Haven

24 21 0
                                    

Selamat datang di studio Golden Hours. Cuaca hari ini berawan seperti hari kemarin.

"Kau mengganti siaran radionya?" Tanya Mark pada Juno, asisten pribadinya yang merangkap tugas menjadi sopir.

"Tidak, memangnya kenapa?"

"Bukan apa-apa." Jawab Mark datar.

Suara lembut penyiar radio itu kembali terdengar.

Lagu pertama hari ini adalah lagu "Fall" yang dibawakan oleh penyanyi klasik terkenal yaitu Jimi. Diaransemen dan ditulis oleh Haven. Seorang penulis lagu yang sangat misterius.

"Ini bukan suara Alice." Batin Juno, kemudian sadar apa alasan bosnya menanyakan soal chanel siaran.

Lagu di radio diputar, Mark yang duduk dikursi belakang diam mendengarkan tanpa ekspresi.

"Jansen bilang ingin mengundangmu untuk wawancara terkait lagu ciptaanmu yang sedang hits. Kau mau datang?" Tanya Juno melihat Mark melalui pantulan kaca mobil di tengah.

"Tidak." Jawab Mark singkat.

"Aku tau, kau hanya tidak ingin identitas Haven terungkap, tapi kita mengenal Jansen dengan baik. Dia pasti akan menjaga rahasia ini."

Mark diam memejamkan mata. Tanda bahwa dirinya malas untuk mengatakan TIDAK yang kedua kali.

Juno menghela nafas pasrah, kembali fokus menyetir. Bekerja dengan Mark selama lima tahun sudah cukup membuat Juno paham diluar kepala dengan sifat Mark yang suka mengasingkan diri dari dunia luar. Itu sebab Mark takut orang-orang akan membicarakan kekurangan fisiknya.

***

Di tempat lain, studio Golden Hours.

"Banyak pendengar bertanya mengapa kita mengubah penyiarnya. Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Jansen panik, meminta pendapat tim produser. Namun tidak ada ide yang disampaikan.

Evelyn yang baru datang memberi saran. "Sebaiknya kita langsung memberi tahu pendengar bahwa aku penyiar pengganti?"


Jansen menatap Evelyn. "Tidak! Terimakasih." Tolaknya dengan nada sarkas.

Evelyn lalu diam, tau jika Jansen benar-benar marah saat ini, dan mungkin sedang membutuhkan seseorang untuk menjadi target kemarahannya, jadi sebaiknya Evelyn diam. Meski Jansen adalah sepupunya, tapi dilingkungan kerja, mereka harus profesional.

Karena tak kunjung mendapatkan satu pun ide untuk menangani masalah, Jansen akhirnya menyerah,

"Mulai saja segmen kedua- Evelyn, ikuti instruksi dari Tama!" Perintahnya pada semua tim.

"Maaf aku terlambat." Suara Alice menginterupsi ketegangan di studio.

Semua orang yang berada didalam ruangan itu sontak menoleh kearah Alice yang baru datang, dengan nafas tersengal akibat buru-buru.

Melihat pelaku yang menyebabkan kekacauan sudah datang, kemarahan Jansen semakin tak terkontrol.

"Kenapa kau tidak mengangkat telfonmu?" Bentaknya kesal.

"Maaf, tapi ponselku hilang entah dimana."

Semua yang diruangan tidak bisa berkata-kata lagi. Sudah terlalu hafal jika Alice memang kerap datang terlambat, jadi kali ini entah hanya alasan atau memang faktanya demikian.

Inilah alasan kenapa Jansen tidak mau memperkerjakan karyawan yang sudah menikah. Jika saja Alice bukanlah kakak iparnya, Jansen pasti sudah memecat wanita itu jauh-jauh hari.

Tama menepuk pelan bahu Evelyn yang ikut menyimak keributan.

"Sebentar lagi lagunya selesai. Tolong pikirkan sesuatu untuk menyelesaikan siaran hari ini dengan lancar."

"Oke, serahkan padaku." Jawab Evelyn dengan percaya diri.

Evelyn segera masuk kedalam ruang siaran, lalu memasang headphone-nya.

"Selamat datang kembali di stasiun radio Golden Hours. Dipersembahkan langsung pada 31.2 FM. Banyak pendengar bertanya mengapa penyiarnya terdengar berbeda hari ini. Sebenarnya ini adalah permainan kecil yang telah direncanakan oleh tim program kami untuk pendengar setia selama pembukaan. Baiklah selanjutnya..." Evelyn menoleh,

"Halo semuanya, saya Alice. Kemampuan untuk membedakan suara akan memungkinkan seseorang untuk menikmati musik dengan lebih baik. Tampaknya pendengar kita memiliki telinga yang sangat tajam ya." Puji Alice diiringi kekehan kecil.

Evelyn yang merasa tugasnya sudah selesai, melepaskan headphone dan bersiap untuk pulang. Saat ia keluar ruang siaran, Jansen mengacungkan jempol seolah mengucapkan "kerja bagus" padanya.

Disamping Jansen, ada Tama yang tersenyum bangga kearahnya. Evelyn balas tersenyum lalu membungkuk berpamitan pada semua kru yang bertugas.

Meskipun hanya sebagai penyiar pengganti, yang akan dihubungi jika diperlukan, tapi Evelyn tidak keberatan akan hal itu. Karena bekerja menjadi penyiar radio adalah salah satu impian Evelyn.

TBC

Blind - Mark LeeМесто, где живут истории. Откройте их для себя