Catatan #1 : Dia yang menyapaku di Gunung Welirang.

17 0 0
                                    

Aku masih ingat pengalaman pertamaku bertemu dengan "mereka". 

Kisah ini terjadi pada 21 Oktober 2016.

Saat itu, aku memasuki tahun pertama kuliah di salah satu kampus swasta di kota Surabaya. Di kampus ini, seluruh mahasiswa diberi kebebasan untuk mengikuti unit kegiatan mahasiswa (UKM), sesuai dengan bakat dan minatnya. Nantinya, di akhir perkuliahan mahasiswa wajib mengumpulkan poin-poin sebagai syarat kelulusan (wisuda). Mengikuti kegiatan UKM merupakan salah satu syarat pengumpulan poin.

Cukup banyak UKM yang disediakan oleh kampus, salah satunya adalah Pecinta Alam. UKM Pecinta Alam yang aku ikuti memiliki agenda "Pendakian Pertama", yaitu pendakian yang wajib diikuti oleh setiap mahasiswa yang baru bergabung.

Pendakian pertama yang aku ikuti bertempat di Gunung Welirang, Jawa Timur. Gunung ini memiliki ketinggian 3.156 mdpl. Gunung ini bersebelahan dengan Gunung Arjuno, menjadikan kedua gunung ini terletak dalam satu kawasan wisata alam.

Saat itu, aku beserta teman-teman berjumlah 9 orang, ditemani oleh beberapa kakak senior, berangkat menuju Gunung Welirang, melalui akses jalur Sumberbrantas, Cangar.

Banyak rumor yang menyeramkan tentang gunung ini, mulai dari larangan untuk mendaki dalam jumlah ganjil, memanggil nama asli saat sandekala, hingga larangan untuk mengenakan atribut dengan warna merah dan hijau. Selain itu, konon ada cerita seram tentang sosok "penunggu" di Lembah Lengkean yang sering mengganggu rombongan pendaki. Namun saat itu, aku menganggap larangan tersebut hanyalah kepercayaan masyarakat sekitar saja. Terlebih ada kakak-kakak senior yang membawa kami selama di perjalanan.

Singkat saja, kejadian ini terjadi ketika rombongan kami telah sampai di Lembah Lengkean. Saat itu sedang sandekala, sehingga semua yang ada di lembah tampak hanya siluet hitam saja. 

Cepat-cepat kakak pengurus menyuruh kami semua mengenakan headlamp untuk membantu penerangan selagi membangun tenda. Saat itu kami membawa 2 jenis tenda, yaitu tenda prisma dan tenda dome.

Pada saat proses pendirian tenda, salah satu kakak pengurus memanggilku.

"Dek, sini deh... bantuin aku." katanya.

Aku langsung menghampiri kakak pengurus itu, yang berdiri agak jauh dari area tenda-tenda yang sedang dibangun oleh teman-teman dan pengurus lainnya.

Rupanya, kakak ini sedang menyiapkan api unggun untuk penerangan sekaligus penghangat di area camp kami yang cukup dingin saat itu.

"Ini, tolong kamu senterin aku." katanya sambil memberikan headlamp nya.

Aku langsung mengarahkan cahaya headlamp ke depan kakak pengurus itu. Terlihat parang di tangan kanannya, dan dahan pohon yang cukup tebal di tangan kirinya. Dia mengajakku mengobrol dan bercanda sambil memotong dan menyusun kayu-kayu yang sudah di potongnya.

Lalu, dari sudut mataku, aku melihat sosok orang yang sedang berjalan ke arah camp kami. Aku menoleh untuk memastikan apa yang aku lihat. Ternyata benar, sesosok laki-laki sedang berjalan menghampiri kami. Aku berusaha mengernyitkan mata ku, berusaha untuk mengenali siapa laki-laki yang sedang berjalan di kejauhan itu. Namun percuma, sosok laki-laki itu sangat asing bagiku, apalagi dia hanya berbentuk siluet hitam yang sedang jalan mendekat.

"Dek... kamu nyenter kemana toh? Aku nggak kelihatan ini lho..." sambil tertawa, kakak itu bertanya padaku.

Aku kaget, refleks menoleh kearah kakak itu, lalu tertawa meringis.

"Eh, maaf-maaf kak..." kataku sambil membenarkan posisi headlamp. Ia lalu melanjutkan proses pembuatan api unggun yang ia kerjakan sejak tadi.

Tidak lama, sosok hitam itu sudah dekat. Aku bisa mendengar hentakan kakinya yang beradu dengan tanah. Tapi aku tidak berani melihat. Mungkin itu warga sekitar gunung. Tiba-tiba...

"Assalamualaikum..." sapa sosok hitam itu.

Mendengar suaranya, bisa ku tebak usianya tidak jauh berbeda dengan kakak senior yang sedang ku bantu mempersiapkan api unggun. Suaranya halus dan lirih, menyapa kami berdua.

"Waalaikumsalam..." jawabku dan kakak bersamaan. Aku mengangkat wajahku sambil tersenyum, hendak menyapanya. Namun, aku tidak melihat siapa-siapa di sekitar ku.

Aku menoleh kearah tenda-tenda, namun tidak ada orang yang datang kesana. Aku melihat ke arah teman-teman dan kakak-kakak pengurus yang sudah mulai memasak, namun tidak ada sosok laki-laki yang aku lihat bergabung bersama mereka.

Dia menghilang. Lenyap begitu saja.

Aku tertegun, diam, tak mampu mencerna apa yang barusan terjadi.

"Sudah dek, biarin aja... yang penting kita sudah jawab salamnya kan? Kesana yuk, masak." katanya sambil menunjuk ke arah rombongan kami.

Aku yang masih bengong hanya menurut saja. Berdiri mengikuti kakak senior untuk kembali bergabung bersama rombongan.

Mulai dari sini, satu per satu cerita mulai terjadi. Menorehkan banyak catatan untuk ku ceritakan kepada kalian semua.

Selamat membaca Catatan Mimpi Buruk ku.

Je hebt het einde van de gepubliceerde delen bereikt.

⏰ Laatst bijgewerkt: Feb 03, 2020 ⏰

Voeg dit verhaal toe aan je bibliotheek om op de hoogte gebracht te worden van nieuwe delen!

Catatan Mimpi BurukWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu