2

378 22 0
                                    

Suatu siang di hari minggu setelah dua tahun rencana pertunangan Kak Erina batal, takdir menuntunku ke tempat lain.

"Eri... ka?" Sapa seseorang memanggil namaku tetapi terdengar sedikit ragu.

Aku mengenali suara itu, suara rendah dari pria berkulit kuning langsat dengan postur tubuh tinggi tersebut. Mendengar suara yang selalu kudambakan itu aku pun membalikkan badan. Ternyata benar. Dugaanku tidak salah. Pemilik suara tersebut adalah Darius Salim.

"Kak Darius!" seruku memekik senang dan mungkin sedikit berlebihan.

Bukan salahku jika aku histeris kegirangan karena aku bertemu dengan pria yang selama ini diam-diam menjadi pangeran dalam mimpiku. Pangeran berkuda putih dengan senyum menawan dalam bunga tidurku. Dan, tentu saja ini sungguh kejutan yang luar biasa.

"Long time no see... terakhir kita bertemu dua bulan lalu, kan?" tanya Kak Darius sambil menggaruk tengkuknya dan dari gestur tersebut Kak Darius terlihat canggung.

Dua bulan lalu secara mengejutkan, aku dan mantan calon tunangan Kak Erina tidak sengaja bertemu di bandara Suvarnabhumi setelah aku menghadiri international conference di Bangkok, Thailand. Kami mengobrol sebentar karena pesawatku sudah akan boarding sehingga kali ini aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku saat bertemu dengannya kembali secara kebetulan, seolah benang takdir menunjukkan jalannya—atau itulah harapan terbesarku.

Sejak bertemu dengannya dua tahun lalu aku selalu berpikir mungkin kami berjodoh karena aku tidak pernah mengalami ketertarikan berlebihan seperti ini. Harus kuakui mungkin aku telah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Kak Darius.

"Kak Darius sendirian?" tanyaku sambil menatap troli yang hampir penuh dengan barang-barang belanjaan rumah tangga.

Aku harus menelan pil kekecewaan. Belanjaan tersebut tidak seperti belanjaan seorang pria lajang. Mungkinkah dia belanja dengan wanita yang kemungkinan adalah kekasihnya?

"Aku tidak sendirian, ini semua belanjaan ibuku."

Oh, untung bersama ibunya. Bukan kekasihnya. Aku mendesah lega karena mendapati sosok yang kukira pasangannya itu ternyata ibunya. Aku tidak tahu kabar terakhir Kak Darius setelah pertemuan terakhir di Suvarnabhumi tersebut.

Pertemuan yang secara kebetulan terjadi di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di mall yang ada di Jakarta Selatan itu pun berlanjut dengan makan siang.

"Apa kesibukan Erika saat ini?" tanya Ibu Kak Darius, Tante Dyah.

Wanita itu sangat cantik di usia yang sudah tidak muda lagi. Sepertinya ketampanan Kak Darius diwarisi dari ibunya.

"Er... Erika masih sibuk dengan kuliah S2. Semester depan Insya Allah lulus."

"Tante kira Erika masih S1 loh, kecil-kecil ternyata udah S2. Habis lulus S2, Erika langsung bekerja atau," kata Tante Dyah sambil melirik wajah Kak Darius, "menikah?"

Kak Darius menatap tajam mata mamanya dan aku hanya menjawabnya dengan senyum. "Erika belum tahu, Tante. Dosen Erika menyarankan Erika mengambil kesempatan beasiswa ke Jerman saat Erika bilang ingin menjadi dosen," jelasku yang diiringi dengan senyum Kakam di wajah Tante Dyah.

Tante Dyah berpikir sejenak, "Hmm... dosen? Seperti almarhum ayahmu?"

Aku mengangguk pelan, mengiyakan. "Tante senang melihat kalian berdua, kamu dan kakakmu, yang memilih sebagai wanita karir dan pendidikan. Tidak seperti dua adik Darius yang memilih menikah muda karena tidak mau melanjutkan studi dan berkarir." Suara itu diiringi desahan pelan bernada kecewa kemudian mengajukan pertanyaan yang membuatku hampir menyemburkan minuman.

"Apa Erika masih single? Mau nggak sama Darius?" tanya Tante Dyah yang membuat Kak Darius menggelengkan kepala, tidak percaya dengan apa yang dikatakan ibunya.

Aku berusaha mengendalikan degup jantung dan ekspresi wajahku yang mungkin terlihat sangat senang secara berlebihan. Tentu saja aku bersedia!

Namun seringai lebar yang kutahan mati-matian itu seketika menghilang saat kulirik wajah Kak Darius tampak tidak tertarik dan menunjukkan ekspresi terganggu. Aku tahu Kak Darius tidak pernah tertarik denganku. Ia hanya tertarik dengan Kak Erin yang cantik dan supel. Bukan orang pendiam dan canggung sepertiku.

Takdir kembali menemukan jalannya. Secara kebetulan, aku bertemu Tante Dyah di salah satu butik langganan Kak Erina ketika Kak Erina memintaku mengambilkan gaun malam pesanannya. Tante Dyah lalu mengajakku makan malam dan menanyakan bagaimana pendapatku mengenai Kak Darius secara blak-blakan. Sepertinya Tante Dyah ingin menjodohkan salah satu putri almarhum Papa dengan anaknya.

Setelah mendengar jawabanku yang secara jujur mengatakan ketertarikanku pada putranya, Tante Dyah selalu memberiku kesempatan untuk mendekatkan hubunganku dengan Kak Darius. Akhirnya, dengan berbagai usaha Tante Dyah resmi menjadi calon ibu mertuaku dua bulan kemudian. 

[END] Losing the red stringWo Geschichten leben. Entdecke jetzt