Mengertilah

0 1 0
                                    

Ini adalah kali kedua Cakra melakukan besuk semenjak Nur dipindahkan ke lapas. Ia sibuk mencari cara supaya emaknya bisa bebas. Sebenarnya, beberapa dari gembong preman daerah lain, atau pun dari orang-orang  yang juga punya kekuatan dan kuasa besar memberi tawaran bantuan untuk membebaskan Nur. Namun, Cakra tak bisa berbuat apa-apa lagi karena Nur menolak akan hal itu.

“Lebih baik Emak di sini sampai masa hukuman habis. Kau bisa membeli hukum, sama saja kau menunjukkan bahwa Emak kau ini seorang penjahat. Biarlah, semua sudah terjadi. Ada saatnya kebenaran menang dengan sendirinya.”

“Mereka bisa menjebloskan Emak ke sini juga karena uang, Mak. Mereka semua tak kalah jahatnya! Tolong, kali ini biarkan aku membebaskan Emak dengan caraku.”

“Emak berterima kasih atas niat baik kau itu.”

“Besok, lusa, atau satu minggu lagi? Cukup. Emak jangan menyia-nyiakan kesempatan ini.” Sorot mata Cakra penuh harap. Ia ingin Nur tak berkeras hati.

Nur menghela napas, “Tolong sampaikan kata maaf, juga terima kasih pada orang-orang yang berniat membantu Emak.”

“Mak ....” Cakra tak bisa berkata-kata lagi.

 Entah apa yang ada dalam pikiran Nur saat ini. Dengan kekehnya menolak bantuan yang diberikan secara cuma-cuma. Nur pun tetap tak mau melangkahkan kakinya dari sana meski pintu telah terbuka lebar.  

“Apa Emak sedang berusaha menghukumku?” Cakra tak bisa menutupi kekecewaannya.

Nur menggeleng, “Kenapa kau sampai berpikir seperti itu?”

“Apa lagi emangnya, Mak? Emak di sini karena aku. Jujur sama aku, Mak! Emak pengen bebas, bukan? Emak marah sama aku, kan? Makanya Emak nolak bantuan dariku.

Katakan, harus seperti apa caranya aku membebaskan Emak? Ngemis-ngemis sama para penegak hukum itu? Mustahil kalau mereka mau mengabulkannya! Caranya cuma satu, ngasih mereka pelajaran!” Cakra tak bisa menahan kesahnya lagi.

“Cukup, Cakra! Kau boleh peduli sama Emak. Sangat boleh ..., Nak. Tapi, sekarang ini ibarat nasi sudah menjadi bubur. Biar saja Emak menikmatinya dengan tenang. Dan jadikan semua ini pelajaran,” sahut Nur yang mencoba menekan suaranya supaya tidak mengundang perhatian.

Nur tertunduk seraya meremas ujung bajunya. “Pulanglah! Suatu saat nanti kau akan mengerti ucapan Emak. Kau tak perlu merasa bersalah atas hal ini,” ucapnya yang kemudian mengangkat wajah dan menatap Cakra kembali.

Cakra bergeming. Waktu pun terus berjalan. Ia ingin marah, tetapi tak kuasa. Ya, benar. Mungkin ini adalah cara Nur menyayanginya. Memberi sebuah pelajaran yang sangat berharga untuknya, sekarang ataupun nanti.

🍃🍃🍃

Lampu teras berkedip cepat dan mulai kehilangan kekuatannya sewaktu Cakra menapak ke halaman rumah yang rumputnya sudah makin meninggi. Ketokan pertama pada daun pintu tidak mendapat balasan. Pun ke dua sama saja. Kemudian, Cakra merogoh saku celana untuk mengambil ponsel.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 28, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Yang Kusebut RumahWhere stories live. Discover now