07•Waktu yang Terhenti dan Mereka yang Telah Mati

247 31 5
                                    

Di sisi ruang yang seakan terasingkan, tempat di mana lampu menyorot tepat di atas kepala

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di sisi ruang yang seakan terasingkan, tempat di mana lampu menyorot tepat di atas kepala. Debuman tanpa henti menggema di seisi studio tinju yang terletak di bawah tanah itu. Di antara orang-orang yang sibuk mencari rekan untuk berlatih tanding, Saka mengambil satu tempat di sudut ruangan bersama samsak tinju. Di mana tak akan ada seorangpun berani mengusiknya, selain berisik di kepala.

"Kak, kenapa sih lo benci banget sama gue? Emang gue ada salah sama lo?"

Ketika itu, gambaran wajah Zean menyeruak di ingatan bersama sepenggal kalimat yang menjadi awal perseteruan mereka hari itu.

"Lo pikir gue bisa hidup tenang setelah kejadian itu? Lo salah besar kalau mikir selama ini hidup gue baik-baik aja, Kak."

Sekali lagi potongan obrolan itu muncul, membakar bara yang semula nyaris padam untuk kembali menyala. Saat itu juga Saka mengeratkan kepalan sarung tinjunya. Mendaratkan pukulan untuk kesekian kalinya pada samsak yang ia jadikan pelampiasan.

Masih terekam dengan sempurna setiap penggal kata yang tersuarakan dalam perjumpaan singkat itu. Saka sendiri tak begitu mengerti, tetapi segalanya terasa memuakkan ketika Zean berada di dekatnya. Ia benci cara anak itu mengumbar cerita penuh derita hanya untuk mendapat belas kasihnya. Ia benci kala netra gelap itu menatapnya penuh luka, berharap ia akan iba.

Kenyataannya Saka mengetahui seluruh luka yang anak itu simpan, namun ia menepis. Berdalih bahwa itu adalah harga yang harus adiknya bayar karena telah merenggut kedua orang tuanya. Tidak, itu bahkan belum sebanding dengan duka yang ditinggalkan.

Sekali lagi tangannya terkepal kuat, pukulan disusul tendangan beruntut membuat rantai pengait di atas samsak gemetar. Peluhnya kembali jatuh. Deru nafasnya pun tak lagi teratur, tetapi nampaknya ia masih enggan menyudahi kegiatannya itu.

"Si Saka kenapa dah? Vibesnya udah kayak gebukin maling ayam. Garang pisan euy."

"Jangan diganggu. Dia lagi pasang mode senggol bacok. Mending kita cabut, gue ngga mau cari masalah sama dia."

Dan begitu kata orang-orang yang hanya berani memerhatikan dari kejauhan. Memastikan keberadaan mereka tak memasuki jangkauan pandangan Saka. Ya, tak seorangpun kecuali satu orang yang berani menyampirkan handuk di kepalanya.

"Jangan sangar-sangar. Lo bikin suasana di sini makin suram, tau ngga?" tukas cowok yang bahkan kedatangannya tak Saka sadari.

Semula, Saka berniat untuk mengajak berduel orang yang telah berani mengganggunya di saat suasana hatinya sedang tak baik. Namun seketika urung begitu sosok Keandra yang muncul dan hanya decakan kesal yang akhirnya tersuarakan.

"Lo ngapain di sini? Bukannya lo ada kelas."

Saka mempertanyakan keberadaan Keandra di sana. Pasalnya ia yakin ada mata kuliah yang harusnya temannya itu hadiri saat ini. Sekalipun jurusan bisnis yang diambilnya tak sesuai keinginannya, tetapi ia tahu Keandra bukanlah orang yang meninggalkan tanggung jawabnya tanpa alasan.

Tatkala Senja Memanggil Pulang [LeeHaechan]Where stories live. Discover now