmati momen itu.

****

Grup band Lakih kalau di benakku itu kayak Nirvana. Wkwkwk.

Keren pasti punya band rock kayak gitu.

Sedang halu ....

Terima kasih, teman, sudah menyempatkan mampir 🙏🙏

Salam
Haekalaz

Tersemat Kde žijí příběhy. Začni objevovat