The Struggles

1.1K 49 3
                                    


Masyan💙 calling...

"Assalamualaikum. Halo?"

"..." Aku belum menjawab, masih sibuk mengatur napas.

"Halo? Kok nangis?"

Yaampun Mas Rian sepeka itu... "Nggak, nggak nangis"

Mas Rian tertawa kecil diujung telepon, "Kenapa?"

"Nggak nangis kok!" aku masih bertahan, padahal memang suaraku masih berat sehabis nangis.

Aku memang habis menangis. Kalau ditanya karena apa, sebenarnya jawabannya sangat simpel, karena aku sedang lelah dengan tugas akhir kuliah. Susah cari judul dan topik, sudah nulis sampai dua bab, setelah konsul lagi sama dosen pembimbing, minta dirubah lagi judul dan topik baru. Aku benar-benar lelah. Sempat aku berpikir mau minta Mas Rian nikahin aku aja.

"Karena skripsi ya?"

"Enggak"

Hebatnya Mas Rian itu, tanpa kita cerita, dia sebenarnya udah tau kenapa. Mungkin karena Mas Rian banyak diam, dia lebih banyak mendengar dan mengamati, beda sekali dengan aku yang lebih vokal dalam menyampaikan pendapat, banyaknya lebih egois.

"Semangat dong" ujarnya lembut.

Yaampun Mas Rian. Aku sebenarnya berat mau cerita akan hal ini, karena Mas Rian tadi sore cerita dia gagal masuk perempat final China Open, dan dia tenang-tenang aja, responnya netral. Masa aku yang kena revisi dosen aja sampai nangis-nangis?

"Mas..."

"Apa?"

"Aku nangis bukan karena skripsi"

"Terus apa?"

"--- Kangen"

Mas Rian tertawa kecil, yang membuatku senyum-senyum sendiri karena ngebayangin bentuk muka Mas Rian pas aku bilang kangen.

"Sama kok. Aku juga."

Giliran aku yang tertawa kali ini, mengambil guling di sebelah untuk kemudian memeluknya erat-erat, membayangkan kalau aku sekarang lagi peluk-peluk Mas Rian. Eh, nggak, aku yang dipeluk-peluk Mas Rian.

"Skripsinya nggak usah terlalu dipikirin. Emang sih penting, tapi kalau sampe bikin kamu stress gitu, ya nggak bakal selesai juga. Jalanin aja, pasti bisa" ujar Mas Rian.

"Iya, Mas. Makasih ya..." Aku jadi terharu, kemudian mengeluarkan suara tangis kecil.

"Loh kok nangis lagi? Kan aku bilang jangan dipikirin..."

"Mas Rian sih!"

"Kok aku?"

"Abis Mas Rian jauh, aku kesel, jadinya nangis"

Ia tertawa lagi, "Lusa aku sampai di Jakarta. Kita ketemu ya?"

"Ih serius? Mau! Kapan?"

"Langsung aja, nggak apa-apa."

"Nggak capek?"

"Nggak"

"Ih serius? Kan abis long flight gitu mas"

"Gak apa-apa. Kan kangen"

Yaampun Mas Rian. Aku yang dengerin di telepon bisa speechless, nutupin mataku pake tangan karena malu sendiri. Padahal orangnya ada di belahan dunia sebelah sana, kalau dia liat pasti mukaku sudah merah.

"Kamu.... kalau ada apa-apa, cerita. Aku nggak apa-apa. Aku nggak keberatan dengerin cerita kamu. Kalau kamu selalu dukung aku waktu tanding, aku juga harus dukung kamu di 'pertandingan' kamu sendiri."

Mas Rian itu orangnya pengertian, ngalah, sabar, bijaksana dan jauh lebih dewasa dari umurnya. Aku ngomong gini bukan karena Mas Rian pacarku, aku yakin orang lain yang banyak berinteraksi dengan Mas Rian pasti langsung bisa mengerti Mas Rian. Memang hobbynya main game, tapi Mas Rian tau waktu dan batasan. Aku nggak tau apa lagi selain terima kasih yang aku mau ucapin kepada Tuhan karena udah biarin aku kenal Mas Rian.

"Mas, makasih ya"

"Buat apa?"

"Buat semuanya. Aku sayang kamu, Mas"

"Aku lebih sayang."

Adoring You (Rian Ardianto)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें