tiga biang onar

236 10 0
                                    

"Jadi, buat ulah apa lagi kalian?"

Rani perempuan berambut pendek berusia 41 tahun itu, berkacak pinggang di depan ketiga anaknya yang duduk berdempetan di sofa. Dia mendapatkan tiga panggilan sekaligus dari sekolah hari ini.

"Di sekolah sok buat ulah ini itu, sekarang diem aja?"

Rani mengamati satu persatu anaknya yang sekarang saling menyikut satu sama lain, dengan kepala tertunduk.

"Adek, coba jelasin ke bunda." Rani berjongkok di depan anak bungsunya yang duduk di tengah kedua kakaknya.

"Maaf, Bun."

Nah ini, Chantika Zahira Wardani atau biasa di panggil dek Cha.

"Bunda gak nyuruh kamu minta maaf, bunda cuman nyuruh jelasin masalahnya."

"Adek berantem sama temen, sampai kelepasan nampar."

Rani menghela nafas panjang, berdiri dan duduk di single sofa. Menyuruh anak bungsunya pergi ke kamar, sekarang tinggal anak kembarnya yang belum di interogasi.

"Kalian baru kelas satu SMA, udah buat ulah aja."

"Bukan salah kita, orang mereka yang main tangan duluan." Ujar Cakra laksmana Wardani atau biasa di panggil Abang, anak sulung beda lima menit dengan adik kembarnya.

Rani menatap anak tengahnya yang masih menunduk, "Mas Candra, Ada yang mau di jelasin?"

Candra Mahawira Wardani, kerap di panggil Mas. Sontak mendongak dan menatap Rani, dia menggeleng heboh, "nggak, semua urusan menjelaskan sudah jobdesk nya Cakra."

"HEH ENAK AJA, LU YANG PALING BRUTAL YA TADI." Cakra tak terima mendengar ucapan Candra yang seakan melimpahkan masalah ini padanya.

"YA KAN KATA LU, HABISIN AJA TADI." Candra berdiri menunjuk Cakra, tak terima karena menyebut dirinya yang paling brutal ketika menghajar kakak kelasnya.

Cakra ikut berdiri berhadapan dengan Candra, mereka beradu tatapan tajam. Melihat kedua anaknya akan bertengkar lagi, Rani berdiri dari duduknya, mengambil beberapa langkah kebelakang.

Dengan langkah mantap, dia berlari kecil, melayangkan tendangan tepat di punggung Candra yang membelakanginya. Candra jatuh ke depan, menimpa Cakra yang berdiri di depannya, terdengar suara nyaring punggung Cakra yang bersentuhan langsung dengan lantai.

Jangan salah, walaupun sudah kepala empat, tendangan kaki Rani masih sangat kuat.

"ENAK? BUNDA NANYA KALIAN BUAT JELASIN MASALAHNYA, BUKAN MALAH NYURUH KALIAN BERANTEM."

Candra dan Cakra meringis menahan nyeri di punggung mereka, walaupun tak begitu menyakitkan, namun tetap saja sedikit nyeri.

Rani menarik tangan mereka masing-masing untuk berdiri, setelah mereka kembali duduk di sofa, Rani menghela nafas panjang untuk kesekian kalinya.

"Besok bunda ke sekolah adek, gak bisa ke sekolah kalian. Bisa di wakilkan?" Rani menatap kedua anaknya bergantian.

Yang di tanya hanya saling melirik satu sama lain, mereka mengangguk singkat, memang sudah biasa seperti ini, jarang sekali urusan sekolah seperti panggilan orang tua mereka akan di hadiri oleh Rani, bahkan untuk urusan mengambil rapot pun masih di wakilkan oleh om mereka, atau di titipkan pada teman bunda.

"Nanti Cakra telfon, om Malik." Cakra berjalan pergi ke kamar menyusul Candra yang sudah pergi lebih dahulu.

Rani mengusap wajah kasar, dia tau jika dirinya memang jarang menghadiri sendiri panggilan orang tua untuk anak kembarnya, dia tak bisa membagi waktu, jika suaminya ada di sini mungkin bisa. Tapi apa yang diharapkan, suaminya saja pulang setahun sekali, bahkan sudah dua kali lebaran dia tak pulang.

Karena tiga tahun terakhir perusahaan milik keluarganya, mengalami krisis dan hampir gulung tikar. Seharusnya perusahaan itu di jalankan oleh adik dari suami Rani, namun dia masih dalam proses menyelesaikan S2 nya, jadi tidak bisa menghandle.

Ya, mau gak mau suami Rani yang mengambil alih.

Cakra dan Candra memainkan game online di handphone, mereka di kejutkan dengan Chantika yang membuka pintu kamar, dia berjalan ke arah kasur dengan boneka stroberi kesayangan.

Sekarang mereka bertiga tidur berjejer di kasur si kembar, dengan Chantika yang berada di tengah-tengah kedua kakaknya yang sibuk mabar game online.

Chantika melirik kakak kembarnya bergantian, "Ayah gak nelfon kalian?"

"Nggak, emang dia nelfon lu?" Cakra meletakkan handphonenya, begitu game yang dia mainkan selesai dan dia meraih kemenangan.

"Nggak juga, tapi tadi bunda telfonan sama ayah."

Candra memainkan boneka stroberi Chantika, "Ya kalian mengharapkan apa? Terakhir kali gw berantem dan ayah di rumah, dia malah mengapresiasi, nggak marah."

"Pernah mikir gini gak, ayah tuh bakalan langsung pulang kalau ada apa?" Chantika mendudukkan dirinya di atas kasur.

Candra dan Cakra saling melirik, sebelum ikut mendudukkan dirinya di hadapan chantika, mereka duduk melingkar di atas kasur.

"Kalau bunda minta cerai." Celetuk Candra, mereka bertiga sontak tertawa terbahak-bahak.

"Diantara kalian berdua, ada yang udah pernah pacaran?" Chantika menanyakan pertanyaan random di kepalanya.

Cakra menunjuk Candra, "Nih dia pakarnya, seingat mas mantannya ada enam."

"Salah, orang mantan gw ada delapan."

Chantika membulatkan matanya terkejut, ya dia memang menyadari kalau kedua kakaknya ini ganteng, tapi jumlah mantan Candra menurut Chantika terlalu banyak.

"Tapi, mas gak pernah selingkuh kan?" Chantika menatap Candra penuh harap.

Candra menggeleng, "gak, mantan mas emang banyak, tapi mas gak se-brengsek itu."

Chantika beralih menatap Cakra, "Kalau Abang punya mantan berapa?"

"Gak ada."

Chantika tentu saja tak percaya dengan jawaban itu, "Jangan lah bohong, pasti ada lah."

Candra tertawa, "Lah, gak percaya dia, Cak. Muka lu, muka-muka pemain sih."

"Mulut lu, Can. Abang beneran gak punya mantan, kalau gak percaya tanya ke temen Abang."

Chantika menatap Cakra, "beneran gak, mas?"

"Iya bener, kejombloan Abang mu ini, tidak perlu diragukan." Ujar Cakra meyakinkan Chantika.

"Abang mau kemana?" Tanya Chantika, begitu melihat Cakra meraih jaket dan kunci motornya.

"Jemput Serena di tempat lesnya." Cakra bergegas keluar kamar dan berpamitan pada Kanjeng ratu, yang tak lain adalah bunda Rani.

"Nah itu, alasan Abang mu jomblo." Celetuk Candra.

Chantika mengangguk-angguk mengerti, "Friendzone dari TK."

pasukan Ayah HelmiDär berättelser lever. Upptäck nu