"Gak ada, ya! Diem atau gue tuangin nih sambel ke mulut Lo!" ancam Via seraya mengambil ancang-ancang untuk menuangkan sambal dalam mangkuk, ke arah Rosa.

Rosa hanya menjulurkan lidah, mengejek. Tatapannya lalu tertuju pada Mima yang sejak tadi anteng menikmati baksonya. "Eh, Ma! Gimana Pak Arlan? Udah ada tanda-tanda belom?" Mendengar pertanyaan tersebut, Mima sontak mengernyitkan dahinya.

"Tanda-tanda apa? Hamil?" Rosa dan Via kontan tersedak bersamaan.

"Gila! Ya, lo mikir aja apa si Bapak bisa hamil, Maemunah? Temen-temen gue nih gak ada yang normal ya pikirannya, heran!" Lagi-lagi Via menggerutu.

Rosa berdecak, "Bukan gitu. Maksud gue tuh tanda dia mau ajak lo ke ranah yang serius! Ada belom?"

Mima hanya ber-oh ria sebelum akhirnya menggedikan bahu. "Gak tau." Sebuah jawaban yang sangat tidak membuat Rosa merasa puas.

"Kok gak tau?"

"Ya, gak tau. Lagian kita masih perlu waktu buat saling mengenal lebih dalam lagi, kita gak terburu kali baru juga pacaran. Cuman kalo soal keluarga ya udah sama-sama tau. Kalo Lo baru panik, udah belasan tahun pacaran belom dinikahin gue!"

Rosa lantas melototkan matanya. "Sekarang udah mau nikah, ya!"

"Sekarang. Untungnya aja lo dilamar. Coba bayangin kalo si Fariz spek fuck boy, makan hati yang ada!" serobot Via, membuat Mima tertawa seolah setuju dengan apa yang Via katakan.

Si korban ejekan hanya mencibir dan kembali fokus pada pembicaraan. "Tapi katanya Pak Arlan temenan sama Bu Bella dari kecil, ya? Lo gak ada takut apa, Ma?" tanyanya lagi yang kali ini menarik minat Via untuk berjulid.

"Iya, ih! Lo pernah bilang kalo Pak Arlan sempet naksir tuh Porselain, lo gak cemas belio gagal move on dari dia?"

Mima menatap kedua temannya secara bergantian tanpa mengehentikan kegiatan mengunyahnya, kedua pipinya yang penuh sangat mendukung dengan ekspresinya yang sekarang cemberut.

"Gak boleh gitu lah! Kalian kan temen gue, kok malah nakut-nakutin! Lagian bukannya kita udah bahas masalah ini, ya?" Via mendelikan kedua matanya.

"Bukan nakutin! Kita cuman mau Lo supaya lebih waspada aja. Hati-hati sama spek Bu Bella. Dia merasa punya kuasa gede, jadi Lo jangan santai mulu! Gue gak mau terus terlibat kedalam masalah percintaan kalian, ya!"

"Enggak! Gue kan udah yakin Pak Arlan juga bukan cowok haus cewek, kok. Kalo emang Pak Arlan gagal move on, mungkin dia milih deketin Bu Bella dari semenjak pulang kali. Bukannya macarin gue!" sewot Mima lalu meneguk es tehnya, sekaligus meredakan panas yang mendadak terasa membakar hati.

"Iya deh iya, kita juga percaya sama Pak Arlan. Tapi gue mah kagak percaya sama Bu Bella, Ma. Asli dah!"

"Sama, gue juga gak percaya. Bu Bella tuh ngeri-ngeri sedep, pokoknya hati-hati deh." Mima terdiam setelah mendengar peringatan yang diberikan oleh kedua temannya.

Tanpa kedua temannya beritahu pun Mima sudah berwaspada sejak awal bertemu Bella, karena dari awal pertemuan pun Bella sudah menunjukan ketidaksukaan terhadap dirinya. Dan semakin dibuat jelas saat mereka bertemu di kediaman Arlan, bahwa Bella bukan tipe orang yang menerima kekalahan.

Mima hanya sedang menunggu, langkah apa yang akan Bella ambil selanjutnya.

•Beloved Staff•

"Mas Arlan!"

Senyuman Arlan mengembang manis ketika melihat Mima yang berlari kecil ke arahnya dengan lucu, rambutnya yang dikuncir kuda terlihat meloncat-loncat seirama dengan langkah kaki wanita itu. Hatinya selalu hangat setiap kali mendengar Mima memanggilnya dengan embel-embel 'Mas'. Iya, Arlan baper.

My Beloved Staff (TAMAT)Место, где живут истории. Откройте их для себя