Arlan melebarkan senyumannya, diusapnya puncak kepala Mima sampai membuat sang empu tersentak. "Makan yang banyak, Jemima!" Usapan yang terasa lembut dari telapak tangan lebar Arlan memberikan dampak tak terduga pada Mima.

Rasanya hangat dan ajaibnya kehangatan tersebut mengalir hingga ke kedua pipinya, lalu turun ke hati. Tidak pernah ada yang melakukan itu kecuali papanya, saat kecil Mima sering mendapatkan usapan tersebut saat sedang bersama sang papa, beranjak dewasa sampai papanya menikah lagi pun beliau masih sering melakukannya meski Mima jadi agak malu karena sudah besar. Lalu sekarang pria lain justru melakukannya.

Mendadak Mima serasa tuli, keadaan di sekitar seperti sunyi dan hanya detak jantungnya saja yang terdengar.

Ketika ia mendongak, Mima dihadapkan dengan Arlan yang masih tersenyum. Kerutan khas di pangkal hidungnya tiap kali pria itu senyum memberikan kesan manis di wajahnya. Sekarang Mima setuju dengan apa yang Via katakan; kalau Arlan itu tampan dan menarik diwaktu yang bersamaan.

•Beloved Staff•

Mima berlari menyusuri koridor lantai 3 sambil sesekali menoleh ke belakang, seperti sedang menghindari seseorang. Raut wajahnya kentara sekali kalau wanita itu terlihat cemas, ia bahkan sampai tidak sadar mengabaikan beberapa orang yang menyapanya.

Mima berbelok ke sebuah kamar mandi dan menutup salah satu bilik sebelum akhirnya menghembuskan napas lega karena berhasil menghindar dari Arlan. Ya, sejak tadi dia mati-matian menjauh dari pria itu karena Arlan mengajaknya untuk pergi ke ruangan bersama, namun Mima menolak dan alhasil kabur saat Arlan tidak sadar.

Bukannya apa-apa, tapi kondisi jantung Mima kembali tidak baik-baik saja setiap ada didekat Arlan. Apalagi kalau sampai Arlan berlaku aneh-aneh, seperti tersenyum atau menyentil keningnya. Jantungnya suka sekali berulah dan memberi tanda kemerahan di pipi, Mima takutnya Arlan menyadari kalau dirinya sedang salah tingkah. Kan bahaya!

Mima tidak mau dan tidak mau peduli dengan reaksi aneh yang dirinya rasakan, yang jelas untuk saat ini menghindar dari Arlan adalah hal yang tepat sebelum nantinya mereka kembali bertemu. Karena Mima yakin jika rasa yang muncul itu hanya datang sesaat dan akan hilang dengan sendirinya.

Logika saja, wanita mana yang tidak akan salah tingkah kalau diusap kepalanya seperti tadi?

Sedang asyik merenung sendiri, suara seseorang tiba-tiba terdengar melintas di telinga Mima. "Apa sih hebatnya dia? Letak cantiknya dimana? Masih mendingan gue kemana-mana. Cuman karena dia gue jadi dicuekin, sakit emang matanya!" Kening Mima berkerut ketika suara tersebut terdengar tak asing di indera pendengarannya. Sedangkan orang itu terus mendumal dari luar.

Mima lantas berinisiatif untuk sedikit membuka pintu bilik, mendapati sosok Lova yang sedang berdiri didepan cermin. Gadis itu nampak sibuk berbicara sendiri.

"Gue udah coba segala cara buat bikin perhatian lo balik ke gue, tapi ternyata di Jemima boncel itu udah tutup mata lo. Gak tau diri! Bahkan prestasi dia di kantor ini pun gak ada tapi bisa-bisanya Pak Arlan suka sama dia!" Seperti ada benda tajam yang menikam dada Mima, wanita itu terhenyak setelah apa yang Lova katakan.

Gadis muda itu, yang sering bersikap manis didepannya seolah seorang teman, kali ini sedang menjelekkan dirinya?

"... Jemima! Lo cuman bisanya nyuruh-nyuruh gue doang kayak kacung, padahal lo gak bisa ngapa-ngapain disini. Liat aja, gue bakal bales lo kalo gue keterima jadi pekerja tetap disini."

Mima tersenyum tak percaya. Emosinya langsung naik ke ubun-ubun begitu tahu seperti apa pandangan Lova kepadanya selama ini, bahkan Lova tidak segan mengatakan hal yang lebih buruk.

Gadis itu sudah memupuk kebencian sejak lama dan semakin menjadi-jadi semenjak dirinya dekat dengan Arlan. Apa itu juga alasan mengapa Lova mengikuti gayanya?

My Beloved Staff (TAMAT)Where stories live. Discover now