Chapter 3

4.2K 128 2
                                    

Dianto POV

"Dianto Cakra Lesmana apakah anda bersedia menerima Nina Gisella Darmawan sebagai istri anda baik dalam keadaan suka maupun duka?"

"Ya saya bersedia"

Air mataku meleleh ketika mengingat memory sumpah setiaku untuk menemani wanita yang paling kucintai dalam hidupku, yang tengah terbujur kaku di hadapanku saat ini.

Aku mendekatinya sambil masih terus berharap adanya sebuah keajaiban bahwa mayat wanita didepanku ini bukanlah istriku, walaupun aku tahu itu mustahil.

Aku terus menatap berulang-ulang wajah wanita yang sudah tak bernyawa itu. Aku ingin memantapkan hatiku yang seolah ingin lari dari kenyataan karena baru saja pagi-pagi buta tadi kulihat wajah itu mengembangkan senyum di bibirnya, meminta ijin kepadaku untuk pergi berbelanja seperti yang biasa dia lakukan setiap harinya.

Aku tidak pernah menyangka bahwa itu adalah terakhir kalinya aku melihatnya tersenyum padaku.

Mataku tak akan pernah bisa melihat lagi senyuman yang selalu menghiasi hari-hariku. Telingaku tak akan pernah mendengar lagi suara manjanya yang biasa terlontar dari bibir manisnya itu. Dia terdiam seribu bahasa, membisu dan bibirnya mulai membiru.

Aku mengelus lembut bibirnya sambil beralih ke pipinya yang mulai terasa dingin, sedingin hatiku saat ini. Air mataku menetes deras membasahi wajahnya yang sedang tertidur dalam keabadian. Dia tetap terlihat cantik.

Wanita itu memang Nina istriku yang sangat kucintai dan ibu dari putri semata wayangku.

Aku merasa telah melanggar sumpah setiaku sebagai seorang suami yang seharusnya menjaganya dalam suka maupun duka, namun aku belum sempat membuatnya bahagia.

Dia telah berkorban terlalu banyak untuk memperjuangkan cintanya padaku. Dia lebih memilih untuk tetap menikah denganku yang saat itu hanya bekerja sebagai sopir pribadinya, walaupun keluarganya yang kaya raya itu menentang keras hubungan kami.

Dia adalah seorang wanita yang  berpendirian kuat hingga membuatnya nekat tetap menikah denganku, meski tanpa restu dari kedua orang tuanya. Dia terusir dari rumah yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang, hanya demi untuk meraih impiannya membina rumah tangga denganku. Dia rela meninggalkan kehidupannya yang mewah itu dan bersedia hidup sederhana menjadi pendamping hidupku.

Hari ini pengorbanannya mencapai klimaxnya, dengan setia dia menjadi istriku sampai ajal menjemputnya.

Selamat jalan istriku tercinta...Terima kasih atas cinta dan pengorbananmu...Kau adalah cahaya yang membawa terang dalam hidupku...Mungkin, hidupku akan kembali gelap seperti dulu sepeninggalanmu kelak...Aku sungguh mencintaimu dengan segenap hati dan jiwaku yang saat ini terasa ikut pergi bersamamu...Kau adalah istri terbaikku...Maaf, aku belum sempat membahagiakanmu...Aku sungguh bukanlah suami yang baik...

Aku memeluk jenazah istri tercintaku itu dengan hati yang hancur tak bersisa sambil menangis sejadi-jadinya, membasahi selimut putih yang menutupi tubuh polos istriku itu dengan air mataku. Aku meratapi kepergiannya sambil kucium keningnya untuk terakhir kalinya karena pihak keluarganya meminta jenazah Nina untuk diserahkan kepada mereka.

Aku tidak ingin egois karena aku telah mendapatkan cintanya dan mencurinya dari kedua orang tuanya. Aku dengan tulus dan ikhlas merelakan jika mereka menginginkan jasad istriku yang sudah mereka pelihara dari kecil hingga dewasa. Mereka lebih berhak atas tubuhnya, sebab bagaimanapun juga seorang anak akan selalu berhutang budi pada kedua orang tuanya, yang telah merawat dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang.

Andai jika waktu boleh terulang, aku rela melepas cintaku ini padanya karena terlalu mahal harga yang harus dibayar. Mungkin, dia akan tetap hidup bahagia dengan keluarganya sampai hari ini, jika aku tidak pernah hadir dalam kehidupannya.

What is Love? (ManxBoy)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن