Bab 8-9 Memerintah Sesuka Hati

296 40 10
                                    

"Satu, tugasku itu sebagai orang pertama yang akan menerima panggilan telepon atau hal yang berkaitan korespondensi. Dua, mengatur dan mengorganisir pertemuan penting-penting kamu sebagai CEO Molapar. Tiga, mengatur jadwal perjalanan dan memesan tiket pesawat, kereta api, dll. Empat ...."

Gara menopang dagu. Memerhatikan Gea yang tengah menjelaskan sesuatu padanya. Kata Gea sih tadi itu hal penting yang harus Gara ketahui terkait tugasnya sebagai asisten pribadi. Tapi semakin Gea panjang lebar bicara, telinganya malah terasa sakit.

"Sudah! Sudah! Cukup! Aku gak mau denger lagi, Ndut!" Gara sampai memukul meja kerjanya dengan keras.

Gea balas melotot. "Namaku Gea, Gara. GEA!" katanya penuh nada penekanan.

"Ah! Terserahlah! Suka-suka aku dong! Aku kan atasanmu dan kamu bawahanku. Kenapa jadi kamu yang sok ngatur-ngatur sekarang? Kamu mau aku pecat?"

Mata Gea mendadak berbinar. Senyuman mengembang sempurna di wajahnya. "Pecat saja kalau gitu sekarang juga! Kamu gak suka aku ngatur-ngatur, kan? Pecat aja! Ayo pecat!" Gea malah menantang balik.

Gara tentu saja jadi bingung sendiri. Harusnya Gea takut dengan ancaman pemecatan itu, tapi ini malah sebaliknya.

Gara memutar kursi kerjanya, sengaja membelakangi Gea yang masih berdiri tak jauh darinya. Pura-pura sibuk menatap layar komputer di depan demi menghentikan pertikaiannya dengan Gea. Ia juga berharap Gea segera melaksanakan perintahnya tadi ketimbang mengajaknya berseteru begini.

"Ambilin aku air dingin! Gordennya ganti nanti saja!" perintah Gara lagi.

Tangan Gea sudah terkepal erat, siap mendaratkannya ke arah kepala Gara langsung. Tapi ia buru-buru menarik tangannya ketika pintu ruang kerja terbuka. Wisnu, yang kini Gea kenali sebagai pengganti dirinya di bagian tim pemasaran muncul dari balik pintu.

"Maaf, Pak Gara. Ada yang perlu saya bicarakan dengan Anda, Pak."

Gara melirik Gea yang masih belum beranjak dari saja melakukan perintahnya. "Ngapain kamu masih di sini? Perlu aku ulangi tugasmu tadi apa?" bisik Gara penuh nada penekanan. Ia sampai melotot pada Gea yang langsung membalasnya dengan mata memicing tajam.

"Tunggu sebentar!" balas Gara yang kemudian bangkit dari tempat duduknya dan malah berjalan menghampiri Gea.

Gea spontan beringsut melangkah mundur, tapi Gara lebih cepat mendekatinya sampai-sampai jarak di antara mereka dekat sekali. Lelaki itu tiba-tiba menyentuh salah satu bahu Gea dengan memberikan penekanan di sana. Kepalanya condong mendekat ke wajah Gea.

Buru-buru Gea berpaling, tak sengaja pandangannya mendarat pada Wisnu yang langsung balik badan di ambang pintu sana. Gea merasa malu sekali jadinya. Ia berusaha keras menarik tubuhnya agar tak terlalu dekat dengan Gara. Tapi, tekanan tangan lelaki itu di bahunya cukup membuat Gea tak bisa berkutik.

"Berhenti membantah dan cepat lakukan tugasmu, Gea! Atau kamu mau masa lalumu benar-benar aku ungkapkan di sini pada Wisnu? Dia bisa menjadi orang pertama yang akan tahu seperti apa kamu di masa lalu. Kamu mau hal itu yang terjadi?"

Gea menunduk dalam ketakutan. Bagi Gea, ancaman itu lebih menakutkan ketimbang pemecatan dirinya. Akan lebih baik jika ia tak lagi bertemu, kan? Kalau begini caranya, Gea seperti tak punya cara lain selain mengikuti perintah lelaki itu. Suka atau tidak suka. Daripada Gea harus kembali menanggung rasa malu akibat masa lalu yang ternyata tak bisa ia hilangkan sepenuhnya.

FAT(E) LOVEजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें