Aku mengikuti Clara ke sebuah ruangan. Aku benar-benar kagum melihat seisi ruangan yang dipenuhi pakaian dengan rancangan yang rumit dan ada juga yang terlihat klasik dan unik. Kulihat sebuah lemari besar sudah berjejer gaun-gaun yang mewah dan anggun bahkan ada yang terkesan glamour dengan hiasan pernak pernik seperti permata dan benang emas.

"Semua ini kau yang merancangnya?" tanyaku masih merasa takjub.

"Tentu saja. Kau menyukainya?"

"Rancanganmu sangat keren, Clara. Pantas saja Kenzie mengajakku kemari."

Aku sudah terduduk di kursi rias sementara Clara masih menyiapkan alat-alat rias dibantu dengan asistennya.

"Pakailah baju ini dulu selama kami meriasmu." Asisten Clara menyodorkan sebuah kain tipis berwarna putih dengan model kimono handuk.

Aku menerimanya dan langsung ke ruang ganti. Tak butuh waktu lama, aku sudah kembali duduk dikursi rias. Asisten Clara sudah keluar dari ruangan dan sekarang hanya tinggal aku dan Clara. Clara mulai menjepit rambut dengan penjepit, terutama dibagian poniku. Sesekali ia terlihat berfikir sejenak sambil menatapku untuk memilihkan warna yang cocok dengan karakter wajahku.

Clara memulai aktifitasnya dengan mengoolesi wajahku dengan beberapa krim yang terasa dingin lalu meratakannya.

"Sudah berapa lama kau mengenal Kenzie?" tanyanya sambil menatapku dari ceriman.

"Dia teman kecilku. Kira-kira—sudah ada dua belas tahun mengenalnya," jawabku sambil sesekali memperhatikan wajahku dicermin.

"Oh, aku kira kau benar-benar pacarnya. Dia pernah cerita padaku tentang gadis impiannya."

"Gadis impian?" Aku menyipitkan mata.

Clara mengangguk cepat. "Dia bilang gadis itu berambut panjang dan memiliki mata kelabu yang teduh. Dan kupikir—kaulah orangnya."

Aku terkekeh. "Itu tidak mungkin. Dulu dia pernah bilang padaku kalau aku bukan tipe wanita idamannya."

"Apa kau pernah punya perasaan padanya? Hmm—seperti perasaan ingin dekat dengannya lebih dari seorang teman misalnya."

"Hmm—dulu aku pernah menyukainya. Dia baik dan selalu menolongku di saat aku kesulitan beberapa hal. Yah, sampai sekarang aku masih mengaguminya."

"Pejamkan matamu!" Titahnya sambil mengoleskan bubuk padat dipelupuk mataku. "Hanya mengaguminya saja? Tidak ada perasaan lain seperti jatuh cinta?" tanyanya sambil mengusap-usap mataku lalu mengaplikasikan Eyeliner di sana.

Aku memutar otak sejenak dalam mata terpejam. "Hmm—tidak."

"Okey. Tunggu sebentar." Clara seperti menghilang dari balik pintu dan mataku masih terpejam. Tak berapa lama Clara kembali masuk. "Nah sekarang buka matamu."

Aku membuka mataku dan rias diwajahku sudah selesai. Aku tidak menyangka wajahku secantik ini. Aku bahkan tidak mengenali diriku didalam cermin. Clara memang pandai merias.

"Sekarang tinggal berganti pakaian!" ucapnya sambil menimang sebuah Coast Dress berwarna peach. "Sepertinya ini sangat cocok untukmu." Clara menyodokan Dress itu dan langsung kuterima.

Aku mulai memasuki ruang ganti. Didalam sana aku menimang-nimang sekali lagi dress yang sudah berada dalam genggamanku. Tak lama kemudian, aku mulai menanggalkan pakaian riasku dan menggantinya. Kuamati diriku didalam cermin. Dressnya nyaman tidak terlalu ketat ditubuhku. Kutatap diriku yang terlihat anggun dicermin. Aku tersenyum dan sekali lagi, Clara benar-benar hebat.

Clara menyisir rambutku setelah aku keluar dari ruang ganti. Ia membiarkan rambutku tergerai dengan memberi hiasan sebuah bando tipis berwarna senada dengan rambutku yang hanya dihiasi bunga mawar berwarna peach. Kulihat sekali lagi diriku dicermin sementara Clara sudah tersenyum di belakangku.

Loizh II : Areyजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें